Hari 18 Ⅰ 18 Maret '18

5.1K 843 48
                                    

"Balikan, ya?"

Pandanganku tetap fokus pada satu buket bunga yang ada di tangan Dovan. Sejak membuka pintu depan rumah, yang kuperhatikan hanyalah sebuket bunga mawar biru yang ada di genggaman Dovan.

Sampai ajakan tersebut keluar dari mulutnya, pandanganku teralihkan kepada matanya.

"Maaf, Sa," tuturnya. Aku mengerling dengan jengah. "Maaf."

Aku mengangguk. "Aku udah maafin, Van."

"Balikan," katanya. Aku diam. Kusandarkan diriku di ambang pintu  dan terus memandang Dovan tanpa minat.

"Kalau enggak mau, gimana?" tanyaku seraya menyilangkan kedua tanganku di depan dada.

"Kamu maunya apa?" tanyanya. Aku mengedikkan bahu. "Kamu enggak mau balikan? Tapi kamu bilang enggak mau juga cari yang baru. Kamu mau apa?"

"Aku cuma nanya gimana kalau aku enggak mau, bukan jawab kalau aku enggak mau," kataku, menyangkal pernyataannya.

Dovan menghela napasnya. Buket di tangannya itu ia sodorkan kepadaku tanpa bicara apapun. Aku menerimanya sambil menyungging senyum, seperti hari-hari biasanya ketika aku mendapatkan bunga darinya.

"Van, kasih aku waktu. Aku harus buat pertimbangan. Aku harus pikir sebaik mungkin. Lagi pula, besok ujian. Kenapa kamu malah mikirin ini, sih?"

Dovan menggeleng. "Sekarang. Aku mau sekarang. Tolong jangan bikin aku enggak fokus buat besok, Alyssa. Aku harus tenang malam ini."

Aku diam.

Dengan agak berat, akhirnya kukatakan pada Dovan, "Oke, Dovan. Let's restart. Tolong jadi Dovan yang biasanya."

Mata Dovan langsung tampat berbinar. Kedua tangannya menggenggam tanganku, erat. "Beneran kan, Sa?!" tanyanya antusias.

Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Sa, aku mimpi, enggak?!" tanyanya. "Coba Sa, cubit Sa!" pintanya dengan nada bicara begitu antusias.

Diiringi tawa, aku melepaskan tanganku yang Dovan genggam. Kutampar pipinya. "Sakit? Ya udah enggak mimpi," kataku.

Dovan hanya tertawa.

Di Penghujung FebruariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang