Chapter 15

882 155 35
                                    

– Lumière –
If you Don't like ChangKyu or YunJae or Boys Love or even My Story,
just make your Own story
If you can't do it, just shut up your mouth
.
.

"Gerakkan dengan pelan-pelan saja, Changmin-ssi."

Berpasang-pasang mata disana menyaksikan dengan serius bagaimana Changmin mulai menggerakkan tangannya. Dokter mengatakkan tidak terjadi hal serius terhadap bahu Changmin, hanya keseleo sedikit dan itu sudah cukup menjadi pertimbangan untuk membuka gips. Lagipula Changmin sendiri sudah gerah harus bersusah payah hidup dengan satu tangan.

"Ini terasa lebih baik." sahut Changmin sambil memutar pergelangan bahunya perlahan. Agak sedikit nyeri, tapi benar-benar tidak masalah. Mungkin hanya efek kecil dari benturan, nanti juga hilang, pikirnya.

"Kau yakin?" Yunho berucap, matanya meneliti bahu Changmin yang memang kelihatan baik-baik saja kecuali warna kebiruan tipis akibat memar yang masih tercetak disana. Dokter bilang itu akan hilang dalam beberapa hari setelah diberi salep khusus.

Changmin merapikan kaosnya, "Ya." rasanya menyenangkan sekali bisa bangun dari kursi roda dan berpisah dengan gips yang selalu membuatnya risih.

Pandangannya beralih pada Kyuhyun yang tersenyum, "Giliran kau yang harus sembuh." –dan Kyuhyun mengangguki. Yunho mencibir dalam diamnya, dua bocah ini seperti tidak tahu waktu saja.

"Kyuhyun-ssi bisa segera melakukan pelatihan berjalan jika tangan dan kakinya sudah lancar digerakkan. Kalian hanya perlu sering-sering membantunya terapi gerak. Perawat juga akan datang setiap pagi untuk membantu."

"Terima kasih, Dok." Yunho mendampingi dokter sampai didepan kamar rawat, dengan Jaejoong yang mengekor selangkah dibelakang mereka.

"Sama-sama. Kalau begitu, saya permisi."

.
..............
.

"Jadi ini kamarnya?" Sudah cukup menatapnya, pikir Jaejoong. Meski ia sudah menyiapkan diri bertemu sang bibi, namun rasa takut dan ragu masih saja terbesit didalam hati. Intuisinya berkata untuk kembali lagi saja nanti, namun perasaannya menolak dengan tegas. Jika bukan sekarang, maka akan semakin banyak waktu yang terbuang.

"Jika kau siap, bunyikan saja bel nya. Jika tidak, kita bisa kembali lagi besok."

Tidak! Jaejoong tidak mau lagi mengulur waktu. Semakin ia cepat mengetahui bagaimana adiknya bisa menghilang, maka akan semakin cepat ia mengetahui dimana Guixian. Atau paling tidak Jaejoong merasa ia harus mengingat wajah adiknya itu.

Jaejoong menekan bel dengan yakin hingga bunyi ding dong menggema pelan dalam koridor hotel. Kamar pada lantai ini hanya ada satu, Yunho menyebutnya master suitroom atau tipe presidential room dan Jaejoong seketika mengingat kamar hotel yang Yunho pesan saat mereka di China –jenis kamar hotel yang sama.

Jika bibinya hampir sekaya Yunho, lalu mengapa Guixian dibuang dan ia harus mengalami begitu banyak penderitaan?

Dan pertanyaan itu terlintas begitu saja didalam otak Jaejoong.

Suara ceklek terdengar, menghentikan lamunan Jaejoong yang hanya sekejap. Jantungnya berdetak tidak nyaman dan Yunho seperti tahu hal itu. Tangannya tergenggam dengan erat, memberikan getaran listrik yang membuatnya semakin yakin dan percaya diri.

"Sia –pa... Kau!"

"Halo Bibi, mengingatku?"

.
.

"Enak?" Changmin duduk pada pinggiran pembaringan Kyuhyun, memberikan beberapa pijatan pada kaki pria manis disana. "Aku pintar memijit." tambahnya.

Kyuhyun terkekeh disela anggukkannya, "Kau tidak harus melakukan ini, maafkan aku yang tidak bisa melakukan apapun."

Lumière [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang