Chap 11

12.1K 1.3K 63
                                    

Menuju perjalanan pulang, Aiden tidak membawa mobil barunya. Ia akan mengambilnya nanti. Sekarang ia nampak fokus pada jalanan yang sudah gelap dan ramai.

Tiba-tiba Megan mengingat kejadian Aiden menerima telpon yang belum ia ketahui siapa penelponnya.

Namun ia hanya bisa memendam, Megan ingin Aiden sendiri yang mengatakan tanpa diminta.

"Mahal." Panggil Aiden.

"Ya?"

"Besok aku empat hari ke Jepang."

Megan mengerutkan dahinya, ia akan ditinggal oleh Aiden. Hal yang membuatnya kesal sekaligus sedih, Aiden kalau sudah sibuk akan lupa memberi kabar. Apalagi ini konteksnya luar negri, yang tidak bisa ia susul kalau khawatir ataupun rindu dengan mudah.

"Mendadak banget." Hanya kata itu yang bisa ia ucapkan, namun terdengar sedih.

"Maaf ya." Aiden mengambil tangan Megan lalu ia genggam.

Perubahan mood Megan anjlok, tidak ada yang menemaninya dirumah nanti. Sepertinya ia harus merekrut ART dari rumah Piter, agar ada teman jika Aiden pergi ke luar negri ataupun kota.

Aiden dapat merasakan kesedihan Megan, ia menepikan mobilnya kemudian mengangkat dagu Megan. Hatinya mencelos melihat pipi Megan sudah basah.

"Sini-sini peluk." Aiden menarik tubuh Megan kedalam pelukannya. Ia mengusap punggung Megan dan mengecup bahu istrinya.

"Apa aku batalin aja? Aku gak tega liat kamu kayak gini." Ujar Aiden setelah ia melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Megan.

Megan menggeleng.

"Aku gak mau ngalangin kamu untuk mengembangkan perusahaan. Dari awal aku juga udah janji sama diri sendiri kayak gitu."

"Atau kalau kamu gak sibuk, kamu susul aku, sekalian kita jalan-jalan." Aiden membangun suasana agar Megan tidak sedih.

"Rumah sakit gak bisa ditinggal sekarang."

Aiden menghela nafasnya, susah sekali meminta waktu cuti dari seorang dokter.

Tidak ada jalan lain, inilah resiko dari pernikahan mereka. Aiden sudah membayangkannya sebelum nikah.

Aiden menjalankan mobilnya menuju rumah, setelah tiba. Ia merangkul Megan untuk masuk. Dikamar, Aiden yang melihat Megan tengah melepaskan baju luar. Ia melakukan pelukan belakang, lalu mengecup pipi Megan.

"Aku bau belum mandi." Ucap Megan agar Aiden menjauh.

"Gak mau." Aiden tidak melepaskannya.

Tanpa sungkan Megan melepaskan pakaian yang hanya bersisakan tangtop hitam, pinggangnya bercetak sangat ramping. Aiden menguncir rambut Megan asal, ia tidak tau tehnik menguncir yang benar.

"Eh kamu udah dateng bulan belum sih?" Tanya Aiden yang tak sengaja melihat tanggal dilingkar merah dan sekarang tanggal itu sudah lewat seminggu bahkan lebih.

"Kenapa emang?"

"Gapapa, minggu yang ini kita ngelakuin kan ya?" Aiden mengambil kalender kemudian menunjukkannya pada Megan.

"Iya."

"Seharusnya kamu dapet, kok waktu itu enggak?"

Megan juga baru sadar, seharusnya ia sudah datang dari minggu lalu. Tapi seingatnya minggu itu ia dan Aiden sedang rutin melakukan hubungan.

"Nanti aku konsul deh ke Mala." Megan meletakan kalender itu lagi diatas nakas.

Megan beralih ke kamar mandi setelah ia memberikan kecupan kilat dibibir Aiden. Merasa terpanggil, ia menyusul Megan.

***
Rumah sakit
14.00 WIB

"Kenapa dokter cantik ini?" Tanya Mala saat Megan sudah masuk keruangannya. Dokter obsygn terbaik yang merupakan teman Megan sewaktu koas dirumah sakit yang sama.

"Bisa aja."

Megan duduk dihadapan Mala, ia menjelaskan semua yang di alami tentang menstruasinya yang telat. Ia dianjurkan untuk telentang diatas bangsal, Mala mengoleskan gel bening ke perut Megan.

Pemeriksaan pun dimulai.

Mala mencoba mencari penyebabnya, dalam hati Megan mengharapkan yang terbaik. Ia tidak mau divonis penyakit yang akan menghambat pembuahan anak. Ini sudah waktunya ia dan Aiden menjadi seorang ayah dan ibu.

"Ketemu." Ujar Mala melihat gumpalan kecil di monitor.

"Ada apa? Bukan tumorkan?" Tanyanya dengan suara serak dan tiba-tiba matanya sedikit berkaca.

Mala menghela nafas, tatapannya berubah sendu. Megan yang melihat ekspresi Mala membuatnya semakin takut. Tanpa sadar Megan mencengkram ujung bajunya, jantungnya terasa akan lepas menanti kepastian dari Mala. Sebisa mungkin ia terlihat tegar mendengar semuanya.

"Aiden dirumah?" Tanya Mala.

Megan menggeleng. Aiden sudah berangkat tadi pagi.

"Kamu harus kasih tau ini sama Aiden."

Mala menunjukkan gumpalan itu pada Megan seraya menjelaskannya, Megan masih belum sadar apa gumpala itu. Otaknya ditutupi oleh rasa ketakutan.

"Jalan 8 minggu." Ujar Mala sambil tersenyum.

Megan syok mendengarnya, ia tidak merasakan adanya tanda-tanda kehamilan. Makannya ia tidak terlalu berharap tinggi adanya janin dirahim. Namun setelah diteliti dan diingat, ia memang sekarang ini mudah marah dan sedih secara tiba-tiba. Contohnya seperti kemarin. Bisa dibilang ia sedang sensitif.

"Itu biasa kok, kakak iparku kemarin ketahuan hamil pas 12 minggu."

Megan kembali ke posisi duduknya yang berhadapan. Ia langsung merasa dunianya berubah 180 derajat.

"La, ini beneran?" Tanya Megan yang masih belum percaya. Ia akan menjadi seorang ibu.


#TBC

Forever, I'm Yours (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang