03. Arju a.k.a Budi

249 22 0
                                    

Genta baru memasuki ruang tengah ketika ponsel disakunya berbunyi. Dengan kondisi hati yang buruk, Genta merogoh saku dengan malas. Namun, ketika nama Prima terpampang dilayar ponsel, Genta terhenyak sebentar. Pupil matanya membesar sedikit walaupun tidak begitu terlihat. Tidak sampai dua deringan handphone berbunyi, Genta segera mengangkat panggilan tersebut.

"I wanna talk to you."

Genta menelan ludah mendengar ucapan dingin Prima. "Well, we can."

"Gue didepan."

Reflek, kepala Genta berputar kearah pintu appartemennya. Ia segera melangkah, memasukan ponsel dalam saku setelah panggilan berakhir. Laki-laki itu segera membuka pintu.

Wajah Prima yang dilengkapi kacamata terlihat setelah pintu terbuka. Laki-laki itu mengenakan jeans hitam panjang dengan kaus santai dan tas dipunggung. Sudah bisa ditebak Prima dari mana, tentu saja les yang selalu ia lakukan sehari-hari. Laki-laki itu belum berubah, belajar selalu menjadi prioritas utama walaupun sikap laki-laki itu diluar kepala konyolnya. Tapi, kali ini, aura dingin selalu Prima keluarkan saat berhadapan dengan Genta.

"Masuk, aja." ucap Genta.

Prima mengangguk, melangkah masuk dan Genta mengekori setelahnya.

"Gue bakal to the point."

"Oke." langkah Genta berhenti, tepat tiga langkah dari hadapan Prima yang berdiri menghadapnya pula.

"Gisa balik."

Genta hampir tersedak. "Hm?"

"Dan gue mohon, kapanpun itu, kalo lo ketemu dia. Jangan berharap sekarang sama kayak dulu, Ta. Tolong jangan kembali dikehidupan Gisa."

"Kenapa?" tanya Genta reflek.

"Jangan bertanya kalo lo udah tau jawabannya, Genta."

Genta menghela napas. "Gue tanya, kenapa gue nggak boleh nemuin Gisa? Kenapa?"

"Karna lo pecundang."

Genta tertohok. Sesuatu menahan tenggorokannya hingga ia tidak dapat menjawab apa-apa saat Prima mengatakan lebih lanjut.

"Sebagai temen lama lo, gue dan Qintan minta lo jangan dateng lagi dihidup kita, termasuk Gisa."

"Kalo dia nyamperin gue?"

Prima mengedikan bahu. "Lo cukup nggak peduli. Sama kayak yang lo lakuin selama ini."

Prima pun melangkah berlalu, dan berhenti sejenak sebelum membuka pintu. "Kalo lo emang anggep gue dan Qintan sebagai seseorang yang lo anggap teman. Tolong inget apa yang gue bilang."

Genta tidak menjawab. Bahkan sampai ruangan tempat ia berpijak senyap. Genta hanya diam ditempat, mengepalkan kedua tangannya dan berfikir keras.

Apa yang sebenarnya terjadi?

***

Gisa just Gisa.

Dan, dia akan selalu menjadi Gisa. Terlepas dari perubahan gadis itu, Gisa hanya menjadi Gisa. Itu yang Prima dan Qintan tangkap saat keduanya bertemu disebuah kafe dekat tempat les. Gisa memang berpakain minim, namun tanpa meminta penjelasan apa yang terjadi dengan gadis itu. Keduanya dapat mengetahui hanya dengan melihat sorot mata gadis itu.

Kali ini, mereka kembali bertemu. Dan Gisa membawa seseorang yang lain, yaitu Budi.

"Dia Budi. Sebenernya nama dia keren sih, Arju. Tapi gue sama keluarganya panggil dia Budi. Hahahaa. Nggak cocok banget kan sama tampang dia."

My GisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang