bagian 6

2.3K 109 4
                                    

Aku sendiri di kamar kosku yang sudah kosong... semua barang sudah ada diluar.
Tak ada air mata lagi...

Sempat terpikir untuk menelpon Ustadz Abdi, bagaimanapun aku berhak mendapat penjelasan darinya...

Ku lihat nomernya di layar HPku... namun hati kecilku melarangnya

Jika dipikir... mungkin ini adalah jalan terbaik, toh aku belum tunangan dengannya.
Baru rencana...

Aku tersenyum kecut... ada perih di dalam hatiku.

Tak terasa mobil travel yang akan membawaku ke padang sudah datang...

Bismillahirahmanirohim...
Aku berangkat dengan membawa luka dan perih di dihati...

Aku tak butuh penjelasan Ustadz Abdi lagi... karena Mba Ulfa sudah menjadi alasan untuk memutuskan semua ini.

Mobil yang membawaku kini semakin jauh dari pekanbaru... ini akan menjadi perjalanan panjang...

Abdi

Ketika akan pulang... dijalan saya mencoba menelpon Hafsah, saya hanya ingin mendengar kabarnya hari ini... namun tak tersambung.

Kuputuskan untuk pulang, setiba dirumah kulihat Ulfa sedang duduk sendirian disofa... sepertinya dia sedang melamun, karena tak menjawab salamku

Aku membelai rambutnya... dia terkejut,

"Lagi mikirin apa?"

"Aah... abang, bukan apa-apa"

"Abang malam ini mau ke toko..." seruku sambil berjalan ke kamar dan Ulfa mengikuti

"Bang... maaf tadi dinda tak minta izin keluar rumah "

"Kapan?"

"Tadi siang"

"Ohya... kemana?"

"Ketemu Hafsah"

Saya terkejut bukan main...

"Buat apa?"

"Dinda sudah jelaskan semuanya ke Hafsah"

"Jelasin apa dinda?" Perasaan saya tak enak, saya harap bukan seperti yang saya takutkan

"Semua... semua yang sudah kita bahas dan putuskan"

"Putuskan apaa..." suara saya meninggi

"Kita membatalkan lamaran"

"Astagfirullah" saya terkejut

Dia menangis... saya tak tahu dia menangis karena apa. Pikiran saya kacau... tak tahu harus bagaimana.

Ulfa masih menangis di tempat tidur, saya dibuat tak berdaya olehnya... saya merasa sikap Ulfa salah, tapi saya juga takut jika dia stres...

Apa yang harus saya perbuat sekarang... Pikiran saya terus berkecamuk.

Bagaimana Hafsah? Apa dia baik baik saja? Saya ingin menjelaskan semuanya padanya...

Tapi kekhawatiran saya pada Ulfa mencegah saya, saya mencoba menenangkan Ulfa dengan memeluknya. Meski diwaktu bersamaan pikiran saya terus memikirkan Hafsah.

Hafsah

Dua hari sudah aku di Rumah... aku hanya mengurung diri di kamar, mama dan papa sudah bolak balik nanya kapan Ustad Abdi datang.

Aku tak tau harus menjelaskannya bagaimana, aku merasa sakit. Tapi jika kujelaskan dengan jujur tentu orangtuaku akan merasa terhina.

"Hafsaaah..." Terdengar suara mama dari balik pintu kamar
"Ini ada telpon dari Abdi" aku terkejut, apa aku salah dengar pikirku.

Dua Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang