Amy menatap putrinya heran dan penuh tanda tanya. Ia melihat putrinya yang baru pulang dengan penampilan yang kusut dan berantakan. Ia bisa melihat bekas air mata dari wajahnya. Apa yang terjadi dengan putrinya? Ia mulai tidak enak hati.
"Lan? Kamu dari mana dulu?" Lana yang berjalan melewati keluarganya yang sedang berkumpul di ruang tengah langsung mengalihkan pandangannya. Ia bingung harus menjelaskan dari mana. Begitu juga dengan papa, kakak, dan adiknya yang ikut memperhatikannya. Alistair memperhatikan gerak-gerik putrinya.
"Apa benar kamu tadi keluar bersama teman-temanmu sepulang dari kantor?" Lana mengangguk.
"Iya, Pa. Aku janjian sama Hana dan Milda buat jalan-jalan." Pascal meneliti adiknya dan pandangannya jatuh pada pergelangan tangan Lana yang terlihat merah dan memar. Ia mengerutkan keningnya curiga.
"Tangan kamu kenapa, Lan?" Lana langsung melirik tangannya yang masih terdapat bekas cekalan Barra tadi. Ia langsung gugup dan tak tahu harus menjawab apa.
"I-ini...." Amy semakin yakin jika ada sesuatu yang terjadi dengan putrinya.
"Kamu duduk dulu di sini!" pintanya kepada Lana. Dengan takut-takut, Lana menghampiri mereka dan duduk di samping Amy.
"Coba Mama lihat tangan kamu!" Lana menunjukkan tangannya yang memar dengan gemetar kepada mamanya. Amy meneliti sebentar tangan putrinya. Ia langsung menatap serius Lana.
"Jujur sama kami! Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu?" tanyanya serius. Lana menarik nafasnya sejenak. Jantungnya sudah berdegup kencang dengan tatapan ingin tahu dari anggota keluarganya.
"A-aku tadi..., berantem sama..., Barra." jelasnya takut-takut dengan wajah yang menunduk. Ia tak berani menatap mereka. Hening sejenak.
"Dia melakukan apa saja sama kamu?" Lana bisa mendengar nada tajam dari suara berat kakaknya. Ia mulai gelisah setengah mati.
"Di-dia..., marah sama aku karena aku jarang hubungin dia. A-aku marah karena dia nuduh aku..., selingkuh dan tak menghargainya. Aku cuma pengen punya waktu sendiri aja dan dia gak mau tahu." jelasnya dengan air mata yang mulai mengalir kembali. Amy menatap iba putrinya.
"Apa kamu masih nyaman sama dia?" Lana menggeleng.
"Aku udah putusin dia, Ma. Selama ini, aku gak pernah ada rasa sama dia karena sikap dia juga yang kasar dan pemaksa. Kalau dia gak kayak gitu, mungkin aku bisa belajar mencintai dia." Pascal mengepalkan tangannya menahan emosi. Rahangnya mulai mengeras. Ia tak terima ada yang menyakiti adik perempuan kesayangannya itu.
"Kamu jangan pernah temui lelaki itu lagi! Kalau dia menemui kamu lagi, bilang sama Kakak atau Papa." Lana hanya mengangguk.
"Aku udah sering minta putus sama dia, tapi dia gak mau dan terus maksa aku bertahan dalam hubungan yang gak jelas ini. Aku takut Ma Barra nekat sama aku." Amy meraih tubuh putrinya ke dalam pelukannya. Ia mengelus lembut punggung Lana yang bergetar karena menangis. Alistair masih terdiam. Dari awal, ia kurang setuju dengan Barra yang terlihat gencar untuk mendapatkan putrinya. Ia tahu jika Lana tidak mencintai lelaki itu. Ia berusaha untuk meredam emosinya.
"Parah banget tuh cowok. Udah tahu Kakak gak mau, masih aja maksa. Kayak gak punya harga diri aja." cibir Jeana yang ikut merasa kesal dengan hubungan asmara kakaknya." Amy masih menenangkan putrinya yang masih terisak di dadanya.
"Udah, ya! Sekarang, lebih baik kamu istirahat. Jangan terlalu banyak pikiran. Kan hari senin kamu mau ikut Papa sama Kakak ke Makassar. Kamu gak boleh sakit nanti." Lana hanya mengangguk. Ia sudah terlalu lelah sekarang dan ia hanya butuh tidur untuk menenangkan jiwanya yang seakan terguncang depresi saat ini akibat ulah lelaki yang sudah berstatus mantan kekasihnya mulai saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second
Romance(CERITA INI SUDAH TERBIT DI EBOOk. SILAKAN CEK DAN DOWNLOAD DI PLAYSTORE) Duren? Satu kalimat yang membuat Lana ingin tertawa mendengarnya. Kesan pertama saat ia pertama melihat seorang lelaki yang berstatus duda yang juga merupakan tetangganya. Tap...