06. Drunk

209 18 0
                                    


Sebenarnya, tanpa ditanya pun Gisa sudah tahu jawaban Genta. Hanya saja, tiba-tiba Gisa ingin menantang walaupun hal tersebut mengakibatkan kedua tangan Genta menyingkir dari paha Gisa secara perlahan. Wajahnya yang tengil berubah datar dalam sekejap dan hal tersebut membuat senyum Gisa tercetak penuh kemenangan sebelum kekehan kecil lolos dari bibirnya.

“Gimana?”

Genta melenguh pendek. “Lupain.”

Gisa terkekeh, membiarkan ketika Genta kembali masuk kedalam air dan berenang tanpa kenal waktu. Karena bosan, Gisa pun melangkah menuju pintu. Genta kira, Gisa akan pergi. Ia sudah sangat lega namun ternyata fikirannya salah. Gisa kembali, dengan satu botol wine dan juga dua gelasnya.

Genta berhenti dipinggir kolam, alisnya yang basah naik ketika Gisa tersenyum smirk dan menyodorkan gelasnya yang terisi setengah wine dari jarak jauh, kedua kakinya terlipat dan Genta tidak tahu kapan Gisa sudah mengganti trenningnya menjadi rok pendek dan atasan yang begitu terbuka.

“Sejak kapan lo ganti?” tanya Genta penasaran.

Gisa menjauhkan gelas wine tersebut dari mulut setelah meneguk sedikit. “Lo terlalu asik sama dunia lo sampe lo nggak tau kapan gue lakuin banyak hal disini.”

“Termasuk ganti?” Genta cengoh.

“Banyak tanya sih lo. Sini naik. Nggak capek lo berenang terus? Disini ada bidadari lo anggurin kan geblek.”

Genta berdecak, ia naik dari kolam dan meraih handuk. Air membasahi ubin saat Genta melangkah mendekati Gisa. Gisa masih mengikuti, dengan sorot dan senyum smirk yang selalu Genta antisipasi. Baginya, Gisa bagaikan iblis yang akal bulusnya dapat Genta pahami namun kelakuannya sulit ia tebak lantaran selalu spontan. Hal tersebut lah yang membuat Genta selalu hati-hati dengan Gisa.

“Lo atlet?” tanya Gisa.

Soon,” jawabnya menerima sodoran gelas yang diberikan Gisa.

“Gue nggak pernah tau cita-cita lo buat jadi atlet.”

Genta tersenyum tipis. “Bakal ada saat dimana lo bakal nemuin hal apa yang lo suka dan hal tersebut bakal jadi tujuan lo. Dan gue memilih renang.”

“Kalo gue mah milih elo.” balas Gisa menyengir.

Genta melengos, meneguk segelas wine nya dalam satu tegukan.

“Woo, one shoot!” seru Gisa heboh.

Genta mengernyit, namun, melihat Gisa tertawa, senyum gelinya terbit walaupun sebentar. “Dingin. Kenapa lo ganti?”

“Dingin pantatlo. Gue kegerahan dari tadi pake trenning panjang sama jaket kedodoran.”

Genta berdecak, mendorong pinggir kepala Gisa pelan.

Gisa melotot. “Basah rambut lo pea.”

Genta tertawa. “Gue basahin semuanya mau?”

“Ih, kok, ambigu.”

Genta langsung berekspresi datar. “Lo tuh otak ngeres bener. Maksud gue tuh gue ceburin kekolam.”

“Abis lo ngomong ambigu. Gue mana ngerti.”

Genta menyugar rambutnya yang basah kebelakang dan kembali meneguk wine nya.

“Tapi gak papa deh gue basah. Asal dibasahinnya pake pelukan lo, muehehe.” Gisa kembali nyengir.

“Ngarep.” balas Genta pendek.

“Tadi nawarin, giliran mau sok-sokan.” Gisa mendumal.

Genta hanya melirik. Ia menyodorkan kembali gelasnya hingga Gisa kembali mengisinya. Mereka berdua ber-cheers dan meneguknya secara bersamaan, dan berturut-turut. Tidak tahu faktor apakah yang membuat keduanya bisa menghabiskan satu botol wine tersebut dalam sekejap.

My GisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang