"Lo jangan meluk-meluk gitu, apa,"
Luda yang duduk di meja sebelah sudah berkali-kali mengatakan hal itu, namun tidak didengarkan juga oleh Jihyo. Perempuan itu enggan melepas pelukannya dan menurut Luda hal itu menggelikan. Untung saja kedatangan Dawon—yang paling normal di antara mereka bertiga—menyelamakannya dari kegelian.
"Udah siap?" Perempuan berambut panjang itu duduk berhadapan dengan Jinsoul dan Jihyo. Tanpa menyapa, ia langsung bertanya. Tak mau menyia-nyiakan waktu karena satu jam lagi Jinsoul ada kelas.
Perubahan sikap Jinsoul tentu membuat ketiga temannya khawatir. Yang biasanya ikut mengobrol di grup, sekarang membaca obrolannya saja tidak. Sebuah perubahan yang aneh, sebab sesibuk apa pun Jinsoul, perempuan itu menyempatkan diri untuk membaca semua chat di sosial medianya.
Atas dasar inilah mereka merencanakan sebuah pertemuan. Seharusnya pertemuan ini terjadi beberapa minggu lalu, akan tetapi mundur karena alasan sibuk. Baru hari ini mereka sempat mengunjungi Jinsoul.
Jinsoul mengangguk. Karena ia tahu bahwa pertemuan hari ini ada agar dirinya menceritakan masalah yang membuatnya berubah, ia meminta sesuatu. "Jangan berisik, gue ga mau gengannya dia nengok,"
Baru saja Jihyo membuka mulut, Dawon berbicara, "Oke, lo bisa cerita sekarang. Kita enggak punya waktu banyak di sini,"
"Tau tante gue yang ngeselin?" Jinsoul memulai ceritanya. Sesaat kemudian, dapat terdengar sahutan dari Luda.
"Pasti dia nyuruh lo pindah lagi kan, kayak pas kapan itu?" Dibalas dengan anggukan. "Terus lo mau?"
"Belum gue jawab,"
"Sekarang, tuh, udah ada yang namanya emansipasi wanita. Ga usah takut menyuarakan pendapat lo. Bilang aja lo ga mau pindah gara-gara apa, gitu,"
Dawon dan Luda bertepuk tangan usai Jihyo menyuarakan pendapatnya. Berbeda dengan dua temannya yang bertepuk tangan, Jinsoul menyanggah pendapat temannya.
"Gue juga tau kalau sekarang ada emamsipasi wanita, tapi tante gue sekiranya juga wanita,"
Benar juga, sih.
✭✭✭
Bercerita pada teman-teman dekatnya membuat Jinsoul tenang saat kuliah. Kalau biasanya ada saja pikiran aneh yang mengganggunya, kini tidak ada. Bagus, akhirnya ia dapat menjalani hidup dengan tenang meskipun masalah perasaan belum selesai.
Sayang, ketenangan hidupnya hancur ketika seorang perempuan berambut panjang menghampirinya.
"Gue mau jelasin semuanya." Tanpa menyapa atau mengatakan permisi, perempuan itu berhenti di hadapannya. Tentu saja Jinsoul kaget. Ia tidak menyangka kalau perempuan yang terlibat dalam masalah perasaan itu berniat mengakhirinya.
Kirain beneran mau jadi PHO.
"Rena," Perempuan itu memperkenalkan diri. "Yang itu cuma dare, bukan gue beneran deketin dia,"
"Siapa yang ngasih dare?"
"Kino. Ospekin lagi aja biar waras," jawab Rena. Perempuan itu tertawa sebentar sebelum diam dan menatap lawan bicaranya dengan serius. "Gue minta jangan pindah, ya,"
Mendengar kata pindah, Jinsoul terkejut. Ia hanya memberi tahu tiga teman dekatnya tentang masalah ini, tetapi mengapa ada orang lain yang tahu? Ingin ia bertanya dari siapa Rena mengetahui masalah tersebut, namun yang terucap berbeda.
"Kenapa?"
"Kasihan yang di belakang lo, dari kemarin nyariin lo terus,"
Penasaran, Jinsoul pun menoleh. Tepat di belakangnya, berdiri seorang lelaki dengan senyum yang sudah lama tak ia lihat.
"Hai,
Sayang,"
✭✭✭
KAMU SEDANG MEMBACA
born hater
FanfictionMau sebenci apa pun, kalau takdirnya bertemu, ya bertemulah. © 2017 plusmin-us