Bagian 15

1.3K 65 2
                                    

Hari pernikahan

Hafsah terlihat sangat cantik, kecantikan wajahnya terpancar dari senyuman yang tak henti henti merekah dibibirnya, dikelilingi para sepupunya yang tak henti-hentinya juga menggodanya. gaun putih gading yang membalut tubuhnya menjadikannya Ratu dihari itu. selendang brukat yang melekat di hijabnya menambah anggunnya gadis itu. didalam kamar pengantin, dia menyaksikan proses ijab Kabul yang membuatnya kini menjadi seorang istri.

***

Hafsah

sejak malam dimana ustad abdi datang kerumah, entah kenapa papa jadi sering membicarakannya, bahkan papa semakin sering bertemu dengannya di masjid. sedangkan feri sekarang sudah jarang memberiku kabar. mungkin karena dia sibuk dengan pekerjaanya, tapi entah kenapa aku merasa feri seperti menghidar.

Hari terus berganti, sebagai dosen baru aku harus cepat belajar dan beradaptasi, apalagi mahasiswa yang ku ajar tidak begitu jauh umurnya denganku. ustad Abdi banyak membantuku memberikan arahan dan saran yang sangat berguna.

tapi meskipun sibuk aku tak pernah melupakan feri, saat papa semakin dekat dengan ustad Abdi, aku semakin memikirkan feri bahkan dalam setiap doaku, aku selalu berharap feri mau membicarakan niatnya lagi, entah ini tanda dari Allah tapi hatiku sudah bulat padanya. tapi sayang setiap kami bertukar pesan, dia hanya menanyakan kabar dan sekedar berbasa-basi.

rasanya ingin sekali bicara terus terang tapi malu aku sempat berfikir, apa memang sesulit itukah untukku menemukan laki-laki yang akan menemani hidupku. sebagai manusia aku sempat merasakan kecewa, tapi segera kutepis, karena kutau Allah punya rencana yang istimewa untukku.

hingga suatu pagi dihari minggu. aku memberanikan diri mengirim pesan pada feri

"assalamualaikum, fer lagi dimana?"

cukup lama sebelum dia akhirnya membalas

"waalaikumsalam, dirumah non. kenapa?"

aku kembali hendak membalas pesannya tapi berulangkali aku hapus kuputuskan aku akan langsung menelpon dia

Feri

aku cukup kaget ketika hafsah menelponku, karena tidak biasanya. katanya dia ingin bertemu denganku diluar dan memintaku membawa adikku Fitri. akupun menyanggupinya, karena sudah lama sekali aku ingin bertemu dengannya tapi selain dengan kesibukannku sejujurnya aku sedikit frustasi dengan sikap papanya. aku bukanlah pria yang mudah menyerah, tapi masalah ini diluar kemampuanku.

aku tak punya pengalaman tentang ini karena aku tak pernah punya pacar.sebagai anak Yatim hidupku disibukkan dengan sekolah dan berjuang untuk terus dapat beasiswa selama kuliah, tak ada waktu untuk seorang kekasih, dan lagi sejak dulu aku hanya pernah menyukai satu gadis dan itu Hafsah.

jam 10 aku dan fitri pamit... pada bunda aku beralasan mau mentraktir fitri makan makanan jepang kesukaannya. dan sebenarnya itu adalah syarat dari fitri agar mau menemaniku... adikku memang pintar mencari kesempatan.

kami menunggu Hafsah di depan gang, karena sepertinya hafsah tak mau dijemput dirumah, mungkin supaya tak ketahuan orangtuanya. tak begitu lama hafsah datang, fitri meminta Hafsah untuk duduk didepan.

dia mulai mengobrol dengan Fitri bahkan tak menyapaku sama sekali, hanya sesekali fitri coba menggodaku dengan leluconnya yang membuatku malu. aku memacu mobilku dijalan raya menuju sebuah restoran jepang.

"kak aku mau ini...ini sama ini nih" fitri yang sudah tak sabar langsung membuka menu ketika kami mulai duduk. dan aku hanya mengangguk

"...kak Hafsah mau apa?" lanjutnya.

Dua Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang