Masih terbayang kenang yang enggan menghilang. Walau dengan kesadaran penuh aku paham, meski tak sering datang, kenang akan selalu menemukan jalan untuk sesekali bertandang.
Terlampau sering sudah, kukaitkan tiap tetes hujan dengan kenangan. Seruan lantang rinai agar memutar memori lalu untuk sekadar menjenguk sekelumit rasa yang tertinggal --telah pudar apa yang dulu pernah kusebut angan.
Teruntuk kamu, tak terkira berapa banyak sajak yang telah kutulis, dan nyatanya ini semua masih saja tentang dirimu. Kembali membalik apa-apa yang pernah mencipta tawa. Pun tangis sendu yang terlalu sulit untuk kudefinisikan penyebabnya --meski sekadar berbagi cerita pun tak bisa.
Hari ini, senja telah direnggut gelap malam. Berteman sepi 'tuk menarik memoar tidaklah sukar. Cukup sendiri dalam hening. Berterangkan secercah cahaya temaram.
Bukan. Sama sekali bukannya aku tak mau membuka lembar kisah baru. Pun dengan sajak-sajak yang bebas dari segala tentangmu. Bukankah memupus sesuatu yang sulit --atau bahkan tak mungkin terlupa itu hanya tindakan semu?
Begini saja, biarkan kenangan itu mengungkit dirinya sendiri. Berusaha mencuat ke muka ingatan untuk kesekian kali. Tak kuminta ia pergi, melainkan akan kusambut hadirnya dengan wajah berseri. Meyakinkan dirinya bahwa rasaku telah jauh lebih baik di masa ini.
Meracau dalam tulisan;
Sabtu malam, 03 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Rasa
Poetry~Rangkaian Aksara Untuk Semua Rasa~ Bukan sekadar aksara perihal rasaku saja. Namun, ini adalah rangkaian aksara yang kutulis tentang (semua) rasa yang mungkin kamu pun pernah merasakannya. (HANYA SEBATAS PUISI) -15 Desember 2017-