Yein berulang kali menghembuskan nafasnya kasar. Bukan, bukan karena ia marah. Tapi karena ia sedang berusaha menekan rasa gugup yang semakin menjadi-jadi. Tangan kanannya yang melingkar di lengan ayahnya terasa basah oleh keringat, terutama di bagian telapak tangannya. Begitu juga dengan tangan kirinya yang sedang mengenggam satu buket bunga warna biru. Sedangkan penata rias di sampingnya berusaha mengeringkan keringat yang terus mengalir di dahi Yein, yang mungkin saja membuat make up sang mempelai wanita rusak.
"Tenanglah sedikit! Kau bisa merusak riasannya, memangnya kau mau tampil jelek di hari pernikahanmu, hem?" kata Hoseok pelan. Dia tahu persis kalau putrinya sedang menahan gugup. Bahkan sejak semalam Yein tidak bisa tidur karena waktu semakin dekat dengannya yang akan segera melepas masa lajangnya.
"Aku gugup appa," ucap Yein.
Hoseok tertawa. "Kau mirip ibumu."
"Benarkah?"
"Iya, waktu kita menikah, Hyera bercerita kalau ibumu membuat susah tukang rias karena terus-terusan mengeluarkan keringat karena gugup. Bahkan ibumu nyaris membuat gaun pernikahannya sobek karena terus mondar-mandir di ruang rias," Hoseok mengenang kejadian puluhan tahun lalu.
"Sungguh?" Yein menatap takjub pada ayahnya.
Hoseok mengangguk meyakinkan. "Sungguh. Bahkan appa masih bisa melihat lipatan pada gaun ibumu saat menuju altar, padahal harusnya gaun itu sudah disetrika rapi sebelum hari pernikahan. Itu semua karena ulah ibumu yang terus mondar-mandir. Hyera bercerita kalau ia sampai berteriak kesal karenanya."
"Eomma pasti sangat gugup," ujar Yein.
"Bukan hanya eomma, appa juga merasa gugup. Appa menunggu di depan altar dengan perasaan gelisah. Berulang kali appa menghafalkan ikrar yang akan appa ucapkan di depan semua tamu dan saksi. Memang kalimat itu sederhana, tapi mengandung tanggung jawab yang luar biasa besar. Pernikahan adalah permulaan baru dalam hidup kita. Itulah kenapa semua orang gugup di hari pernikahannya."
"Bersiaplah, pintu akan segera dibuka," bisik salah satu staf yang ikut mengurus acara pernikahan Jungkook dan Yein.
Yein mengangguk. Ia semakin erat mengalungkan lengannya pada tangan Hoseok. Degup jantung yang sempat tenang kini kembali bertalu tak karuan. Rasa gugup kembali menyerangnya. Satu hembusan nafas kembali ia lepaskan, berharap mengurangi rasa gugup yang menderanya.
Pintu pun terbuka. Para tamu undangan berdiri dari duduknya untuk menyambut mempelai wanita yang digandeng sang ayah. Dekorasi ruangan yang serba biru putih itu menjadi saksi bisu pernikahan Jungkook dan Yein. Ditambah bunga mawar berwarna biru membuat ruangan terkesan elegan dan sakral. Di sana, di depan altar. Jungkook menunggu dengan jas pengantin warna putih. Dari kejauhan, pria itu tetap terlihat tampan. Yein juga bisa menangkap raut wajah gugup di wajah pria yang sebentar lagi menyandang status sebagai suaminya. Sedangkan di barisan depan, Mijoo dan Hyera berdiri dengan balutan gaun yang tak kalah cantik. Kalau kedua mempelai sekarang tengah gugup, maka Mijoo dan Hyera sedang menahan air mata haru mereka yang mendesak keluar, bahkan sebelum janji dari mulut calon pengantin terucap.
Satu langkah pertama Yein menuju altar. Pikirannya tertuju pada kejadian di mana ia muncul di kampus Jungkook untuk memberitahu gadis bernama Halla kalau ia adalah calon istri Jungkook. Itu adalah kejadian di mana pertama kalinya Jungkook mengakui Yein sebagai calon istrinya di depan teman-teman kuliahnya.
Flashback
"Dia calon istriku."
Sesaat setelah kalimat itu terucap dari mulut Jungkook, Sujeong langsung tertawa keras. Sedangkan semua orang yang ada di sana tampak terkejut, terutama Lee Halla yang sempat menantang Yein untuk bersaing dengannya, bersaing untuk mendapatkan Jungkook lebih tepatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid Girl [END]
FanfictionJungkook adalah definisi pria sempurna bagi banyak wanita. Tampan, tinggi, cerdas dan berasal dari keluarga terpandang. Dia begitu berbanding terbalik dengan sosok Yein. Gadis itu jauh dari kata idaman para pria, bodoh dan berasal dari kalangan bias...