25. Sorry

132 9 6
                                    


🍁 🍁 🍁


Hari senin yang biasanya selalu diawali dengan upacara bendera berbeda dengan hari senin Genta dan Gisa kali ini.

Setelah sepakat membolos, Genta memberhentikan mobilnya di sebuah pom bensin untuk mengisi bahan bakar sekaligus mengganti pakaian. Genta juga heran, padahal hal ini termasuk mendadak, tapi kenapa Gisa membawa baju ganti? Genta sendiri hanya mengganti atasannya dengan kaos polos, dan celananya ia tetap memakai seragam abu-abu.

“Yaudah lah, kita ke Bali aja sekalian bolosnya biar gak ketahuan.”

Genta melotot ditempat, ditangannya masih terdapat satu botol minuman kopi dan ia berada didalam mobil. Celetukan yang dilontarkan Gisa ketika gadis itu memasuki mobil jelas membuatnya sedikit tersentak.

“Gila lo ya.”

Kekehan ringan Gisa lolos, gadis itu dengan asal memasukan seragamnya ke dalam tas. Tanpa di lipat dengan rapih. Sontak saja mengundang perhatian Genta, laki-laki itu berdecak, kemudian menarik tas dan juga seragam Gisa.

“Cewek kok jorok.” gumamnya pelan, ia mulai melipat seragam perempuan itu dengan gerakan pelan.

Gisa di tempat hanya menyengir, menarik tali rambut di pergelangan tangan dan mulai mencepol rambut panjangnya asal.

“Beli apa, Ta? Mau dong.” Gisa menelongok ke belakang, memeriksa plastik belanjaan Genta di mini market yang tersedia dipom.

“Cari sendiri, kan punya mata sama tangan.”

Gisa melirik Genta kemudian mencebik pelan. “Ya kan basa-basi sih, ngeselin amat.”

Genta tidak peduli, ia masih melipat seragam Gisa dan memasukkan nya kedalam tas milik gadis tersebut.

“Ini doang, Ta? Kondomnya mana?”

Bola mata Genta melebar, dan tangannya reflek melempar tas yang ia genggam. Tas yang terlempar pun mengenai wajah Gisa secara tiba-tiba hingga membuat perempuan tersebut berteriak keras.

“AKH!” Gisa melotot begitu tas itu jatuh ke atas paha, namun tetap saja wajahnya terasa panas, bola matanya yang lebar langsung menyorot Genta penuh dendam, “bangsat lo, Ta, kalo muka cantik gue rusak gimana?! Lo mau tanggung jawab? Bahkan operasi secanggih apapun gak bakal bikin muka cantik alami gue ini kembali dengan sempurna! Lo sengaja banget sih!”

Genta yang baru sadar jika apa yang ia lakukan kelewatan pun langsung mengusap wajahnya. Ia menatap Gisa yang masih murka, kemudian mendekat, memeluk gadis itu penuh rasa bersalah.

“Sakit ya, Sa? Maaf, gak sengaja gue.”

Gisa melepas pelukan tersebut dengan kencang. “Lah jijik gue.”

Genta menggaruk kepalanya, kemudian menangkup kedua pipi gadisnya. “Sakit ya? Sumpah, kaget doang gue.”

Merasakan elusan lembut dipipi, kerutan di kening yang sebelumnya tebal karena begitu kesal, mulai memudar. “Apa sih, kok lo kagetnya brutal banget.”

Genta tersenyum geli dan hal tersebut hampir membuat Gisa murka kembali jika tidak cepat-cepat Genta ubah raut wajahnya menjadi merasa bersalah lagi.

“Lo lain kali hati-hati kalo ngomong.”

Gisa menghela napas, menyingkirkan tangan Genta dari pipinya. “Gue udah di setting buat jadi orang jujur, jadi ceplos aja lah kalo ngomong.”

“Iya, maaf gue tadi, coba gantian gak papa kok.”

Mendengar ucapan Genta, Gisa meliriknya lamat-lamat, sedikit curiga, lalu kedua tangannya terlipat didepan dada.

“Lo aneh banget sih. Sok manis amat.”

My GisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang