23. Trust

153 9 1
                                    

Petikan gitar mengalun lembut ketika rintik gerimis mulai datang dengan kedinginannya malam itu. Laki-laki yang tengah duduk dengan gitar dipangkuan mulai membuka mulut, menyanyikan bait demi bait yang membuat semua hampir terbawa suasana.

Arju tidak menyesal telah setuju menerima laki-laki tersebut bekerja part time di kafe nya, karena suasana tercipta lebih nyata ketika lagu yang diputar bukan lagi dari speaker.

Lagu Lucky milik Jason Mraz selesai tanpa mengecewakan. Edwan, sang vokalis solo tersebut kembali berkomunikasi dengan pelanggan agar memberikan reques lagu untuk ia nyanyikan selanjutnya. Wajahnya yang tampan membuat pelanggan bertambah banyak setiap hari nya. Dan Arju kira ia harus menambah jumlah karyawan lagi nantinya.

Arju berdiri dibelakang meja bar, apron nya belum ia lepas, bola matanya memandang lurus ke depan. Pada rintik hujan yang jatuh ke tanah dan pada air yang mengalir di jendela kaca. Napasnya terhembus pelan, seharian laki-laki tersebut berada di kafe. Hanya singgah untuk mandi dan kembali bekerja sampai malam. Raja sampai bingung saat pekerjaannya diambil alih oleh sang bos.

“Bos, ngelamun aje. Ada pocong ntar lo kaget.”

Arju menoleh, Raja tengah mengelap gelas dan meletakkannya ditempat khusus.

“Ja, hape gue mana, ya?” tanya Arju mulai sadar.

Raja ikut menatap kesekitar sebelum menarik sebuah ponsel didekat gelas kemasan dipojokan. “Ini, bos, lain kali hati-hati dong.”

Arju hanya tersenyum sekilas, duduk disebuah kursi tinggi dan mulai mengecek ponsel setelah seharian tidak ia lihat.

Entah, perasaannya terasa kalut tanpa alasan. Mungkin ia punya alasan, hanya, Arju tidak ingin mengutarakan. Arju membiarkan hatinya yang kalut itu berjalan seperti apa adanya tanpa berniat mengobati apalagi mencari jalan keluar.

Banyak pesan yang masuk ke ponsel laki-laki tersebut, namun Arju memilih membuka pesan dari Reon.

Reon : dimana lo

Reon : gw di apprt Genta nih, mampir gih

Alisnya bertaut. Untuk apa kakaknya disana dan menyuruh nya ikut bergabung?

Arju hanya membaca pesan dari Reon dan beralih pada nomor baru.

+628xxxxxxxxxx : save bud gw Jack

+628xxxxxxxxxx : masih di kafe lo? mampr sini rame deket ko ga usah sombong

Arju menghela napas lagi, ia hanya membalas sekedarnya dan beralih ke kolom obrolannya dan Gisa yang terlihat terakhir mereka chatting adalah 3 hari yang lalu.

Ia segera mengetikan sesuatu.

Arju : dmna gis, rame?

Gisa : sini bud gue kangen

Melihat balasan Gisa, Arju berdiri dari kursi, melepas apronnya dan meraih topi hitamnya.

“Ja, jaga ya. Gue cabut.”

“Tapi ujan bos. Gue ambilin payung dulu, sebentar.”

“Nggak usah, Ja. Gue deket kok. Gedung depan.”

Raja mengangguk sebagai respon. Membiarkan bos nya itu melangkah keluar dari kafe dan menembus gerimis menuju gedung appartemen disebrang kafe.

Didalam lift, Arju hanya diam, bersandar pada kotak besi tersebut sampai pintu lift terbuka di lantai 7. Begitu terbuka, Arju langsung tertegun saat seorang laki-laki paruh baya berdiri didepannya. Wajahnya terlihat biasa, namun nampak lelah. Arju cepat-cepat keluar dari lift saat laki-laki itu mendongak dan memasuki lift. Arju berjalan tanpa menoleh kebelakang lagi meskipun dia ingin, Arju berusaha menahan karena ia tidak ingin laki-laki tadi, yang Arju ketahui adalah Papa Gisa mencurigainya.

My GisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang