Part 22

14.7K 2.8K 361
                                    

Hey, you there
Can we take it to the next level
Baby, do you dare?
(Naked, James Arthur)

Air mata masih belum berhenti mengalir dari mata Dita, dadanya terasa sesak karena ia harus menahan isak tangisnya. Gadis itu merapatkan bibir dan memejamkan matanya, mengatur napasnya yang terengah-engah.

Aku nggak boleh cengeng, aku nggak ingin merusak semuanya. Mungkin kenangan tentang liburan ini adalah hal satu-satunya yang paling berharga yang aku miliki bersama Mas Dhisti.Kalau Mas Dhisti memang sudah menentukan pilihannya, aku nggak boleh egois karena semestinya kebahagiaannya adalah kebahagiaanku juga.

Dita menarik napasnya yang terasa berat. Ia menghapus air mata dengan tisu wajah dan ia tahu wajahnya pasti terlihat sembab. Setelah ia dapat mengendalikan dirinya, Dita keluar dari bilik toilet dan mencuci wajahnya di wastafel. Untung tadi ia membawa bedak padat dan lipgloss, sehingga ia bisa menutupi sembab di wajahnya dan bibirnya yang sedikit pucat.

Selama akad Yudhistira terhadap Citra belum terucap, Dita berjanji akan menikmati setiap detik kebersamaannya dengan Yudhistira. Ia akan membuat kenangan terbaik yang akan diingatnya dan juga diingat oleh Yudhistira sehingga tidak ada yang perlu disesalkan ketika takdir menentukan kalau mereka memang tidak bisa bersama.

***

"Mas Dhisti!" Dita melambaikan tangan pada Yudhistira, wajah gadis itu memerah karena terengah berlari. Yudhistira meringis karena merasa bersalah, lupa memberitahu Dita kalau ia tidak berada di dalam gedung. Ia berjalan-jalan di trotoar di depan gedung sambil melihat burung-burung merpati yang mengerubuti seorang bocah perempuan yang tidak sadar menebarkan remahan dari roti yang ia kunyah.

"Ke mana aja, sih?" Dita bersungut-sungut tetapi wajahnya kembali tersenyum lebar ketika melihat kantong plastik besar yang ditenteng Yudhistira. Laki-laki itu menyadari tatapan Dita tertuju pada dua kantong kertas lux besar yang ia pegang selain satu kantong plastik besar dari toko sepuluh dollar.

"Kamu kelamaan di dalam toilet, Chloe. Aku sampe belanja lagi tadi di gedung mall sebelah. Tapi aku balik lagi ke sini, kan" Yudhistira terkekeh. Ia menunjukkan pada Dita dua pasang tas branded dan parfum dengan merk yang sama. "Buat Mama dan Ibu," lanjut Yudhistira menerangkan.

"Bagus. Kamu emang harus beliin something expensive buat mereka. Jangan dong mereka dikasih yang murah-meriah di toko sepuluh dollar." Dita mengangguk puas. "Aku juga mau beliin buat Ibu dan Mama, tapi kayaknya nggak sanggup beli merk yang sama dengan yang kamu beli, Mas.

"Semampu kamu, Chloe. Yang namanya orangtua pasti senang dengan pemberian anaknya." Yudhistira menepuk kepala Dita dan tertawa mendengar polosnya ucapan adik sepupunya.

"Yuk, aku temani ke gedung sebelah. Aku lihat H&M lagi diskon besar-besaran." Yudhistira menarik tangan Dita tanpa sungkan membuat Dita terdiam di tempatnya sejenak, menatap tangan Yudhistira yang menggenggam jemarinya.

"Ada apa, Chloe?" Yudhistira menoleh ke belakang, mengerutkan kening, merasa heran dengan Dita yang wajahnya terlihat kosong tapi sedetik kemudian Dita nyengir dan mengerjap jenaka padanya.

"Ayo, Mas."

Bagi Dita,mungkin semuanya saat-saat ini akan terasa bagai mimpi baginya. Mungkin ini terakhir kali ia bisa menggenggam tangan yang kuat , menggandeng lengan yang kokoh, dan bersandar di pundak yang memberi rasa perlindungan sekaligus kehangatan baginya. Ia tahu ia terlihat menyedihkan karena membohongi dirinya sendiri dengan bersandiwara sebagai kekasih Yudhistira dan rasa itu telah ada semenjak Yudhistira menggenggam tangannya di bandara Soekarno Hatta.

Sebentar saja... Beri aku sedikit kebahagiaan dengan bersamanya, Tuhan. Setelah ini, aku akan tahu diri dan menyerahkan semua keputusan di tangan Mas Dhisti.

My Perfect Polar BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang