"Aku boleh duduk?" Dovan datang dengan semangkuk soto ayam di tangannya. Aku diam tak mengindahkan. Fokusku tetap kutujukan kepada makan siangku yang siap kusantap. "Berarti boleh."
Aku tetap menyantap makan siangku tanpa mengindahkan Dovan yang sudah duduk, dan mulai makan.
"Sa, ini kembalian tadi lo beli good day." Dari arah lain, Ariko datang ke meja yang kutempati dengan Dovan, dan menaruh selembar uang dua ribu di atas meja. Aku mengangguk.
Belum sempat kuhentikan langkahnya, tapi Ariko sudah beranjak. Padahal semestinya siang ini Ariko yang menemaniku makan. Namun Dovan yang datang dan langsung duduk ini pasti membuat Ariko jadi pindah tempat. Dengan terpaksa, tentu saja.
"Kamu mau makan sama Ariko?" tanya Dovan di sela-sela waktu kami makan. Aku menggeleng tak acuh. "Bohong, ya."
Kuletakkan sendok dan garpu bekas makanku secara terbalik di atas mangkuk. Aku menghela napas lalu menatapnya lekat, "Dovanda, kalau aku mau makan sama Ariko, aku seharusnya larang kamu duduk di sini."
"Jadi? Kamu sebenarnya mau makan sama aku?" tanya Dovan dengan nada menggoda.
"Buat apa? Untuk sekarang, makan siang sendiri jauh lebih menenangkan daripada makan siang sama orang lain. Entah itu Ariko, entah itu kamu. Enggak ada satu pun dari kalian yang lebih kuharapkan, kok," balasku kemudian segera beranjak.
Dovan tetap geming di kursinya. Entah ia melanjutkan makannya atau tidak. Tapi yang pasti, Dovan tidak mengejarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Februari
Historia CortaAku ingat bagaimana semuanya jadi seberantakan ini hanya karena kamu bilang, "Kita cukup sampai di sini." Aku ingat betul hari itu. Di penghujung Februari, semuanya berakhir. © Februari 2018 by Kansa Airlangga