Lana membuka jendela kamarnya yang terletak di lantai dua rumahnya. Ia menghirup dalam udara pagi yang terasa segar. Angin semilir yang terasa sejuk menerbangkan anak-anak rambutnya. Ia sangat merindukan aroma menyegarkan ini yang hampir tak pernah dirasakannya lagi. Baru tadi malam, ia sampai kembali di istana tercintanya setelah menempuh perjalanan jauh dengan pesawat dari Inggris. Lana baru saja menyelesaikan kuliahnya di sana setelah 4 tahun menetap di negara asal papanya itu.
"Ahh... Akhirnya..., aku bisa berkumpul lagi dengan keluarga tercintaku. Jarang ke sini, sekarang udah banyak yang berubah juga. Banyak tetangga baru yang gak dikenal." gumamnya. Ia membalikkan tubuhnya dan bergegas untuk turun ke bawah menemui keluarganya yang sudah berkumpul di ruang makan. Ia mengambil ikat rambut di atas meja riasnya dan mencepol rambut panjang sedadanya ke atas. Ia berjalan keluar kamarnya dan menuruni tangga menuju ruang makan di mana kedua orang tuanya juga adik dan kakaknya sudah menunggu di sana. Ia tersenyum lebar begitu sudah sampai di sana.
"Pagi semuanya!" sapanya sambil duduk di sebelah kakaknya yang sudah siap dengan kemeja dan jas kerjanya.
"Gimana tidurnya tadi malem?" tanya Amy, mamanya. Lana tersenyum.
"Nyenyak banget, Ma. Aku kangen banget sama kamarku. Udah lama aku baru tidur lagi di ranjang kesayanganku." Amy hanya tersenyum.
"Ranjangnya ganti dong, Kak! Udah gede masa ranjangnya masih bergambar Doraemon. Kayak balita aja tahu, Kak." Lana mendengus mendengar ucapan Jeana, adiknya.
"Biarin aja kali! Orang aku penggemar berat Doraemon." ucapnya cuek.
"Kalian ini... Baru ketemu lagi itu seharusnya kangen-kangenan, bukannya ribut. Kebiasaan!" timpal Amy sambil menyuap nasi gorengnya. Papa dan kakaknya hanya menggelengkan kepalanya melihat mereka. Lana mulai menikmati nasi goreng kari yang terasa begitu nikmat di lidahnya. Di Inggris, ia jarang memakan makanan ini lagi. Mungkin karena efek sudah lama tak merasakan lagi, ia begitu lahap menyantapnya.
"Kami pamit dulu ke kantor. Besok, kamu jangan lupa untuk datang ke kantor Papa, Lan!" pinta Alistair, papa Lana. Gadis itu hanya mengangguk.
"Siap, Pa." Alistair mengangguk.
"Kalau gitu, kami berangkat dulu." pamit Pascal, kakak lelaki Lana sambil menyalami Amy. Jeana ikut berdiri sambil menggendong tas hitamnya.
"Jeje pamit dulu ya, Ma, Kak?!" pamitnya sambil menyalami Amy dan Lana bergantian. Lalu, gadis remaja itu berjalan keluar mengikuti Alistair dan Pascal menuju garasi. Tinggal Lana dan Amy yang masih tersisa di ruang makan.
"Kamu mau ikut Mama keliling komplek gak udah ini? Sekalian mau nyari tukang sayur yang biasa mangkal." Lana mendongakkan kepalanya dan menatap mamanya. Ia mengangguk.
"Mau, Ma. Udah lama aku gak keliling komplek lagi." Amy mengangguk. Lalu, mereka kembali menghabiskan sisa makanan yang tinggal setengah lagi.
***
Jajaran rumah-rumah warga di komplek perumahan terasa agak asing sekarang di mata Lana. Ia benar-benar pangling dengan area komplek perumahannya sekarang. Padahal, ia juga selalu menyempatkan diri pulang ke Indonesia jika kebetulan di Inggris sedang musim liburan.
"Kok agak asing ya Ma tetanga-tetangganya? Padahal aku juga suka nyempetin pulang ke Indonesia." tanyanya kepada Amy di sebelahnya.
"Namanya juga perumahan, Lan. Gak jauh beda sama kontrakan, gonta ganti penduduk." Lana hanya mengangguk. Mereka terus berjalan menyusuri jalan kecil di komplek perumahan sembari olahraga pagi.
"Alhamdulillah masih ada si Abang sayurnya. Biasanya, tiap Mama ke sana, Mama cuma kebagian sisanya aja. Kesiangan dikit, udah kita gak kebagian. Makanya, Mama sengaja lebih pagi biar gak keabisan lagi." Lana mengikuti mamanya menuju penjual sayuran yang sedang dikerumuni oleh kumpulan ibu-ibu itu.
"Eh..., Bu Amy. Takut keabisan, ya? Makanya cepet-cepet." Amy tertawa dan mengangguk.
"Iya, Bu Siti. Tiap saya ke sini, saya suka gak kebagian, jadi lebih pagi." wanita itu mengangguk.
"Kalau gak salah... ini Alana, ya? Lana." tebak salah seorang ibu yang menatap Lana. Amy tersenyum dan mengangguk.
