Epilog

9.2K 302 66
                                    

Asalamualaikum Naufal dan Prisca, Sayang.

Maaf hanya bisa
menyapa lewat surat. Jika surat ini sudah sampai di tangan kalian, itu artinya aku sudah tak bisa lagi menemani perjalanan hidup kalian, hari-hari kalian, bahkan canda dan tawa kalian.

Ok. Di surat ini, ada hal yang harus aku bongkar setelah perjalanan
panjang ini. Tapi sebelumnya, aku mohon jangan salahkan diri kalian
setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Besok, tepatnya pada
tanggal 15 Maret adalah hari proses operasiku. Hidup dan matiku
ditentukan pada esok pagi.

Kaget?
Iya, gak usah terlalu diambil hati. Aku sudah mempersiapkan ini
semua jauh-jauh hari. Sebulan sebelum kepulanganku di Indonesia, pihak dokter dari rumah sakit tempat aku dirawat telah menyerah atas
penyakitku.

Awalnya aku berpikir bahwa aku hanya mengidap penyakit biasa
setelah kecelakaan itu. Dan yah, mungkin dari kecelakaan itu efeknya hanya sedikit patah tulang pada bagian tulang rusuk dan tanganku. Dan dokter berhasil menyembuhkannya.

Tapi setelah beberapa kali menjalani perawatan secara intensif,
pihak dokter menemukan kenyataan bahwa aku bukan hanya menderita
patah tulang tapi juga mengidap sebuah penyakit kanker yang mematikan. Dan parahnya lagi, penyakit ini telah bersarang di tubuhku beberapa tahun
yang lalu dan lambat diketahui oleh pihak dokter mengingat aku yang tak pernah mengeluh serta konsultasi dengan pihak dokter sebelumnya.

Aku mengidap penyakit kanker otak, Fal. Dan kanker itu sudah
mencapai stadium lanjut. Udah gak ada jalan lain lagi selain kemoterapi.
Kenapa aku selalu memakai softlens sejak aku pulang ke Indonesia, karena penglihatanku udah gak mendukung.

Bukan hanya itu, aku juga harus
memakai alat bantu pendengaran. Jika tidak, aku sama sekali gak bisa
mendengar apa pun yang ada di sekitarku termasuk suara kamu. Bahkan indra penciumanku juga udah terganggu. Rambutku juga udah hampir habis karena rontok.

Mama dan Papa sebenarnya melarangku untuk balik ke Indonesia, tapi aku memaksa. Dan kalaupun mereka gak memberi izin, aku akan tetap nekat untuk balik. Alasanku adalah kalian berdua.

Yah, aku udah lama tahu hubungan kalian lewat Umi. Awalnya
kecewa. Marah. Sedih. Menyesal. Tapi setelah menenangkan pikiran
selama beberapa minggu, aku akhirnya bisa mengerti bahwa aku gak selamanya bisa ada di dekat kamu, Fal. Aku tahu gimana keadaan dan kondisiku saat ini.

Dan niatku kembali ke Indonesia adalah untuk menghabiskan sisa
waktu yang sudah tak lama ini, hanya untuk kamu Naufalku, Sayang. Bukan hanya itu, setelah perdebatan panjang bersama Mama dan Papa, aku
akhirnya bisa puas. Mereka berdua mengizinkan untuk mendonorkan
jantung aku kepada Prisca jika sampai hal yang tak diinginkan itu terjadi.

Dan kamu gak perlu kecewa akan keputusanku, karena keputusan ini demi kebaikan kita bersama.
Kelak jika pada akhirnya aku udah gak ada lagi di dunia ini, kuharap
degupan jantungku bisa terus mengiringi setiap langkahmu, Fal. Menemani hari-harimu dan menyaksikan perjalanan hidupmu hingga masa tuamu.

Aku titip Prisca untukmu, untukku, dan untuk kita. Jangan membencinya, karena itu sama saja kamu membenci diriku. Jangan menyakitinya, karena itu sama saja kamu menyakiti diriku. Dan
jangan mengecewakannya, karena itu sama saja mengecewakanku.

Sayangi dia. Cintai dia. Kasihi dia. Jadikan dia permaisurimu.
Jadikan dia teman hidupmu. Jadikan dia rumahmu, tempat di mana kamu harus kembali.

Jika kamu berhasil melaksanakannya, yakinlah aku akan tersenyum
di atas sana. Mengukir senyum lewat bulan. Menitipkan secerca
kebahagiaan lewat kedipan bintang. Menyelimuti lelahmu lewat indahnya malam.

I LOVE YOU, MUHAMMAD NAUFAL AFKAR AS’AD.

Salam kasih,
Khansa Kayyisah Azka.

Asmara Anak SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang