15 - Rindu

162 49 20
                                    

Rindu tidaklah berat, hanya saja sedikit menyakitkan.

Ketukan pintu yang tak kunjung berhenti membuat Jinsoul bangkit dari sofa. Dengan terpaksa ia bukakan pintu demi seseorang yang entah ia kenal atau tidak. Untung saja yang terlihat adalah orang yang ia kenal meskipun begitu dibukakan pintu langsung tertawa. Iya, tertawa, padahal tidak ada hal yang harus ditertawakan.

"Masuk lo." Jinsoul mempersilakan Jangjun—yang entah kemasukan setan macam apa sampai mengunjungi rumahnya di libur kuliah yang damai ini—masuk dan duduk di sofa. Untung saja lelaki itu tidak minta dibuatkan minum. Katanya, sih, tadi ia sudah banyak minum air di rumah Luda.

"Luda sempet ke sini, ya?" tanya Jangjun, sekadar basa-basi di siang yang cerah. Jinsoul mengangguk. "Gini, charger gue ketuker sama punyanya dan kata dia punya gue ketinggalan di sini,"

Jinsoul mengambil charger yang di kepalanya terdapat stiker Hello Kitty, lalu memberikannya kepada Jangjun. Si lelaki terlihat senang. Oh, jelas, itu miliknya. Termasuk stiker Hello Kitty yang ditempelkan Gyujin dengan alasan iseng.

"Udah?"

Pertanyaan itu terdengar seperti usiran halus, namun Jangjun tidak terlalu memedulikannya. Lelaki itu menggeleng sambil mencari topik yang seharusnya ia ungkapkan hari ini. Kalau saja tadi ia membawa payung, topik yang seharusnya ia bahas tidak ikut menguap bersama air. Semenit berpikir, ia menemukan topik yang hilang itu.

"Lo dapet salam dari temen gue, dia bilang mau minta maaf soal yang itu," Jangjun mengucapkan kalimat tersebut dengan hati-hati, khawatir kalau perempuan di hadapannya ini tiba-tiba mengamuk. Hari ini, ia menuruti saran Luda agar tidak terlalu menyebalkan di hadapan Jinsoul. Tanpa diberi tahu penyebabnya pun ia sudah tahu mengapa—tisu basah dan mawar merah.

"Soal yang mana?"

Jangjun mengutarakan perihal yang pertama meskipun khawatir kalau tiba-tiba perempuan itu mengamuk. "Tisu basah,"

Ajaibnya, Jinsoul tidak mengamuk atau menyumpahi teman lelakinya untuk musnah. Perempuan itu hanya mengangguk-angguk sambil bersandar pada sofa. Ada saat ketika Jangjun menangkap basah kalau perempuan di hadapannya ini tersenyum simpul, entah apa yang dipikirkan.

"Kangen?" Keajaiban kedua pun terjadi. Ia melihat Jinsoul mengangguk walaupun ujung-ujungnya menggeleng. Lelaki itu tersenyum dan mulai menggoda temannya. "Kangen orangnya atau bibirnya?"

Cukup jelas, ya.

"Dua-duanya." Jawaban Jinsoul membuat Jangjun terkejut. Iya, terkejut sebelum perempuan itu memperbaiki perkataannya. "Maksud gue ga dua-duanya,"

Tidak salah lagi, Jinsoul gengsi untuk menyatakan kerinduannya atas kehadiran Taeyang. Mana mau ia rindu pada musuh sendiri?

Halah, padahal senyumnya tidak pernah pudar kalau mengingat kejadian pada malam pergantian tahun.

"Kangen, mah, bilang aja, ga usah ditutup-tutupin," ujar Jangjun yang kemudian tertawa. Receh memang, tertawa atas perkataan yang tidak ada lucu-lucunya itu. Puas tertawa, lelaki itu iseng menanyakan sesuatu pada temannya. "Gimana rasanya?"

"Coba sendiri, sana, sama gebetan lo. Kurang lebih kayak gitu." Penjelasan yang membuat Jangjun bertanya-tanya keluar. Singkat, padat, dan tidak jelas. Sengaja benar Jinsoul mengaburkan jawaban yang sebenarnya. Mana mau ia ketahuan menikmati detik-detik terakhir tahun lalu oleh orang lain?

Melihat si perempuan senyum-senyum sendiri, Jangjun memutuskan untuk berhenti berbicara. Ia membiarkan perempuan itu mengenang malam pergantian tahun dan terjebak dalam kerinduan yang sengaja tak diumbar. Ia kubur dalam-dalam topik kedua yang seharusnya ia sampaikan. Lebih baik hal itu tak tersampaikan daripada ia merusak sesi mengenang yang tengah dilakukan temannya.

✭✭✭


















a/n

alhamdulillah, makasih banyak buat 200+ votes-nya 👏🏼👏🏼 doakan saja aku up nya cepet agar buku ini cepet kelar wkwkwkwk

makasih banyak buat yang udah baca, vote, dan komen, pasang mata terus, ya, barangkali ada kotak pertanyaan yang muncul dadakan wkwk

born haterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang