Satu hal yang paling tidak disukai Luda adalah notifikasi Line yang datang saat ia tengah mengerjakan laporan praktikum. Biasanya, notifikasi yang membuat ia kesal berasal dari Jangjun yang kerjaannya memamerkan koleksi stikernya. Grup yang berhubungan dengan kampus berhasil ia jinakkan dengan tombol mute selama dirinya mengerjakan tugas, jadi siapa lagi yang merusuh di Line selain sepupunya yang satu itu? Tidak ada.
"Rese amat sepupu lo, Bang." Biasanya, Luda akan menyebut Jangjun dengan sepupu abangnya kalau sudah menyangkut notifikasi Line. Tidak akan mau perempuan itu menganggap lelaki yang hobi memamerkan stiker Line sebagai sepupunya.
Luda mencabut ponselnya dari kabel charger dan membuka Line dengan terpaksa. Perempuan berambut pendek itu menarik napas sebelum menghujat sepupunya lewat ketikan. Begitu aplikasi Line terbuka, ia mengernyitkan dahi. Kaget karena si pengirim bukan Jangjun.
Dawon. Bukan Dawon abangnya, namun temannya.
| luda
| sebelumnya gue mau minta maaf dulu karena lo pasti lagi ngerjain laprak
| ini gara-gara jihyo maksa gue buat ngasih tau lo sekarang
| tadi ga lama abis lo pergi ada kejadianIbu jarinya berdiam di layar. Belum satu huruf pun ia tekan. Pikirannya yang sedari tadi melancarkan jari-jarinya untuk mengetik dihujani pertanyaan. Kejadian apa? Di mana? Siapa pelakunya? Mengapa harus diberitahukan padanya?
Oke, ini pasti kejadian yang menggemparkan dunia. Asal kejadiannya bukan Jangjun menarikan lagu So Cool dari Sistar di kantin fakultas, berarti kejadiannya penting.
selow aja|
kejadian apaan emang?|
Dalam hitungan detik, muncul pesan baru dari Dawon.
| [sent a photo]
| itu cewek yang dikasih bunga sama taeyang
| sebenernya pas lo masih duduk dia udah ada, cuma baru nyamperin pas lo pergiSatu foto dan dua kalimat penjelasan berhasil membuat rasa penasaran Luda bangkit pada malam itu.
✭✭✭
"Gue duluan, ojeknya udah nunggu." Luda bangkit dari kursi sambil merapikan barangnya. Perempuan itu melambaikan tangan kepada teman-temannya sebelum menghilang di tengah keramaian.
"Tumben," ujar Jinsoul yang sedari tadi diam. Ia mengarahkan pandangannya kepada Jihyo yang tengah berkaca di layar ponsel. "Biasanya lo duluan yang dijemput, sama gebetan lagi,"
"Kenapa emang? Pengin dijemput sama gebetan juga?" sahut Jihyo. Dawon buru-buru memegang lengan bawah Jihyo, mengode agar perempuan itu tidak membahas gebetan.
Terhitung sejak tanggal 1 Januari, Jinsoul terlihat berbeda. Perempuan itu lebih banyak diam dan melamun. Tidak ada manusia yang tahu apa yang ia lamunkan selain dirinya sendiri. Kalau ada yang menyinggung soal malam tahun baru, akan terlihat kepanikan di wajahnya. Kalau yang diungkit adalah kejadian tisu basah, ucapkan selamat datang pada barang yang melayang. Bukan umpatan lagi yang ia layangkan, namun barang-barang empuk seperti bantal agar orang berhenti menanyainya soal insiden tersebut.
Ada satu hal yang lebih aneh lagi. Akhir-akhir ini, terlihat jelas kalau Jinsoul merindukan Taeyang. Pernah suatu ketika Jinsoul keceplosan kalau ia merindukan lelaki itu. Seringnya, sih, membantah kalau ditanya tentang hal itu. Tetapi tetap saja, orang-orang terdekatnya mengetahui kerinduan itu dari mata dan perilakunya. Meskipun begitu, hanya Jinsoul yang mengetahui alasan di balik kerinduannya.
Ralat. Bahkan ia sendiri tidak tahu mengapa kerinduan itu datang, kepada siapa ia merindu, dan apa yang ia rindukan.
Sudah berkali-kali Jinsoul mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia tidak jatuh cinta. Namun, berkali-kali pula pandangannya mencari manusia yang biasanya menjadi korban sumpah serapahnya. Apakah ini yang disebut cin—tidak, tidak, tidak mungkin ia jatuh cinta.
Sebisa mungkin Dawon dan Jihyo tidak memancing Jinsoul untuk menoleh ke belakang. Hingga detik ini, Jihyo masih memimpin obrolan dengan topik review lip cream yang kemarin ia beli. Jinsoul mendengarkan review dari temannya sementara Dawon mengawasi gerak-gerik perempuan yang duduk di meja ketiga dari pintu kantin.
Perempuan berambut panjang itu bangkit dari kursi, kemudian dengan tas berstiker jagungnya ia pergi menuju sebuah meja. Tak lain dan tak bukan adalah meja yang ditempati Taeyang. Perempuan itu duduk di sampingnya dan tanpa rasa malu sedikit pun dibelainya rambut si lelaki.
Baik Dawon maupun Jihyo tentu saja kaget. Pertama, mana pernah mereka lihat perempuan yang senekat itu. Kedua, mereka tidak menyangka kalau Taeyang tidak masalah dengan keberadaan perempuan itu. Ketiga, itu perempuan diberi mawar merah. Meskipun kaget, mereka harus menutup mulut agar Jinsoul tidak menyadari apa yang terjadi di belakangnya.
"Sebut saja Si Jagung," Jihyo melanjutkan ceritanya dengan kalimat yang tidak ada hubungannya dengan cerita. Ia terdiam hingga Dawon menyadarkannya dengan gerakan mata.
Jihyo keceplosan dan tentu saja ia akan menyesal hal ini. Sebab kini, Jinsoul yang diam-diam menaruh curiga pada dua temannya menoleh ke belakang. Menikmati pemandangan yang cukup mengagetkan.
Tidak, ia tidak sakit. Ia hanya sedikit kecewa. Entah mengapa.
"Oh,"
Pertemuan hari itu diakhiri dengan bangkitnya Jinsoul dari kursi. Perempuan itu pamit kepada dua temannya, kemudian menyatu di antara orang-orang yang akan keluar dari kantin. Meninggalkan Dawon dan Jihyo dengan penuh tanya.
Tanpa Jinsoul sadari, pandangan Taeyang mengikuti ke mana ia pergi. Ya, hingga keberadaannya tak terlihat lagi dan meninggalkan si lelaki dengan berbagai pertanyaan.
✭✭✭
Luda meletakkan ponselnya di meja. Perempuan itu mencerna cerita Dawon yang singkat, padat, dan jelas. Ia menghela napas, tak habis pikir dengan perubahan temannya.
Tak jauh berbeda dari Dawon dan Jihyo, Luda pun dihujani tanya yang entah apa jawabannya. Mengenai orang yang cemburu, padahal tidak mengaku kalau ia jatuh cinta.
✭✭✭
KAMU SEDANG MEMBACA
born hater
ФанфикMau sebenci apa pun, kalau takdirnya bertemu, ya bertemulah. © 2017 plusmin-us