12. Teman Hidup

12.5K 714 1
                                    

Lana menarik nafasnya dan menatap sekali lagi dirinya hari ini. Bayangan-bayangan tentang masa depan mulai berkelebat dalam benaknya silih berganti. Kehidupan seperti apakah yang akan ia hadapi nanti? Ia teringat akan ucapan Akmal waktu itu yang membuatnya berani melangkah sampai ke tahap ini.

"Lana, aku mohon jangan menyerah akan hubungan kita. Kita hadapi ini bersama. Tetaplah tinggal bersamaku apa pun yang akan kita hadapi nanti." ucap Akmal memohon sambil menatap Lana. Lana menghela nafasnya sejenak.

"Tapi, Mas..., mereka tak menginginkan aku untuk menjadi pengganti mama mereka di samping Mas. Bagaimana kita bisa berbahagia jika kita melihat mereka bersedih. Aku benar-benar bingung sekarang, Mas." Akmal mengambil tangan Lana dan membawanya ke dalam genggaman hangatnya. Ia menatap calon istrinya.

"Kita akan coba untuk meyakinkan mereka sekali lagi. Aku harap kamu mau bersabar. Mereka hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan bahwa aku dan ibunya tak bisa untuk bersama lagi. Dan aku akan berusaha untuk meyakinkan mereka jika kamulah masa depan yang aku pilih sekarang. Percayalah padaku, Lana! Jangan menyerah. Besok orang tuaku akan datang ke rumahmu untuk melamarmu secara resmi. Kita akan tetap menikah. Panji dan Elvira biar aku yang menangani. Mereka masih kecil dan masih bisa diberi pengertian." Lana berpikir sejenak saat mendengar penjelasan Akmal. Akmal tak berhenti untuk terus meyakinkan calon istrinya.

"Yakinlah padaku, Lana! Semuanya akan baik-baik saja." Lana menatap Akmal sekali lagi. Apa ia harus yakin? Ia melihat sebuah permohonan di manik hitam Akmal. Sepertinya, ia memutuskan untuk tetap tinggal dan melanjutkan hubungan mereka. Ia mengangguk. Akmal tersenyum.

"Aku akan mencobanya." putusnya pada akhirnya.

Dan di sinilah sekarang, hari di mana ia meresmikan hubungannya dengan Akmal di mata hukum dan agama, di mana mereka telah sah menjadi pasangan yang halal.

"Lana, ijab qabulnya sudah selesai. Akmal sudah menunggumu." Lana menolehkan wajahnya ke arah pintu di mana mamanya memanggilnya untuk segera keluar. Amy masuk ke dalam kamar dan menghampiri putrinya yang terlihat sangat cantik bagai bidadari hari ini. Lana tersenyum dan mengalihkan pandangannya kembali pada cermin besar di depannya.

"Apa Lana bisa, Ma?" Amy tersenyum dan mengelus rambut putrinya yang dilingkari oleh riasan bunga melati.

"Ini adalah keputusan yang sudah kamu pilih, Nak. Kami sebagai orang tua hanya bisa memberi dukungan pada kalian. Kamu sudah dewasa dan bisa memilih yang terbaik untukmu. Mama percaya, Akmal bisa menjadi lelaki yang tepat untuk menjagamu." Lana hanya mengangguk. Semoga ia tak salah memilih jodoh. Ia hanya ingin menikah sekali seumur hidup tanpa ada perpisahan, kecuali maut.

"Ayo! Mereka sudah menunggumu." Lana mengangguk dan mereka berjalan keluar kamar.

Lana menuruni tangga dengan hati-hati karena takut tersandung kainnya. Ia digandeng oleh mamanya. Wajahnya menunduk tak berani menatap para tamu di sana yang mengalihkan pandangannya pada dirinya. Ia merasa gugup menjadi pusat perhatian saat ini, terutama bagi lelaki yang terlihat tampan dan gagah dengan jas hitamnya yang baru saja meresmikan dirinya sebagai istri di hadapan publik 10 menit yang lalu. Akmal tak bisa mengalihkan pandangannya pada bidadarinya yang berkali lipat lebih cantik hari ini.

"Sekarang kalian saling bertukar cincin dan menandatangani buku nikahnya." instruksi penghulu. Akmal meraih jemari lentik Lana dan memasangkan cincin emas ke jari manisnya. Mereka saling bertukar cincin dan Lana meraih tangan Akmal untuk diciumnya sebagai tanda bakti. Akmal mencium kening istrinya dan membuat Lana tersentak. Pertama kalinya Akmal melakukan hal seintim ini padanya. Kini, mereka berdua sudah resmi menjadi sepasang suami istri yang bersiap untuk menjalani bahtera rumah tangga.

The SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang