"Lyt genggam tanganku." Reina meraih tangan Lyto. "Lyt ... Lyto ... jangan lepaskan genggamanmu."
Kata-kata terakhir yang diucapkan Reina kepada Lyto sebelum keduanya terpisah masih terus terngiang dipikiran Reina. Apa yang dilakukannya? Kenapa dia melepaskan genggamanku? Kenapa kami terpisah? Apa yang dilakukannya sekarang? Pertanyaan-pertanyaan itu terus bermunculan di kepala Reina yang khawatir dengan keadaan Lyto.
Setelah merasa kesadarannya diambil alih saat membuka gerbang sihir, Reina yang kesadarannya kembali begitu gerbang terbuka meminta Lyto untuk mendekat dan tetap berpegangan tangan, tetapi Lyto melepaskan genggamannya sesaat sebelum mereka terdistorsi ke tempat yang berbeda. Setelah kejadian itu, mereka terpisah satu sama lain.
Kini Reina berada di sebuah kota yang cukup besar, tetapi kota ini terlihat cukup suram dengan kemiskinan masyarakatnya. Kehidupan di kota ini benar-benar menyedihkan. Bangunan-bangunan di kota ini saling berdekatan dan berhadap-hadapan dengan lebar jalan hanya 1 ren, sampah-sampah menggunung di beberapa sudut kota, menciptakan bau menyengat yang luar biasa, benar-benar kota yang tak layak untuk dihuni.
Meskipun kehidupan penduduk kota ini tidak berkecukupan, penduduk kota ini begitu ramah, Reina yang baru pertama kali datang ke kota ini disambut dengan hangat seperti sudah menjadi bagian dari penduduk kota itu sendiri. Reina diundang ke salah satu rumah penduduk dan diberikan suguhan yang membuatnya bertanya-tanya, mereka hidup ditengah kemiskinan tetapi masih dapat memberikan suguhan cukup mewah kepada tamu yang datang, dari mana mereka mendapatkan semua makanan ini? Bukankah sebaiknya makanan-makanan ini mereka simpan untuk konsumsi sehari-hari. Karena merasa tidak sopan jika dia sebagai tamu tidak memakan suguhan yang diberikan, Reina memakan beberapa potong kue yang rasanya membuatnya ketagihan.
Reina tiba di kota ini setelah distorsi ruang ketika memasuki gerbang sihir, Reina ditemukan tak sadarkan diri di sebuah lahan pertanian di sisi timur kota oleh seorang petani. Reina terbangun pada keesokan harinya mendapati dirinya terbaring dikasur tua pada sebuah ruangan kecil, ruangan persegi dengan tembok batu dan lampu tempel sebagai pelengkap. Itu adalah sebuah kamar dengan ukuran kecil.
Reina sedikit terkejut melihat sesosok wanita tertidur di sebelahnya atau lebih tepatnya tertidur di kursi yang berada di sebelahnya dengan menyandarkan bagian atas tubuhnya ke kasur tempat Reina tertidur. Reina mengira orang ini lah yang menjaga dirinya saat tidak sadarkan diri.
Reina mencoba untuk bangun secara perlahan dan menarik tubuhnya bersandar di sudut tempat tidur, bergerak perlahan agar tidak sampai membangunkan orang itu, tetapi orang itu menyadarinya dan langsung terbangun. Reina meminta maaf karena telah membangunkannya dan hanya mendapat balasan senyum ramah.
"Ano ... maafkan aku ... aku ada di mana? dan bibi siapa? Maafkan aku jika aku lancang karena langsung bertanya." Reina menundukkan kepalanya untuk meminta maaf dan melihat sekelilingnya.
"Kau pasti lapar, bukan? Aku akan menyiapkan makanan untukmu, setelah itu kau boleh bertanya sepuasmu," jawab bibi itu lembut.
"Ah tidak perlu ak-" belum selesai dengan kalimatnya, bibi itu sudah meninggalkan kamar Reina untuk menyiapkan makanan.
Di mana ini? Kenapa aku bisa ada disini ?Apa yang terjadi? Di mana Lyto? Kepala Reina penuh dengan pertanyaan-pertanyaan, terlebih saat ini dia berada di tempat yang sangat asing, bahkan ruangan kamarnya pun terlihat asing.
Reina menghabiskan makanan yang disajikan bibi itu dan kini bersiap untuk meluncurkan pertanyaan-pertanyaan yang sudah menggumpal di kepalanya sejak tadi.
"Terimakasih atas makanannya, bibi."
"Jadi apa yang ingin kau tanyakan?"
"Hmm ... ini di mana? dan kenapa aku ada di sini?" Reina sedikit kebingungan memulai dari mana dan pada akhirnya menanyakan tentang keberadaannya lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Historia : The Blackworld Adventure
Fantasia[Ongoing] [Update Rabu] 1000 tahun yang lalu perang besar terjadi di dunia ini. Seluruh ras bertarung untuk mendapatkan kejayaan dan kekayaan. Kebencian dan keserakahan menjadi sumber perang yang tak pernah berakhir. Suatu ketika ada sebuah kelompok...