"Iya, Bu Titin. Ini anak saya yang kedua, Lana. Dia baru pulang tadi malam dari Inggris." Lana tersenyum dan menyalami wanita paruh baya itu.
"Makin cantik dan pangling aja. Gak kerasa udah segede gini lagi." puji ibu itu. Lana hanya tersenyum. Amy hanya tersenyum dan mulai memilah berbagai sayuran segar yang tersedia.
"Iya. Karena udah lama gak di sini juga, Bu. Jadi pangling."
"Eh, lihat! Itu duren, tetangga baru yang rumahnya di sebelah sana itu, 'kan?" seru seorang ibu antusias sambil menunjuk ke arah kumpulan para pedagang kaki lima yang tak jauh dari sana. Lana dan Amy mengikuti arah pandangan ibu itu. Ada 3 orang lelaki yang sedang berjalan menuju kedai bubur ayam yang ada di sana.
"Eh, iya. Wah..., keren banget, ya? Siapa yang nyangka dia duda." timpal seorang ibu lainnya. Lana ingin tertawa mendengar ekspresi centil ibu-ibu itu seperti remaja yang melihat gebetannya saja. Amy hanya menggelengkan kepalanya.
"Sadar, Bu... Inget suami di rumah!" tegur Amy. Lana tertawa pelan. Ia menatap ketiga lelaki itu yang masih menjadi objek perhatian para ibu-ibu di sana.
"Emang yang mana Ma yang dudanya?" tanya Lana kepada Amy. Ia penasaran juga. Seperti apakah sosok yang dikagumi mereka itu.
"Yang pake kaos singlet putih sama celana hitam pendek." tunjuk Amy kepada salah seorang dari ketiga lelaki itu. Lana mengangguk. Ia memperhatikan seorang lelaki yang ia tebak bertubuh tinggi atletis dan berkulit bersih dari kedua temannya yang berkulit gelap. Lelaki itu menoleh sekilas ke arah kumpulan ibu-ibu yang masih menatapnya dengan tatapan memuja. Lana melihat sekilas raut wajah lelaki itu. Tampan juga ternyata. Pantes ibu-ibu rempong ini pada semangat '45, ucapnya dalam hati sambil tertawa pelan.
"Ayo, Lan! Kita pulang." Lana mengalihkan kembali pandangannya pada mamanya yang sudah menenteng kantong plastik transparan yang berisi sayur mayur.
"Udah Ma belanjanya?" Amy mengangguk. Lalu, mereka berdua pamit dari sana meninggalkan kerumunan ibu-ibu yang masih asyik bergosip ria tentang lelaki yang merupakan tetangga baru itu.
***
"Ma...." panggil Lana yang sedang membantu mamanya mencuci buah dan sayuran di dapur. Amy yang sedang mencuci sayuran menolehkan wajahnya.
"Kalau boleh tahu..., nama duda yang tadi siapa ya namanya?" ia masih penasaran dengan sosok tampan yang dilihatnya tadi di jalan komplek yang menjadi tetangga barunya sekarang.
"Kalau gak salah Kamal, Kamal gitu, deh. Mama lupa namanya." jelas Amy.
"Oh... Dari kapan dia pindah ke sini?"
"Udah seminggu. Dia nempatin rumah bekas Pak Irsyad dan Bu Dina. Katanya, dia keponakannya Pak Irsyad dari kakak tirinya." Lana mengangguk.
"Oh. Keluarga Pak Irsyad pindah ke mana, Ma?"
"Denger-denger sih ke Batam. Jadi, dia nyuruh keponakannya buat nempatin rumahnya. Mama denger dari tetangga kalau dia cerai sama istrinya dan anaknya ikut ke mantan istrinya." Lana membulatkan matanya tak percaya dan menatap mamanya serius.
"Dia udah punya anak?" Amy mengangguk.
"Iya. Punya dua anak katanya. Dia ngejual rumah yang ditempatinnya sama mantan istrinya dan pindah ke sini sama temen-temen kerjanya." Lana mengangguk.
"Oh... Mama kok gak ikut tertarik kayak ibu-ibu tadi? Kan dia ganteng." Amy melotot kepada putrinya.
"Kamu ini... Papa mau di kemanain?" Lana tertawa.
"Ya..., selama Papa gak tahu, gak apa-apa juga kan ngecengin dikit?" Amy memukul pelan lengan putrinya dengan bayam yang akan dicucinya.
"Gak bener kamu, Lan!" Lana masih tertawa dan melanjutkan kembali aktivitasnya merapikan sayuran dan buah yang sudah dicuci oleh mamanya sebelum dimasukkan ke dalam kulkas.
![](https://img.wattpad.com/cover/140896628-288-k588963.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second
Romance(CERITA INI SUDAH TERBIT DI EBOOk. SILAKAN CEK DAN DOWNLOAD DI PLAYSTORE) Duren? Satu kalimat yang membuat Lana ingin tertawa mendengarnya. Kesan pertama saat ia pertama melihat seorang lelaki yang berstatus duda yang juga merupakan tetangganya. Tap...