Chap 4

14K 1.3K 8
                                    

Ai ulang publish dehh, soalnya gak ada notifnya

——-

Siang ini Anton memenuhi permintaan Sunny yang menginginkan Megan menemani kemoterapinya, Megan memberi dukungan untuk Sunny.

Dari efek kemo Sunny terus mual, bahkan wajahnya sangat pucat. Kakaknya Sunny terus melantunkan doa agar adiknya diberi kekuatan, ia masih menginginkan Sunny ada dihidupnya. Vina, 25 tahun. Jarak yang terpaut jauh, ibu mereka meninggal saat melahirkan Sunny dan ayah mereka tengah berkerja.

"Ada yang sakit?" Tanya Megan duduk ditepi bangsal.

"Gak ada." Jawab Sunny tersenyum.

Megan ikut tersenyum, walaupun ia kenal dengan Sunny tidak selama Anton, tapi ia sudah menyayangi Sunny dengan tulus.

"Sunny." Panggil Megan.

"Iya?"

"Kak Aiden mau ketemu sama kamu."

"Oh ya??? Kakak ganteng yang kakak kasih ke aku fotonya waktu itu?" Tanya Sunny antusias, pertama kali ia melihat foto Aiden melalui ponsel Megan. Sunny langsung tertarik.

"Iya, tapi dia lagi usaha buat kosongin waktunya."

Seketika wajah Sunny kembali murung.

"Kak Aiden nitip salam buat kamu." Tambah Megan membuat Sunny kembali tersenyum.

"Salam balik, bilang Sunny mau ketemu."

"Oke."

Megan mengusap pipi Sunny yang semakin menirus, bahkan bibirnya yang pucat masih menunjukkan senyuman yang indah.

Setelah itu Anton dan Megan pamit keluar, mereka harus meninggalkan ruangan agar Sunny istirahat dengan baik.

"Hari ini kosong?" Tanya Anton.

"Kayak enggak deh, aku ada operasi nanti jam 2 siang."

"Oh kiraiin."

Megan berjalan terlebih dahulu, ia tidak mau ada orang mengira kedekatan ia dan Anton disalah artikan. Bahaya.

Setibanya di ruangan, Megan tiba-tiba ingin menelpon Aiden. Setelah melihat jam, sepertinya ini jam kosongnya.

"Hallo." Sahut seseorang dari sebrang, ini bukan suara Aiden.

"Kok?" Megan tau ini suara Dex.

"Barusan suami kamu tidur, mungkin efek obat yang aku kasih."

"Kamu kasih apa?"

"Obat pusing sama tidur, Aiden kecapek'an kayaknya."

"Tapi sekarang udah baikan?" Tanya Megan.

"Katanya udah, biarin dia tidur. Lagian jadwal siang ini kosong."

"Makasih ya Dex, untung kamu ada disana."

"Sama-sama."

Telpon itu mati, Aiden sakit? Padahal tadi pagi ia kelihatan seperti biasanya, tidak ada tanda-tanda Aiden sakit. Sepertinya nanti malam ia harus memeriksa Aiden.

****
Dilain sisi, Dex yang keringat dingin mengangkat telpon dari Megan. Apa yang harus ia katakan pada Megan agar wanita itu tidak khawatir.

Otaknya berputar mencari alasan yang pas dan logis.

Tidak lama ponsel Aiden mati, Dex merasa lega saat Megan percaya dengan ucapannya.

"Aiden... segala pingsan." Kata Dex pada Aiden yang terbaring lemah di klinik kantor.

Beberapa menit lalu Aiden sedang menjalani evaluasi, ntah kenapa Dex rasanya tidak ingin pulang. Akhirnya ia menunggu Aiden sampai selesai dan pikirannya benar, Aiden amburuk di tengah evaluasi.

Ia menduga Aiden kelelahan dan stress, setelah di pikir-pikir oleh Dex. Mungkin Aiden memikirkan Milla yang takut mengganggu Megan. Dex sedang menanti dokter untuk datang ke sini.

"Den bangun kek, gue barusan bohong sama Megan. Lagian kenapa coba lo bisa pingsan, padahal Megan selalu ngasih lo makanan sehat sama vitamin. Udah lo gak usah mikirin Milla, Milla gue sentil juga jadi debu." Oceh Dex melihat Aiden masih mejamkan matanya.

Dex kenal sekali dengan Aiden, pertama kalinya ia melihat Aiden pingsan. Sebegitunya kah Aiden khawatir dengan nasib Megan setelah ia mengetahui Milla bebas. Pikir Dex.

"Masa sih? Dugaan gue terlalu drama."




#TBC

Forever, I'm Yours (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang