07. Not Be Better

189 19 2
                                    

eyes

never could

tell a lie.

🍁 🍁 🍁

Genta masih membenahkan kemeja seragamnya ketika seseorang berhenti tepat dihadapannya dengan wajah linglung. Wajah perempuan itu kelihatan bingung dan yang paling mencolok adalah, wajah itu asing. Genta mengernyit, ia mundur satu langkah karena heran saat ekspresi perempuan itu semakin mencurigakan.

“Boleh minta tolong?” tanya perempuan itu.

Kening Genta makin berkerut, ia menoleh kekanan dan kekiri. Mencari seseorang untuk membantu perempuan yang Genta tebak adalah murid baru.

Please, gue udah keliling dari tadi dan gue nggak nemuin dimana ruang guru. Ini sekolah kenapa gede bener sih?” ucap gadis itu seraya mendumal.

Genta menyugar rambutnya sebelum berbicara. “Lo murid baru?”

Perempuan itu mengangguk. “Iya.”

Genta menghela napas pendek. “Yaudah ikutin gue.”

Perempuan itu sumbringah dalam sekejap, ia mengekori Genta dengan jarak lumayan jauh hingga membuat Genta tidak nyaman sendiri. Genta menoleh kebelakang, berhenti melangkah dan perempuan itu reflek ikut berhenti.

“Santai aja. Nggak harus ngehindar gitu.” ujar Genta.

Perempuan yang rambutnya diikat satu itu tersenyum kikuk sebelum membawa langkah maju untuk mensejajari diri dengan Genta. “Gue Aurel.”

Genta hanya mengangguk, ia pun kembali melanjutkan langkah. Bersebelahan dengan gadis asing yang akhirnya menciptakan keheningan.

Setelah sampai diruang guru, langkah kaki Genta berhenti. “Lo masuk aja. Ini ruangannya.”

Aurel mengangguk. “Makasih.”

Genta hanya mengangguk dan kembali melanjutkan langkah menuju kelas. Sesampainya dikelas, bel istirahat berbunyi. Genta yang baru duduk dikursi pun diseret keluar lagi oleh Demian dan Jack untuk menuju kantin.

Karena giliran hari ini adalah Genta, dengan malas ia melangkah menuju gerobak makanan sesuai dengan pesanan kedua temannya. Setelah lengkap, ia membawa makanan tersebut ke meja tempat Demian dan Jack duduk.

“Lo kemaren teler kenapa, Ta? Masih sore padahal.” kata Demian mengaduk siomaynya.

Genta mendongak, mengernyit heran saat kedua temannya tahu apa yang terjadi padanya kemarin.

“Iye, kita masuk appart lo kenapa? Lo mau marah? Udah terlanjur juga. Salah sendiri di telpon nggak diangkat-angkat. Gue kira dibunuh kucing kan. Eh malah ada kucing garong.” celetuk Jack.

“Ngomong apaan sih lo?”

“Sok bego,” Demian menggeleng, “gue tau rahasia lo sekarang, kambing. Jadi jangan macem-macem sama gue kecuali lo siap dilempar bom atom dari AS.”

Genta mendecak. “Lo liat apaan sih dirumah gue?”

“Kucing garong yang mulus abis. Cantik bener. Tapi, gue baru tau type lo cewek... so hot,” Jack berbisik evil, “sialan lo, gue kira lo nggak normal.”

Genta menghela napas. Sudah pasti Gisa yang Jack maksud.

“Apapun yang ada dipikiran kalian. Itu salah.”

What's wrong?” Demian berlojak, “lagian bukan karena taruhan kita lo jadi backstreet najisan ya, Ta.”

My GisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang