Sebuah kecupan bertubi-tubi yang terasa lembut di leher Lana membuatnya mengerjapkan matanya pelan. Ia mulai membuka matanya perlahan.
"Enghh..., Mas...." gumamnya pelan masih dengan rasa kantuk yang menguasai.
"Mas... Pagi-pagi udah nakal aja." ucapnya serak sambil mencoba untuk menyingkirkan tangan nakal suaminya. Akmal tersenyum.
"Bangun, sayang. Kita mandi bareng." bisiknya lembut di telinga Lana.
"Iya. Tapi tangannya bisa kan dilepas dulu?" Akmal tersenyum dan melepaskan tangannya di tubuh istrinya.
Tadi mereka sudah melakukannya beberapa kali semalam sampai istrinya kelelahan. Ia tak tega jika harus meminta istrinya untuk melayaninya lagi sekarang. Masih terlihat raut lelah dan kurang tidur di wajah istrinya karena mereka baru tidur setelah dini hari akibat kegiatan panas mereka yang begitu menguras tenaga. Ia tak mau egois.
"Ayo kita mandi! Kita belum sholat shubuh. Keburu kesiangan."
Lana hanya mengangguk sembari memejamkan matanya yang masih terasa berat. Ia pasrah saja saat tubuhnya terangkat dan melayang dalam gendongan suaminya. Ia masih terlalu lelah karena kegiatan mereka semalam.
***
Dua piring roti bakar sudah terhidang di meja makan lengkap dengan teh manis sebagai pelengkap sarapan pagi sepasang suami istri itu. Lana melahap roti bakar selai blueberry-nya. Ia lebih senang sarapan roti daripada nasi sekarang. Entahlah, biasanya ia selalu rutin sarapan nasi tiap pagi. Sekarang ia tak berminat memakan nasi, hanya menginginkan roti saja.
"Lan, nanti aku pulangnya malem. Elvira pengen aku di rumah ibunya dulu. Kamu gak usah masak aja, nanti aku beli ayam bakar buat kita makan malam." Lana hanya mengangguk. Sebenarnya ia tak suka jika suaminya sering berkunjung ke rumah mantan istrinya, bukan karena ia tak suka dengan Elvira, tapi karena anak mereka lah yang membuat mereka dekat kembali tanpa disadari.
"Jangan dekat-dekat dengan Mbak Siska! Maennya sama Panji dan Elvira aja." ucapnya sambil menatap suaminya. Entah kenapa, ia menjadi lebih pencemburu sekarang. Mungkin selama ini ia tak kuat lagi menahan kegelisahannya dan takut suaminya akan tergoda kembali karena intensitas pertemuan mereka yang sering. Akmal hanya tertawa.
"Istriku cemburu, nih. Tenang aja, sayang. Aku bakalan menjaga diri, kok. Gak biasanya kamu kayak gini." Lana terdiam sejenak. Benar juga. Biasanya ia selalu terlihat biasa saja meskipun hatinya gelisah kala suaminya bertemu kembali dengan mantan istrinya, tapi ia selalu mencoba untuk berpikir positif.
"Pokoknya aku gak mau Mas deket-deket dia lagi. Kan Mas sering ketemu dia. Aku takut Mas jatuh cinta lagi sama dia. Mbak Siska kan lebih dewasa dari aku." ucapnya sendu. Ia merasa menjadi lebih emosional saat ini. Padahal, ia dulu bukanlah tipikal perempuan yang perasa meski kodratnya sebagai makhluk perasa masih melekat dalam dirinya. Apa karena mungkin Akmal adalah suaminya yang dicintainya dan ia sudah menyerahkan jiwa dan raganya kepada lelaki itu, sehingga menimbulkan rasa ketakutan akan kehilangan suaminya karena hatinya ikut terlibat dalam hubungan mereka?
"Kamu gak usah takut, sayang. Aku sudah berulang kali bilang sama kamu, masa lalu biarlah lewat. Aku hanya ingin menikmati kebahagiaan ini sama kamu, masa depanku." Lana hanya mengangguk. Mungkin ia terlalu bersikap berlebihan dan posesif dengan suaminya. Ia tak mau sampai cemburu buta dan menyebabkan masalah dalam keharmonisan hubungan yang baru mereka bina itu.
"Lanjutkan lagi sarapannya! Jangan mikir yang enggak-enggak. Aku gak bakalan nyeleweng, kok." ucap Akmal meyakinkan istrinya yang masih terdiam. Ia tak mau istrinya berpikir terlalu jauh tentang hubungan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Second
Romance(CERITA INI SUDAH TERBIT DI EBOOk. SILAKAN CEK DAN DOWNLOAD DI PLAYSTORE) Duren? Satu kalimat yang membuat Lana ingin tertawa mendengarnya. Kesan pertama saat ia pertama melihat seorang lelaki yang berstatus duda yang juga merupakan tetangganya. Tap...