Now playing : Lyn, Hanhae - Love
✭✭✭
Kalau ditanya apakah menjadi teman dekat Jinsoul membuatnya mendapat keuntungan tersendiri atau tidak, jawabannya adalah ya. Salah satunya adalah mendapatkan akses masuk ke kamar perempuan itu dengan mudah. Lihat saja, sekarang Luda sudah ada di kamar temannya. Tidur-tiduran di kasur setelah menyalakan pendingin ruangan. Serasa kamar sendiri.
Semua berawal dari rencana yang diusulkan Jihyo. Beberapa jam lalu, perempuan yang dikenal berisik itu mengusulkan agar salah satu dari mereka bertiga menyusup ke kamar Jinsoul. Kalau saja Jihyo tidak mendapat kabar bahwa akan ada 'perang' di rumah Jinsoul, tidak akan ada rencana itu. Kalau rencana itu tidak ada, Luda tidak akan menyusup ke kamar temannya-ia yang pergi atas keputusan Jihyo dan Dawon.
"Minjem apa-apa juga enggak," gumam perempuan berambut pendek itu sambil mengambil charger ponsel yang tergeletak di meja belajar. Mengisi baterai ponselnya mumpung kabel yang mereka pakai sejenis.
Luda kembali ke kasur. Ia berbaring di sana sambil menatap langit-langit kamar. Berpikir akan seperti apa perang yang dimaksud oleh Jihyo, bagaimana reaksi Jinsoul ketika melihatnya tidur-tiduran di kamar orang-tanpa izin pemilik kamar, dan bagaimana reaksi orang-orang terdekatnya kalau perempuan itu memutuskan untuk tinggal. Memikirkan pula mengapa ada orang seaneh kerabat temannya dan bagaimana cara memusnahkan orang seperti itu.
Pendengarannya menangkap keributan yang berasal dari luar. Senyumnya mengembang. Ingin sekali ia bangkit dari kasur dan menonton perang mulut itu secara langsung, tetapi ia tidak ingin keberadaannya diketahui si pemilik kamar sebelum waktunya. Ia memutuskan untuk mendengarkan percakapan antara tante dan keponakan itu dari balik pintu kamar-penasaran keputusan apa yang akan diambil Jinsoul.
"Kurang gereget," Ia berkomentar ketika perang mulut itu selesai. Cukup singkat menurutnya. Untuk seseorang yang tidak menyukai sesuatu yang flat, tentu saja perdebatan yang ia simak kurang memuaskan.
Terdengarnya suara langkah kaki membuat Luda kembali ke kasur. Berbaring seolah-olah tidak ada yang terjadi. Pura-pura tidur agar tidak dituduh menguping pembicaraan orang lain, padahal ia menguping. Memejamkan mata agar ia dikira benar-benar tidur. Kenyataannya, ia memejamkan mata agar tidak fokus ke hal lain saat memikirkan alasan apa yang harus diberikan pada Jinsoul.
"Ngapain lo?"
Luda mengganti arah tidurnya. Perempuan yang kini berhadapan dengan Jinsoul itu nyaris saja ketiduran kalau tidak mendengar suara temannya. Dengan muka bantalnya, Luda bangkit dari kasur. Mengacak-acak rambutnya agar kelihatan kalau ia baru bangun tidur. Maka dengan mudah Jinsoul percaya kalau temannya baru bangun tidur.
"Gue enggak jadi pindah." Pemberitahuan mengenai kabar gembira bagi mereka adalah hal pertama yang diucapkan oleh Jinsoul di dalam kamar-setelah bertanya.
"Bagus, lah," Luda merespons pemberitahuan itu dengan singkat. Nadanya datar, persis orang yang baru bangun tidur. Kedengarannya seperti orang yang biasa saja dengan berita tersebut. Tidak senang, tidak sedih pula. Padahal, ia sudah mengetahui kabar tersebut.
Perempuan berambut pendek itu melangkahkan kakinya ke stop kontak. Ia berjongkok, mengecek sudah berapa persen baterai ponselnya. Ia lepas charger ponsel dari stop kontak, lalu membawa ponselnya ke meja belajar. Ia ketikkan sesuatu di sana, entah apa.
Penasaran, Jinsoul berdiri di belakang temannya. Melihat apa yang diketik oleh Luda dan siapa yang menjadi penerima pesan. Ia masih tenang ketika grup yang berisikan mereka berdua, Dawon, dan Jihyo terbuka. Akan tetapi, ia tidak bisa tenang ketika Luda mengirim pesan kepada seorang lelaki-siapa lagi kalau bukan musuhnya.
"Lo ngapain bilang ke dia?"
"Kan dia cowok lo." Luda menoleh. Belum sempat Jinsoul menyahut perkataannya, ia kembali berbicara. "Kasihan, tuh, dari kemarin nyariin lo mulu. Kayak jomlo ngenes dia,"
"Mending lo samperin orangnya," lanjutnya. "Cowok juga ga suka digantungin, kali,"
Meskipun Jinsoul tidak tahu alasan mengapa temannya berkata demikian, ia rasa apa yang dikatakan Luda ada benarnya.
Tetap saja ia memilih untuk tidak melakukan apa yang disarankan Luda—tidak mau cari mati.
✭✭✭
Satu masalah selesai bukan berarti Jinsoul bisa hidup dengan tenang. Ia masih harus bersembunyi dari seseorang yang diduga sudah mengetahui bahwa dirinya tidak jadi pindah. Tidak mau dipanggil 'Sayang' karena ia benci dengan panggilan tersebut.
Beginilah. Dulu dirindukan, sekarang dibenci lagi.
Jinsoul membaca pesan di grupnya yang sudah melebihi angka 999. Tidak mengerti lagi dengan teman-temannya yang kurang kerjaan sampai meramaikan grup. Padahal bagian penting dari ribuan pesan itu hanya tiga. Pertama, ucapan selamat karena ia batal pindah. Kedua, rencana makan-makan untuk merayakan kepindahannya yang batal. Terakhir, pemberitahuan kalau mereka sudah menunggunya di tempat yang sudah ditentukan. Untung saja tempatnya dekat.
"Lama bener,"
Sampai di tujuan, ia disambut Luda. Perempuan yang sudah menunggunya sedari tadi itu menyingkirkan tasnya dari bangku kantin. Mempersilakannya duduk dan membiarkan bangku di hadapan mereka kosong.
"Yang dua ke mana?"
Luda mengarahkan telunjuknya ke bangku di belakang mereka. Di sana ada dua tas tanpa pemilik. Sudah pasti dua tas itu milik Dawon dan Jihyo yang kini entah di mana.
Masalahnya, mengapa mereka berempat menempati meja yang berbeda di saat mereka bisa semeja?
"Nitip bentar, gue mau nyariin orang nyasar." Luda bangkit dari bangku, meninggalkan Jinsoul dengan tiga tas yang dibiarkan para pemiliknya. Yang dititipkan barang mengangguk dan kembali sibuk dengan ponselnya.
Seorang lelaki melangkahkan kakinya bersamaan dengan kepergian Luda. Lelaki itu sengaja tak langsung duduk di meja yang ia tuju. Ia cek dahulu apakah perempuan yang menunggu di sana sedang dalam mode tenang atau tidak. Usai memastikan kalau perempuan itu sedang tenang—dapat diganggu, ia duduk di bangku yang sengaja dikosongkan.
"Hai,"
Suara yang tak asing di telinganya membuat Jinsoul penasaran dari mana asalnya. Perempuan itu mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Langsung ia temukan sumber suara yang ternyata ada di hadapannya. Ia tersenyum. Tak dirinya sangka kalau lelaki itu tidak mengeluarkan panggilan andalannya—kalau begitu ia juga tidak akan mengeluarkan umpatan andalannya.
"Ga jadi pindah, ya?"
Jinsoul menggeleng. Masih tenang. Kalau setelah ini Taeyang mengucapkan hal yang menyebalkan, ia tidak akan bisa tenang.
"Berarti kita bisa ketemu terus, dong?"
Ingin sekali Jinsoul menyumpahi lelaki di hadapannya, namun yang muncul bukanlah kata-kata—melainkan senyuman.
✭✭✭
a/n
Sampai di sini ada yang mau bertanya? Atau masih ada yang penasaran kenapa ini bisa begini dan sebagainya? Bisa ditanyakan di kotak pertanyaan.
[ kotak pertanyaan ]
dan bagi yang mau mengenang atau menikmati masa sma dengan segala rasanya, mampir yuk
KAMU SEDANG MEMBACA
born hater
Fiksi PenggemarMau sebenci apa pun, kalau takdirnya bertemu, ya bertemulah. © 2017 plusmin-us