Dengan supermalas, kuseret ranselku seraya melangkah menaiki tangga. Kubuka pintu kamarku dengan sekali tendang.
Ini bahkan belum pukul tiga di mana biasanya sekolah dibubarkan. Yah, aku beralasan sakit perut karena hari pertama haid untuk pulang lebih awal, padahal kenyataannya aku hanya sedang malas berada di kelas.
Namun tadi, ketika meminta tanda tangan guru yang sedang mengajar, Pak Hartono, pria tersebut menyuruh Dovan yang mengantarku pulang.
"Van, kamu kan pacarnya. Nih anterin, pacarmu lagi sakit." Begitu katanya, yang kemudian memancing sorak riuh dari seisi kelas.
Lalu di perjalanan pulang, yang lebih menyebalkan daripada Pak Hartono adalah Dovan.
Laki-laki itu bilang: "Sa, tadi sewaktu Pak Hartono bilang kamu pacarku, dalam hati kubilang aamiin. Semoga kamu balik lagi jadi pacarku."
Aku kemudian hanya mengabaikannya. Meski sepanjang jalan mulutnya terus berbicara, aku tetap diam. Itu tadi benar-benar Dovan yang tidak asing.
Aku merindukan Dovan yang tidak asing.
Sangat sangat sangat merindukan Dovan yang selama dua tahun terakhir kemarin sempat selalu mengisi hampir tiap-tiap jam yang kulalui setiap harinya.
Dan beberapa menit sebelum ini, ketika aku akhirnya turun dari motornya, Dovan bilang, "Sa, aku masih nunggu dan akan terus berusaha supaya kita enggak asing. Aneh rasanya harus asing dengan orang yang udah lama kukenal baik."
Aku masih mengabaikan ucapannya sebelum ia lanjut mengarang bebas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Februari
Historia CortaAku ingat bagaimana semuanya jadi seberantakan ini hanya karena kamu bilang, "Kita cukup sampai di sini." Aku ingat betul hari itu. Di penghujung Februari, semuanya berakhir. © Februari 2018 by Kansa Airlangga