Kehamilan Lana disambut antusias oleh keluarganya juga keluarga Akmal. Kandungannya baru berjalan 2 minggu lebih saat diperiksakan ke dokter kandungan. Saat ini, Lana benar-benar berubah. Ia menjadi sangat pencemburu dan sensitif. Akmal begitu frustasi dengan tingkah istrinya yang menjadi lebih manja, cerewet, dan posesif. Lana menjadi lebih sering marah-marah jika ia melakukan kesalahan sedikit saja, seperti pulang terlambat apa pun alasannya. Biasanya Lana tak pernah mempersalahkan hal ini. Ibu dan mertuanya selalu memberinya nasihat agar jangan sampai lepas kontrol karena perubahan Lana saat ini dipengaruhi oleh hormon kehamilannya. Ia mencoba untuk bersabar menghadapi istrinya karena istrinya sedang mengandung anaknya saat ini. Waktu Siska dulu mengandung kedua anaknya, perubahannya tidak sampai seperti ini. Mungkin karena faktor usia istrinya yang masih muda dan baru memasuki usia dewasa yang disebabkan emosinya masih belum stabil. Kalau bukan karena cinta, sudah ia tinggalkan Lana saking kesalnya.
"Lagi SMS-an sama siapa, Mas? Sama Mbak Siska bukan?" tanyanya dengan bibir cemberut. Akmal yang sedang memainkan ponselnya menolehkan wajahnya pada istrinya yang masih memasang wajah masam. Ia menghela nafas sejenak dan tersenyum. Lana menjadi selalu mencurigainya dengan mantan istrinya sekarang. Tak jarang istrinya selalu marah-marah jika ia pulang terlambat dari rumah mantan istrinya karena kedua anak mereka.
"Bukan, sayang. Aku lagi ngehubungin Loka dan Iman. Mereka mau maen ke sini bentar lagi. Gak apa-apa kan, sayang?" Lana terdiam sejenak.
"Coba aku lihat pesannya!" Akmal menyerahkan saja ponselnya daripada ia berdebat tidak penting dengan istrinya. Lana membaca satu per satu pesan di ponsel suaminya.
"Gimana? Masih gak percaya?" tanya Akmal. Lana menatap suaminya sejenak.
"Iya. Awas kalau Mas bohongin aku! Mas ketahuan deket sama perempuan, aku bakalan kabur dari rumah." ancamnya sambil menatap tajam suaminya. Akmal hanya tersenyum. Sabar-sabar... Ia berharap Lana kembali lagi menjadi Lana yang dulu sebelum hamil. Ia yakin, istrinya hanya terbawa perasaan saja akibat efek kehamilannya yang membuatnya menjadi lebih melankolis.
"Iya, sayang." Akmal mengangkat ponselnya yang bergetar tanda panggilan masuk.
"Oh, iya. Tunggu dulu bentar! Gue buka dulu pintu." Akmal memutus panggilannya dan menatap istrinya.
"Loka dan Iman udah ada di depan rumah. Aku nemuin mereka dulu, ya?! Kamu mau ikut?" Lana menggeleng.
"Enggak, ah. Mas aja yang di luar. Aku ngantuk mau tidur." jawabnya. Akmal mengangguk.
"Yaudah. Jangan lupa habisin dulu ya susunya! Aku keluar dulu." Lana hanya mengangguk. Ia menaikkan kedua kakinya ke ranjang dan membaringkan tubuhnya. Akmal berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kamar untuk menemui kedua temannya yang sudah ada di depan rumahnya.
Akmal membukakan pintu rumahnya dan melihat kedua temannya sedang duduk di kursi santai depan rumahnya. Ia tersenyum.
"Masuk, Bro! Kita di dalem sambil ngopi." kedua lelaki itu menolehkan wajahnya dan berdiri dari duduknya.
"Ganggu gak nih kita? Siapa tahu lo lagi ena-ena sama istri lo." Akmal hanya tertawa sambil masuk ke dalam saat mendengar ucapan temannya.
"Masih jam setengah delapan, Ka. Lagian istri gue lagi hamil, jadi gue puasa dulu." kedua teman Akmal itu setengah terkejut mendengar penjelasan Akmal.
"Lana udah hamil? Tokcer juga lo udah berhasil membuahi aja." Akmal hanya tertawa.
"Ya, karena kita rajin bikinnya. Alhamdulillah, langsung jadi." Loka dan Iman hanya tertawa. Akmal pamit sebentar ke dapur untuk membuatkan kopi untuk mereka bertiga. Tak lama, ia segera kembali ke ruang tamu dengan nampan yang berisi 3 cangkir kopi hitam. Ia bergabung kembali dengan kedua temannya yang kini sedang asyik dengan rokok yang baru dinyalakannya. Akmal mengambil satu rokok dari bungkus yang tergeletak di meja dan mengambil pemantiknya. Ia menyalakan rokoknya dan menghisapnya. Ia menghembuskan kepulan asap putih itu dari mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second
Romance(CERITA INI SUDAH TERBIT DI EBOOk. SILAKAN CEK DAN DOWNLOAD DI PLAYSTORE) Duren? Satu kalimat yang membuat Lana ingin tertawa mendengarnya. Kesan pertama saat ia pertama melihat seorang lelaki yang berstatus duda yang juga merupakan tetangganya. Tap...