Pertama-tama, aku harus bertukar tempat duduk dengan teman sekelasku yang kursinya berjarak paling jauh dari Dovan. Meskipun pagi itu Dovan memandangku dengan penuh heran sebab aku sampai pindah tempat duduk, aku harus memaksakan diriku untuk mengabaikannya.
Kemudian yang kedua, siangnya, kucoba untuk duduk sangat jauh dari meja yang Dovan tempati di kantin. Lagi, siang ini aku makan bersama Ariko, saudara sepupuku sendiri. Aku tidak perlu lagi khawatir bagaimana perasaan Dovan jika melihat ini, sebab aku sudah memaksakan diriku untuk yakin bahwa Dovan sudah tidak mencintaiku.
Kemudian lagi yang ketiga, aku menghapus nomor dan semua kontak Dovan di media sosial. Dengan izin yang sopan, kukatakan kepada Dovan bahwa aku akan berhenti mengikuti akun instagram dan twitter-nya.
Berpaling memang selalu berat rasanya. Bukankah begitu?
Namun aku mesti bertekad kuat, bahwa aku benar-benar akan melupakannya, dan mulai berjanji kepada diriku sendiri untuk berhenti mencintai siapapun. Sekalipun kelak ada laki-laki yang hadir untuk singgah.
"Hampir seminggu enggak lihat kalian makan bareng di kantin. Kenapa sih?" tanya Ariko sambil menyuapkan ketoprak ke dalam mulutnya.
Aku tersenyum tipis. Mataku bergerak mengikuti arah ke mana Ariko memandang. Ke meja paling ujung di kantin yang Dovan tempati sendirian. That should be me.
"Putus kok. Enggak usah dibahas lagi, ya," kataku seraya balik menatap Ariko di hadapanku.
Namun Ariko enggan menurutiku untuk tidak membahasnya. Laki-laki itu justru membelalak dan bertanya, "Kok bisa sih?! Gila! Kalian pacaran dua tahun kali, masa bisa putus juga?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Februari
Короткий рассказAku ingat bagaimana semuanya jadi seberantakan ini hanya karena kamu bilang, "Kita cukup sampai di sini." Aku ingat betul hari itu. Di penghujung Februari, semuanya berakhir. © Februari 2018 by Kansa Airlangga