Part 14

12.8K 2.1K 250
                                    

Hold me not
Give me back my mind
My thoughts that you've taken
Starve me to care
(Sweet Scar, Weird Genius)

Deringan gawainya yang ia perkirakan dari Yudhistira tidak ia perdulikan sama sekali, Dita segera menghidupkan mobil dan langsung mengendarainya keluar dari lapangan parkir. Wajah Dita terasa panas dan pandangannya kabur karena air matanya mulai jatuh. Dita tidak tahu ia akan pergi ke mana, dadanya mulai terasa sesak, ia terisak. Beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam untuk meredakan tangisnya tapi itu hal yang sia-sia dilakukan, tangisnya makin keras. Dita akhirnya sadar, ia harus berhenti mengemudi sebelum ia bisa menabrak mobil orang lain karena tidak fokus. Akhirnya ia menepikan mobilnya di pinggir jalan yang tidak terlalu ramai lalu menyandarkan keningnya pada kemudi, mengatur napasnya kembali. Setelah beberapa saat, ia mengambil gawainya yang diletakkan di kursi penumpang di sebelah, memeriksa siapa saja yang menghubunginya selain Yudhistira.

Ternyata hanya nama Yudhistira saja, kakak sepupunya itu menelponnya mungkin hingga sepuluh kali. Ia sedikit mengharapkan Haikal menelponnya dan menjelaskan bahwa Callysta berbohong.

Stop, Dita! Jangan berpikir tolol!

Dita menatap kosong pada ponselnya, ia tidak ingin bicara pada Haikal dan Yudhistira saat ini. Terutama Yudhistira, laki-laki itu pasti akan memberondongnya dengan sejumlah pertanyaan yang tidak ingin ia jawab sama sekali. Gadis itu kemudian berpikir, sebaiknya ia melarikan diri ke mana agar Yudhistira tidak menemukannya sementara waktu. Tersirat di pikiran Dita untuk menghubungi Reefa yang berada di Inggris, tapi ia tahu kalau Reefa sedang menghadapi masa-masa berat penerimaan dirinya sendiri dalam menghadapi hilangnya penglihatan yang semakin menurun. Akhirnya ia menghubungi Cheryl, salah satu teman yang biasanya menemaninya hang-out di diskotik, setelah nada panggil kelima, panggilan Dita baru dijawab.

"Napa, Dit?" Suara gadis cantik berkulit eksotis itu terdengar lemas, mungkin baru bangun tidur.

"Kamu lagi di mana, Cher? Aku butuh kalian banget."

"Halah, pas ada masalah baru inget kita. Kemarin-kemarin kamu pacaran melulu sama Pak Dokter. Nelpon atau WA-an aja nggak apalagi nongol di basecamp kita."

Dita terdiam, baru menyadari sikapnya yang menjauh dari mereka berdua akhir-akhir ini. Jika dihitung –diluar kegemaran mereka yang nongkrong dari diskotik ke diskotik dan dari kafe ke kafe- mereka adalah sahabat yang baik, sahabat yang selalu sabar berbagi keluh kesah maupun kebahagiaan. Hampir dua minggu Dita tidak main ke diskotik X, tempat yang mereka anggap sebagai basecamp, di daerah Sudirman karena ia sibuk dengan Haikal serta kucing-kucingan dengan Yudhistira.

"Maaf..." Dita terisak, ia merasa bersalah karena bersikap jahat.

"Eh, kenapa nangis. Kayaknya masalahmu berat, ya?"

Dita hanya terisak dan membuat Cheryl bingung, karena selama ini Dita tidak pernah terlihat bersedih ataupun menceritakan masalahnya. Dita selalu terlihat riang dan easy-going.

"Sudah-sudah. Kamu ke kos-an aku aja, sekarang aku lagi ga enak badan nih, lagi malas ke basecamp. Sasha juga lagi dinas, jadi aku ga punya tema main," pungkas Cheryl, gadis itu tidak tahan mendengar tangisan tanpa sebab dari Dita. Dan sebenarnya ia juga penasaran apa yang menyebabkan gadis seceria Dita bisa menangis tersedu seakan dunianya telah hancur.

***

Cheryl menatap Dita dengan wajah datar ketika sahabatnya menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Sebenarnya ia ingin memutar mata karena naifnya Dita dan ingin menampar Haikal karena kebrengsekan sikapnya.

"Dit, kamu tahu kan makhluk yang bernama laki-laki itu rata-rata kayak kucing garong, ikan asin aja diembat apalagi pepesan yang terbungkus rapi kayak kamu."

My Perfect Polar BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang