13. Past Stories

187 16 1
                                    

behind a fine

world,

there's always someone's

life that's

not all right.

🍁 🍁 🍁

Hujan datang setelah tiga belas menit Gisa melangkah menjauhi Genta dengan mengenakan sebuah tanktop hitam dan rok biru seragamnya. Langkahnya terbawa tegas, dengan tangan terkepal kencang tanpa peduli orang-orang disekitarnya yang memandangnya aneh. Seorang siswi SMP mengenakan seragam yang tidak sepantasnya. Gisa juga tahu itu. Ketidak percayaan dirinya lenyap detik itu, saat jarum jam terus bergerak hingga mengubah senja menjadi malam tanpa mengizinkan kakinya berhenti melangkah.

Malam itu, hari itu dan detik itu. Gisa yang gila bertambah gila. Tidak peduli saat tubuhnya diseret oleh lelaki-lelaki hidung belang sampai akal sehatnya kembali saat tanktop nya tersebut dirobek-robek. Amarah gadis itu terlampiaskan lewat sebuah serangan telak tanpa peduli saat bajingan didepannya sekarat ditempat. Ia meludah, melangkah pergi, tanpa peduli dengan apa yang terjadi dengan tubuhnya.

Gadis itu terlihat sangat putus asa. Terus melangkah dengan pandangan kosong menuju rumah. Yang mungkin kondisinya tidak akan membuat keadaannya membaik. Namun, mau bagaimana pun, dirinya sudah kotor. Setelah dilecehkan oleh siswa di sekolahnya hingga membuatnya dikeluarkan secara tidak adil. Gisa kembali disentuh oleh bajingan yang membuatnya muak setengah mati.

Bahkan untuk menangis pun ia merasa tak berhak. Karena apa? Gisa pun tidak tahu harus menyalahkan siapa karena semua memang salahnya. Ia yang bodoh tidak dapat menjaga dirinya sendiri, ia yang bodoh sampai orang lain dapat menyentuh tubuhnya. Ia bodoh, semua salahnya bukan salah siapa-siapa. She very hates her own life at that time.

Napasnya terhembus berat ketika sampai didepan pintu kayu rumahnya, bahkan suara pertengkaran itu semakin jelas dari sebelumnya. Suara teriakan yang selama ini terendam atas nama cinta akhirnya pecah, memberontak dan menuntut sebuah penjelasan. Gisa tahu, suatu saat hal seperti ini akan terjadi. Bahkan Gisa berharap terjadi. Seharusnya Mama melakukan ini sejak dulu, sejak laki-laki tidak bertanggung jawab itu mulai bersikap seenaknya. Tapi cinta Mama lebih dalam dari yang Gisa pikirkan. Gisa menilai Mama bodoh, namun, Mama tetap menganggap sikapnya demi cinta sejati.

Gisa sudah tidak peduli lagi. Ia melangkah masuk dan menutup kembali pintu tersebut dengan keras hingga menyadarkan dua orang diruang tamu tersebut. Disaat Mama menatapnya dengan sorot khawatir, Papa sebaliknya. Beliau menampilkan sorot marah dengan tangan terkepal kencang.

"Apa-apaan kamu, Gisa? Dimana baju kamu?!"

Gisa tidak menyahut, menatap Papa dengan jengah tanpa berniat menghentikan langkah kakinya.

"GISA! JAWAB PAPA! APA YANG KAMU LAKUKAN SAMPAI PULANG BERANTAKAN SEPERTI ITU!"

Ya, Gisa sadar itu. Ia kembali seperti seorang pelacur. Akibat robekan bajingan tersebut, Gisa seperti kembali kerumah dengan hanya mengenakan bra.

"GISA!"

Gisa berhenti melangkah saat terdengar bunyi pecahan dibelakangnya. Vas yang hancur itu hanya berjarak sekian centi dari kakinya. Ia menoleh kebelakang, tatapan tak percaya terlontar pada Papa yang sudah sangat berubah dari sebelumnya. Apa yang akan Papa lakukan? Apa ia akan melempar vas besar itu kearahnya? Bagaimana jika vas tersebut mengenainya tadi? Apa Papa berniat membunuhnya?

Gisa menghela napas kasar.

Gisa muak sudah.

"GUE HABIS LAKUIN HAL YANG SAMA KAYAK JABLAY LO LAKUIN DIBELAKANG MAMA! KENAPA? LO NGGAK SUKA?" Gisa tersenyum smirk. "Lo bahkan suka sama jablay macem gue." lanjutnya pelan.

My GisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang