04. Bae?

238 21 0
                                    

i said, i dont care

but,

in the fact, my heart said

i always care about you.

🍀 🍀 🍀

Sesuai dugaan Genta. Hari yang terjadi selanjutnya adalah ketidak tenangan diri laki-laki itu. Terbukti dengan terpampangnya wajah Gisa disebelah pintu appartemennya. Gadis itu mengenakan setelan seragam sekolah yang begitu ketat dan pendek, ia tidak mengenakan kaos kaki, hanya sepatu converse butut yang melapisi kaki gadis itu, rambutnya dibiarkan tergerai dan mulutnya sibuk mengunyah permen karet.

Genta ingin berdecak, namun ia tahan. Ia melanjutkan langkah keluar dan menutup pintu.

“Gue anter kesekolah.”

“Gue bukan supir lo.” jawab Genta ketus.

Gisa tidak tersinggung, ia tetap melangkah sejajar dengan Genta dan kedua tangannya terlipat didepan dada. Mulutnya tak henti-hentinya mengunyah dan mengelembungkan permen tersebut menjadi sebuah balon kecil. Tak jarang, gadis itu juga membunyikan permen tersebut didalam mulut. Genta geram sendiri.

“Daripada jadi pacar gue, mending jadi supir gue kan?” tanya Gisa lagi, mereka berdua kini berada didalam lift, menuju lantai dasar.

Genta tidak menjawab.

“Ta, nggak usah sok dingin deh.” Gisa merangkul lengan Genta, Genta menggerakan lengan tersebut agar pegangan itu terlepas.

“Pokonya kalo gue nggak dianter lo gue bakal bolos.”

“Emang gue peduli?” Genta kembali ketus.

Gisa mendecak pelan. Mengekori langkah panjang Genta yang keluar lebih dulu dari ruang kotak tersebut.

Karena berada tepat dibelakang Genta, senyum jahat Gisa kembali tercetak. Ia berlari kecil dan langsung meloncat kegendongan Genta lagi. Sama seperti kemarin.

“Hya! Hya! Hya!” serunya marah sekaligus terkejut.

“Pokoknya gue anter sekolah. Setiap hari!”

“Lo pikir gue supir lo? Turun sekarang kampret!!!”

Gisa tertawa keras. “Oh, jadi lo sekarang mau nggak nurutin gue? Okay, gue bakal datengin Prima dan Qintan terus bilang kalo gue udah tidur bareng sama lo.”

Genta yang awalnya bergerak liar tiba-tiba terdiam, matanya melirik keatas pada Gisa yang dagunya bersandar pada kepalanya. “Lo udah tau?”

“Tentang?” tanya Gisa dengan suara meledek, “lo yang nggak boleh ketemu gue lagi?”

Genta menelan ludah. “He'em.”

Gisa terkikik. “Ya tau lah gue. Gue aja dibilangin sama mereka kalo gue nggak boleh ketemu lo lagi.”

“Kenapa gitu?”

“Karena lo brengsek.”

Genta menipiskan bibirnya, jujur sekali gadis ini.

“Yaudah turun.”

“Gue turun. Kalo lo nggak anter gue, gue bakal telfon Prima sama Qintan sekarang juga.”

Genta mendengus. “Gue nggak peduli.”

“Dan gue bakal bilang kalo gue sama lo udah ena-ena. Nggak sekedar tidur bareng.”

My GisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang