Setelah kejadian memalukan Levan yang kemarin enggak sengaja gue liat, gue merasa Levan terus menghindar. Setiap gue nengok ke dia ataupun lewatin mejanya, gue selalu aja ngegodain dia dan pada saat itu juga matanya melotot memperingatkan diselingi mukanya yang merona. Seperti sekarang
"Hey abang Levan," sapa gue ke Levan sambil melewati mejanya, ew juga sih sebenernya.
See? mukanya langsung merona gitu, haha.
Levan mendelik, gue pun menyerigai. Hal itu terus berlanjut beberapa saat sampe Novi dateng nyamperin gue dan Levan.
"Sha, Van, maaf ya gue enggak bisa dateng kemaren," kata Novi. Hari ini mukanya terlihat lebih lesu dan kantung mata yang terlihat jelas dibawah matanya.
"Enggak apa apa kok, woles aja. Lo kurang tidur ya? biasa aja kali, enggak usah sampe enggak tidur gitu gara-gara tugas doang." Kata gue, setelah itu gue nengok ke Levan, dia cuman manggut-manggut aja.
"Oh ... iya. bukan karena itu kok hehe," jawab Novi terlihat kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya. Ya, sejak tadi kelakukan Novi memang terlihat aneh. Bahkan sangat aneh.
"Lo gapapa?" tanya gue. Novi hanya memandang kosong, ia terlihat bingung.
"Gue duluan ya," kata Novi lalu meninggalkan gue sendirian. Eh enggak, sama Levan.
Gue terliat berpikir dengan keanehan Novi hari ini, dia enggak biasanya kayak gini.
"Dia kenapa?" tanya orang yang daritadi diem aja. You know, Levan.
"Mana gue tau." jawab gue seadanya. Setelah itu gue duduk di meja gue yang berada tepat di depan meja Levan.
Enggak lama, Vale dateng bawa buku banyak. Dia emang abis dari perpustakaan.
"Duh ... Sha, bantuin kek." kata Vale. Gue pun berdiri, membantu Vale yang bawa buku banyak banget, mungkin melebihi 6 buku.
"Lo ngapain sih minjem buku Novel banyak banget gini?" tanya gue sambil melihat-lihat buku yang di pinjam Vale di perpustakaan.
"Hehe, lo tau sendiri gue suka baca Novel hehe." jawab Vale cengengesan.
"Yah satu atau dua buku kan bisa, Le. Mana novel romance semua lagi." ujar gue.
"Gabisaaaa, gue sehari aja harus udah nyelesain tiga buku." kata Vale.
"Harus? enggak pusing apa baca mulu." kata gue.
"Enggak dong, kecuali kalo gue enggak baca samasekali baru gue pusing." kata Vale
"Oh," jawab gue.
"ye," jawab Vale
Setelah itu, bell masuk pun berbunyi disertai Pak Ruli masuk kelas.
***
Suara bell istirahat sudah terdengar 5 menit yang lalu. Gue masih duduk anteng sambil nyatet catatan yang Pak Ruli tulis di papan. Begitu juga Vale.
"Sha, entar aja yuk nyatetnya, nanti liat temen aja. Gue udah laper nih," ujar Vale di sebelah gue.
Gue pun enggak bisa menolak karena sejujurnya memang perut gue juga sudah mernyanyi daritadi.
"Hm, yaudahlah yuk ke kantin!" kata gue.
"YUK!!" jawab Vale terlihat girang.
Gue pun beranjak dari kursi diikuti oleh Vale. Sebelum gue berjalan ke arah pintu, terdengar seseorang memanggil, "Sha, Le!"
Gue dan Vale pun menengok ke belakang, ternyata yang memanggil Levan.
"Gue ikut kalian," kata Levan terdengar tak terbantahkan.
"Ngapain? tumben...." ujar gue.
"Kalo ke kantin itu menurut lo ngapain?" tanya Levan sinis.
"Belajar," jawab gue asal.
"Sinting,"
Gue enggak menggrubis jawaban terakhirnya, biar aja. Vale yang daritadi hanya mendengar percakapan gue dan Levan hanya menggelengkan kepalanya. Akhirnya gue yang jalan pertama ke kantin, diikuti Levan dan Vale yang berada di belakang gue. Ah, berasa jadi boss gue haha.
"cih, jangan harap," suara itu tiba-tiba keluar dari mulut Levan. Gue berenti sejenak untuk melihat sekitar.
"Lo ngomong sama siapa?" tanya gue ke Levan.
"Elo lah," ujar Levan.
"Lo pasti enggak nyadar kan kalo lo menggumamkan apa isi hati lo tadi?" kata Vale dengan mengangkat alis kirinya. Gue udah pernah nyoba ngangkat alis sebelah kiri, tapi gue selalu bisanya yang kanan. entahlah, kenapa gue mempermasalahkan ini.
"Emang gue ngomong apa?" tanya gue dengan alis bertaut.
"Ah ... berasa jadi boss gue haha," kata Vale dengan suara yang di buat-buat. Apa iya gue bergumam dengan suara kayak itu?
"Ah yaudahlah gue laper," kata Levan langsung jalan ke arah kantin meninggalkan gue dan Vale berdua.
"Gue juga," Vale pun meninggalkan gue.
Kenapa gue yang di tinggalin? Gue pun lari mendahului mereka dan langsung masuk area kantin. Gue melihat sana-sini mecari tempat tapi semua penuh. Terkecuali meja yang di tempati seseorang disana, gue menajamkan penglihatan gue, tenyata itu Novi. Novi terlihat melamun di tempat yang ramai ini. Tiba-tiba ada yang menepuk gue dari belakang, gue pun berbalik dan menepuk orang itu balik.
"Aw ... apaan sih? kok nepuk balik?" tanya Levan
"Ih itu cara menghindar dari orang jahat yang bisa aja mau menghipnotis kita. kan banyak tuh kayak gitu." jawab gue tersungut-sungut
"Jadi lo kira gue orang jahat?" tanya Levan
"Who knows .... " kata gue.
Gue langsubg jalan ke meja kantin yang sepi di deket Novi. Sebelum nepuk bahu Novi, gue panggil dia dulu. Novi kaget, kayaknya dia lagi menghayati aksi melamunnya.
"Eh ya apa?" kata Novi sambil melihat gue.
"Bengong aja, gue numpang ya sama Vale sama Levan," kata gue.
"Oh oh iya,"
"Hai Novi," sapa Vale.
"Iya, eh gue duluan ya." pamit Novi.
Novi pun pergi, dia aneh kan. Apa kita ganggu dia ya?
"Udah gue bilang kan dia tuh aneh," ujar gue.
"Kapan lo bilang hah?" tanya Levan.
Iyaya, gue kan selama ngomong Novi aneh itukan dalem hati.
"Udah ah. Alisha udah biasa enggak jelas gitu. Biarin aja entar juga capek," kata Vale
"Kurang ajar nih yah,"
***
A/n :
Udah ah, maaf ya jelek apalagi ganyambung. Niatnya mau dilanjutin sampe mereka selesai makan trus dilanjutin terus. Tapi gue lagi eteb. sumpah. ah gue curhat kan. bodo amatlah, gue gatau mau curhat sama siapa. yaudah. udah. Cukup gue kesel. tau ah. kan gue gabisa berenti ngetik ini kalo udh kesel. udah stop. okey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alisha
Teen FictionPada awalnya memang baik-baik saja. Tapi kita tidak mengetahui apa yang terjadi berikutnya. --- Intinya cerita ini belum bagus dalam artian abal. Copyright ©2014 by Cutwoman11