19. Shadow

124 12 0
                                    

the dark

come,

please

don't destroy my happiness.

🍁 🍁 🍁

Tanpa meminta izin ataupun bertanya, Genta memasuki appartemen Gisa ketika jarum pendek jam dipergelangan tangannya berada diangka 7. Genta baru selesai membersihkan tubuhnya setelah latihan terakhir tadi. Tapi sosok Gisa yang sebelumnya ada di kamarnya tiba-tiba tidak ada. Genta pikir Gisa kembali ke appartemen milik gadis itu untuk mengambil beberapa baju bersih lantaran sebelumnya gadis itu mengeluh dengan bajunya yang belum Genta antar ke tempat laundry.

Genta mah tidak peduli. Lagian sama-sama punya kaki kenapa Gisa seenaknya menyuruh Genta mengantar pakaian kotornya?

“Sa?” Genta memanggil ketika kakinya sudah dilapisi sandal rumah dan ia pun melangkah masuk.

Tempatnya rapih, Genta fikir akan sangat berantakan karena Gisa jarang disini. Apalagi melihat sosok cuek Gisa, Genta tidak akan percaya jika gadis itu rajin dalam merawat tempat tinggalnya.

Tapi, melihat keadaan appartemen Gisa jauh dari apa yang ia pikirkan.

Tempatnya nyaman, bersih dan rapih. Memang sih, ada debu dibeberapa sisi. Toh itu wajar, Gisa memang sejarang itu singgah disini. Tidak tahu apa alasannya. Mungkin, Gisa enggan diganggu oleh ibu tirinya.

“Gisa? Lo disini kan?” tanya Genta ketika memasuki kamar gadis itu dan terdengar bunyi gemercik air dari kamar mandi.

Genta pun mendekat, mengetok pintu kamar mandi itu dua kali dan mendekatkan telinga dipintunya.

“Sa, lo kan?” tanya Genta lagi, lebih keras dari sebelumnya.

“IYA SAYANG INI GISA. JANGAN MASUK YA, AKU LAGI MALES GITUAN.”

“Ih,” Genta reflek menjauhkan telinga, menggeleng dan bergidik ngeri, bahasa Gisa sungguh membuat Genta tidak habis fikir.

“Ogah juga kali gue.” sahut Genta.

Tawa Gisa yang terdengar membuat Genta berfikir mungkin Gisa mendengar sahutannya.

“Ta, ambilin baju gue dilemari dong. Mau gue bawa ke rumah lo, appart lo maksud gue. Gue udah anter baju gue ke laundry, sekalian baju lo malah. Jadi sekarang waktunya lo balas budi.”

Suara gemercik air sudah berhenti, Genta tebak Gisa sudah selesai mandi.

Genta menghela napas, lagi pula ia juga tidak tahu kenapa bisa sampai disini. Akhirnya, tanpa menjawab suruhan Gisa dari dalam kamar mandi. Genta bergerak menuju lemari besar didekat ranjang Gisa dan meneliti isi lemari tersebut. Memilih berbagai pakaian yang lumayan tertutup meskipun sudah Genta duga jika 80% dari isi lemari tersebut tidak ada yang seperti di maksud Genta. Kalau tidak terbuka ya ketat. Itu semua pakaian Gisa, Genta sampai heran, kenapa bisa gadis itu mengoleksi baju dengan model seperti itu sampai sebanyak ini.

“Lo gak punya piyama?” tanya Genta ketika pintu kamar mandi terbuka.

Gisa keluar, hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya dan hanya sampai atas pahanya. Menunjukan setengah paha dan bahu gadis itu. Rambutnya yang basah dibiarkan tergerai.

Genta mengernyit, menunggu jawaban Gisa.

Gisa masih berdiri diatas keset, dan mengelap kakinya agar tidak terlalu basah saat memakai sandal rumahnya nanti.

“Buat apa sih, beb, panas tau gak.” jawab Gisa mendekat, mengecup pipi Genta singkat ketika laki-laki itu berekspresi masam.

Genta sendiri diam, sudah menduga gerakan tiba-tiba gadis itu pasti akan terjadi jika mereka bersama.

My GisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang