4. Merindukankukah?

14.7K 995 4
                                    

Lana baru saja pulang dari Makassar bersama kakak dan papanya. Sebagai sekretaris Pascal, ia harus ikut serta ke sana mendampingi sang CEO dalam rangka peninjauan proyek pembangunan apartemen yang dibangun di sana. 3 hari di sana cukup puas baginya untuk sekalian berlibur mengelilingi dan menikmati keindahan alam di ibu kota Sulawesi Selatan itu. Ia merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal setelah perjalanan jauh di pesawat dari Makassar ke Jakarta. Ia memejamkan matanya yang terasa berat dan perlahan, kelopak matanya mulai menutup.

Tok tok tok ....

Lana yang sudah mulai terlelap langsung membuka matanya kembali. Ia berdecak kesal karena tidurnya terganggu. Tak tahukah ia sangat butuh istirahat saat ini.

"Lana! Boleh Mama masuk?" sahut Amy dari balik pintu. Lana mengacak rambutnya kesal.

"Masuk aja, Ma." tak lama, Amy masuk ke dalam kamar putrinya.

"Maaf Mama ganggu istirahat kamu. Bu Titin tadi pagi jatuh dan pingsan di kamar mandi. Sampai sekarang, beliau belum sadar-sadar. Tetangga lainnya pada nengok ke rumahnya. Mama gak enak kalau gak ikut lihat. Kamu mau kan temenin Mama ke sana?" Lana menghela nafasnya sejenak. Kalau bukan karena rasa sosialisasi dan peduli terhadap orang dekat, ia tak mau. Ia mengangguk. Amy tersenyum lega.

"Maafin ya udah ganggu tidur kamu? Jeana belum pulang. Mama malu sendiri ke sana." Lana hanya mengangguk.

"Gak apa-apa, Ma. Ayo!" ajaknya sambil beranjak dari ranjangnya. Amy mengangguk.

***

Lana memutuskan untuk keluar sebentar dari rumah. Mamanya sedang mengobrol dengan ibu-ibu lainnya di dalam rumah tetangganya itu. Ia merasa iba dengan wanita paruh baya yang sampai sekarang masih terbujur lemah di ranjangnya dan belum membuka matanya lagi. Menurut penuturan anaknya, penyakit darah tingginya sedang kambuh. Ia berjalan keluar rumah untuk membeli sesuatu ke warung yang tak jauh dari rumah tetangganya itu. Setelah sampai di warung, ia melihat lelaki yang ia tahu sebagai temannya Akmal di sana.

"Mas Loka. Lagi beli apa, Mas?" Loka yang sedang mengambil uang kembalian dari penjaga warung langsung menolehkan wajahnya. Ia tersenyum.

"Eh..., Lana. Lagi beli rokok, nih. Kamu mau beli apa?" Lana tersenyum.

"Mau beli minuman aja. Kebetulan haus." Loka mengangguk.

"Oh, iya. Kamu ke mana 3 hari gak kelihatan?" Lana tersenyum.

"Saya lagi ke Makassar sama papa dan kakak saya. Biasa, urusan kantor." jelasnya. Loka mengangguk.

"Si Akmal bilang dia gak lihat kamu selama 3 hari kemarin waktu dia bolak balik ke arah rumah kamu." Lana mengerutkan keningnya. Akmal mencarinya? Atau ada hal lainnya?

"Apa..., Mas Akmal mau ada perlu penting sama saya, mungkin?" Loka mengedikkan bahunya.

"Gak tahu juga. Mungkin dia pengen ketemu kamu kali. Kangen, hahaha...." ucapnya sambil tertawa. Lana tersenyum tipis dan wajahnya tersipu. Apakah Akmal merindukannya? Haduh, Lana... Rindu dari mananya? Lana menggelengkan kepalanya.

***

Anak-anak yang mengaji baru saja bubar dar mesjid. Lana baru pulang dari rumah Tanya, teman SD-nya dan juga SMA-nya yang satu komplek dengannya. Tanya baru saja pulang dari Thailand di mana ia meneruskan pendidikannya di sana. Ia begitu rindu dengan teman masa kecilnya itu setelah tamat SMA mereka merantau ke luar negeri untuk mencari ilmu. Ia melewati mesjid yang baru bubar sholat isya. Ia melihat seorang lelaki yang memakai baju koko putih lengkap dengan sarung dan pecinya dalam kerumunan bapak-bapak, remaja, dan anak-anak yang tak begitu jauh darinya.

"Mas Akmal!" serunya. Akmal yang merasa ada yang memanggilnya langsung menolehkan wajahnya dan tersenyum. Orang-orang lainnya ikut menolehkan wajahnya pada Lana. Akmal berjalan menghampirinya.

"Lana? Sedang apa di sini?" Lana tersenyum.

"Aku baru pulang dari rumah temen di sini. Dia baru pulang dari luar negeri. Dan kami temu kangen setelah lama gak bertemu." Akmal mengangguk.

"Kemaren kamu ke mana gak ada 3 hari?" Lana tersenyum lagi. Bolehkah ia berharap sedikit saja?

"Aku baru pulang dari Makassar dampingin papa dan kakak dari kantor di sana. Aku kan sekretarisnya Kakak, jadi otomatis aku harus ikut." Akmal mengangguk.

"Oh... Dikira ke mana." Lana hanya tersenyum. Ia melihat wajah Akmal yang tertimpa cahaya bulan. Meski dalam keremangan, ia masih bisa melihat raut mempesona lelaki itu. Mereka bertatapan beberapa jenak.

"Ehm... Mas, aku mau pamit dulu, ya?! Gak apa-apa, 'kan?" tanyanya mencoba untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba terasa mendebarkan.

"Boleh gak aku minta nomor ponselmu?" Lana menatap lelaki itu sejenak. Akmal tersenyum.

"Lana...." Lana mengerjapkan matanya.

"Eh... I-iya, boleh." ia menyebutkan nomor ponselnya dan mereka saling bertukar nomor.

"Yaudah. Kalau gitu, saya pamit dulu ya, Mas?!" Akmal tersenyum dan mengangguk.

"Boleh kan kalau sekali-kali aku mampir ke rumah kamu?" Lana merasa gugup dan salah tingkah mendengar pertanyaan Akmal yang terdengar menggodanya. Akmal tertawa melihat rona merah di wajah putih gadis itu.

"Aku cuma bercanda, kok. Tapi boleh kan aku masuk kalau kebetulan lewat rumah kamu? Untuk mengakrabkan diri sebagai tetangga baru di sini." Lana tertawa pelan.

"Boleh aja, Mas. Silakan aja." Akmal hanya mengangguk.

"Oke. Yaudah, aku pulang dulu. Assalamualaikum." pamitnya sambil membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan Lana sendiri di sana.

"Walaikumsalam." jawabnya sambil menatap Akmal yang mulai menghilang ditelan kegelapan. Apakah ia mulai menaruh sebuah harapan pada lelaki itu?

The SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang