"Le! Vale! tau enggak sih. Kemaren Reno ngajakin gue jalan bareng. Ahh betapa senangnya,"
Seminggu udah berlalu sejak gue mengetahui kalo gue mulai menyukai Reno dan kemaren malem entah ada apa Reno ngajak jalan. Gue seneng? Of course. Gimana enggak? Orang di ajak jalan sama gebetan. Asik.
Aduh kenapa gue jadi centil gini sih? jijik gue.
Sekarang gue lagi di kantin bersama dengan kawan-kawan gue di jam istirahat kedua ini. Aduh alay banget sih bahasa gue. Maklumlah, kayak enggak tau aja orang lagi berbunga-bunga aja. Anjir makin ngelantur aja kan.
Ya, seperti yang gue bilang, sekarang gue lagi sama Vale dan Levan. Sejak gue bercerita tadi, Vale cuma diem sambil memutar matanya melihat gue yang lagi berbunga-bunga ini. Kalo Levan? dia bersikap cuek, entah kenapa dia buang muka, mungkin dia iri? haha bodolah yang penting gue lagi seneng.
"Trus-trus dia ngajak gue ke taman gitu deh yuhuu seneng lah pokoknya," kata gue sambil menerawang mengingat kejadian semalem.
Vale masih berwajah lesu sambil menopang kepalanya dengan tangan.
"Le? Lo denger gue kan, Le? Ah lo mah enggak asik sama gue." ujar gue sambil memutar mata. Bagaimana enggak kesel? selama cerita dia cuma ngeliat gue lesu dan diem aja, merasa ngomong sama tembok gue.
"Sha? bosen gue ngedenger lo ngomongin dia terus. Seminggu ini lo selalu ngomongin si Reno itu. Setiap gue ngajak ke rumah gue ataupun sekedar jalan sama gue, lo pasti bilang enggak bisa dan berujung besoknya lo cerita kalo lo jalan bareng si Reno itu." ujar Vale menatap gue tajam.
"Tapi Le. Gue kan cuma jalan sama dia. Kita juga sering kok jalan bareng." ujar gue menatapnya tak adil.
"Tapi apa lo enggak sadar sekarang lo ke sahabat lo cuma kalo ada perlu doang atau sekedar curhat. Lo jadi enggak ada waktu lagi buat kita, Sha." kata Vale menatap gue kecewa. Enggak, gue enggak salah dong? kenapa dia ngatur-ngatur gue? gue suka sama orang dan itu wajar. Gue rasa dia juga bakal ngerasain hal ini kok nanti.
"Gue suka sama Reno dan itu gue rasa wajar, Le. Kenapa sih?" kata gue gusar. Gue liat muka Levan semakin muram.
"Tapi apa udah pasti Reno itu orang baik? bukannya dia selalu ngajak lo jalan dan membawa lo pulang malem banget seperti yang lo omongin ke gue dengan semangat lo itu. Kalo dia baik gue sih woles, Sha. Gue cuma enggak mau nanti lo jatuh." tanya Vale sinis.
Gue sempat terdiam. Apa lewat jam 9 itu malam? jelas. Gue pun juga selalu di marahin karena pulang terlalu malam. Tapi apa daya kalo hati sudah bertindak? Gue rasa itu fine aja.
"Mending lo urus si Reno-Reno itu." kata Levan dingin sambil menarik Vale keluar kantin dan meninggal kan gue sendiri disini, di kantin yang udah mulai sepi.
Gue pun mulai merenungi segala tindakan gue selama seminggu ini. Memang benar adanya kalo gue semakin hari semakin deket sama Reno. Tapi hal itu menjauhkan gue dari sahabat gue. Jadi gue harus apa sementara Levan dan Vale udah terlanjur kecewa sama gue?
"Hei," kata orang di depan gue yang tiba-tiba udah duduk di depan gue.
"Hai Far," kata gue lesu dengan tampang kusut. Ternyata Faro tidak sendirian, ada Novi yang duduk disampingnya, "Eh, Hai Nov," lanjut gue.
"Kusut-kusut dah itu muka," canda Faro. Gue enggak menggubris candaannya. Enggak ada niatan sama sekali gue untuk bercanda saat ini.
Vale dan Levan udah ninggalin gue. Apa mereka bakal menghindar dari gue? mereka enggak bakal tega kan ninggalin sahabatnya sendiri? walaupun ada Faro yang notabenenya sahabat gue, tetep aja gue sama Faro enggak sedeket sama Vale dan Levan. Ya, Levan, dia emang udah deket sama gue. Tapi enggak buat seminggu terakhir ini.
"Melamun lagi nih ceritanya?" ujar Faro mengembalikan kesadaran gue yang sempat hanyut dalam lautan lamunan. Apalah bahasa ini.
"Haha, enggak kok. Ecie, sejak kapan jadian nih?" kata gue mengalihkan pembicaraan. Entahlah, gue males ngebahas itu.
"Eh? enggak kok, kita enggak pacaran hehe." ujar Novi dengan gusar.
"Ha! bisa aja lo, Sha. Kita bukannya enggak pacaran, cuma belom aja. Yakan, Nov?" kata Faro sambil merangkul Novi.
"Ih apansih ih," kata Novi risih sambil berusaha melepas rangkulan Faro.
"Haha, kalo udah jadian, Pajaknya jangan lupa yak wakak. Ati-ati ya sama Faro." kata gue tertawa garing.
"Okedah,"jawab Faro mengacungkan jempol.
"Ish ...." Novi terlihat risih sambil mencubit-cubit pinggang Faro.
"Wuissh, gue duluan yak. Berasa jadi obat nyamuk nih," ujar gue.
"Tau aja lo kalo gue enggak mau di ganggu,haha." ujar Faro.
"Yeh kupret dasar," kata gue sambil beranjak, "yaudeh gue duluan ya," lanjut gue.
Gue pun beranjak menuju kelas karena sebentar lagi bel masuk akan segera terdengar. Gue masuk kelas, terlihat di sebelah tempat duduk gue ada Vale yang duduk sambil mencoret-coret bukunya sedangkan di belakang tempat duduk gue terlihat Levan sedang sibuk dengan handphonenya.
Gue mendekat ke tempat duduk gue dan duduk disana. Gue sempet melirik ke Vale. Dia cuek, seakan gue enggak ada.
"Le ...." panggil gue lirih. Enggak ada sautan apapun dari Vale. Dia hanya terdiam sebentar lalu kembali meneruskan aksi coret-coretannya.
"Le ...." Panggil gue lagi. Vale tidak menyahuti, tapi dia malah berbalik menghadap Levan.
"Van, lo udah ngerjain pr bahasa inggris?" tanya Vale mengacuhkan gue.
Levan mengalihkan pandangan dari handphonenya, "Hm? udah kok. Lo?" tanya Levan balik.
"Nyontek kek, gue belum nih." kata Vale.
"Nih," kata Levan setelah sibuk mencari bukunya di tas.
Fix. Segitunyakah?
***
A/n :
Wuh. Mantep tuh Alisha dimusuhin. Gayaan bangetsih dia.
Ah. Gue nge-stuck nih. Kira-kira gue harus buat konflik kayak apa ya. Auah. Abal. Abal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alisha
Teen FictionPada awalnya memang baik-baik saja. Tapi kita tidak mengetahui apa yang terjadi berikutnya. --- Intinya cerita ini belum bagus dalam artian abal. Copyright ©2014 by Cutwoman11