8. Waiting For You

12.5K 754 2
                                        

Setelah kebersamaan mereka sebulan yang lalu, Lana dan Akmal mulai semakin dekat saat ini. Lana bahagia dengan kehadiran lelaki itu yang memberi warna-warna indah di hari-harinya. Mereka sering menyempatkan waktu untuk pergi berdua dan sekedar mengakrabkan diri. Bahkan, Akmal tak sungkan lagi untuk sekedar berkunjung ke rumahnya. Ia kagum dengan Akmal yang selalu terlihat sopan dan bisa menarik simpati papanya yang tak mudah untuk didekati, meski papanya belum memberikan komentar apa-apa akan kedekatan mereka. Tapi ia yakin, papanya atau keluarga yang lainnya tak terlalu mengkhawatirkannya seperti saat ia dulu bersama Barra karena citra Akmal yang terlihat sebagai lelaki baik-baik di mata mereka. Namun, ada hal yang begitu menggangu pikirannya saat ini. Sebagai perempuan, ia ingin sebuah kejelasan dengan kedekatan mereka. Lana sudah bukan remaja yang menyukai pacaran dan hubungan yang tidak jelas ke mana arahnya. Ia sekarang menginginkan calon pendamping mengingat usianya yang semakin bertambah. Mama dan papanya sudah menanyakan apakah ia sudah mempunyai calon untuk dikenalkan saat ini. Apalagi, Akmal adalah lelaki dewasa dan apakah Lana salah jika ia berharap lelaki itu akan melamarnya? Ia sedang galau dengan perasaannya sendiri. Ia tak mau mengungkapkan apa yang dirasakannya pada lelaki itu. Bagaimana kalau Akmal ternyata hanya menjadikannya sahabat yang nyaman dengannya? Mau ditaruh di mana harga dirinya di hadapan lelaki itu?

"Gue harus gimana, Ta? Gue bingung banget sekarang." tanyanya kepada Tanya. Mereka berdua sedang menghabiskan waktu senggang di sebuah kafe. Tanya melihat wajah frustasi Lana.

"Emangnya dia gak pernah bilang sesuatu gitu sama lo? Ya..., semacam kode-kode gitu." Lana terlihat berpikir sejenak. Ia sangat bingung saat ini.

"Gue bingung, Ta. Gue gak pengalaman untuk mengetahui keinginan cowok. Dia gak pernah ngomong apa-apa selain kita saling nyaman aja dengan kedekatan kita. Tapi gue butuh kejelasan, Ta."

"Mungkin dia butuh waktu untuk ngungkapin perasaannya sama lo kalau emang dia punya perasaan yang sama kayak lo. Lo coba perhatiian bahasa tubuh dia kalau dia lagi ngobrol sama lo, terutama tatapan matanya saat lagi lihat lo. Lo bisa nebak perasaan dia dari tatapan matanya." saran Tanya. Lana terlihat berpikir sejenak.

When you hold me in the street

And you kiss me on the dancefloor

I wish that it could be like that

Why can't it be like that?

Cause I'm yours

"Ahh..., makin bikin baper aja nih lagu." lagu yang mengalun ke setiap penjuru kafe membuat hatinya seakan tersindir saja. Tanya tertawa.

"Udah lah, Lan. Jodoh gak akan ke mana. Kalau dia emang jodoh lo, pasti bakalan ada jalan kalian bersatu." Lana mengangguk. Sahabatnya ada benarnya juga.

"Daripada galau, mendingan lo nanti ikut aja ke pesta ulang tahunnya si Callista. Lo masih inget dia, 'kan?" Lana terlihat berpikir sejenak.

"Temen SMA kita?" Tanya mengangguk.

"Iya. Kita diundang untuk datang ke klub. Lo mau ikut, gak?" Lana mendengus.

"Gak ada tempat lain apa selain di klub? Gue males ah kalau ke tempat kayak gitu. Bisa diomelin ortu gue." Tanya tertawa.

"Bukannya di Inggris lo udah biasa kan maen ke klub?" Lana menghela nafas sejenak.

"Iya. Gue emang pernah maen ke klub waktu masih di Inggris. Tapi itu juga sama temen-temen gue banyakan, dan itu pun karena bujukan teman gue juga ditambah gue penasaran aja belum pernah ke sana. Cuma dua kali, kok. Gue gak nyaman sama tempatnya, jijik banget lihatnya. Bisa disembelih gue kalau sampai mereka tahu gue pernah ke sana." Tanya tertawa lagi. Lana tak mau lagi menginjakkan kaki di tempat penuh dosa itu. Ia tak mau nanti Akmal sampai tahu dan dicap sebagai perempuan yang tidak baik.

The SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang