Part 1b

25.2K 3.3K 139
                                    

Screaming, crying, perfect storms
I can make all the tables turn
(Blank Space, Taylor Swift)

Dita mengembuskan napas melihat hasil kemalasan dirinya dan sepupu kembarnya selama dua minggu. Ia segera menggulung lengan piyamanya, mengikat kuncir ala jambul pocongnya lebih erat. Gadis itu membereskan ruang duduk dan dapur secepat kilat dan sebersih yang ia bisa setelah sholat subuh. Ia mengirim pesan whatssapp pada dua sepupu kembarnya supaya mereka cepat pulang. Tentu saja ia berbohong pada mereka, Dita tidak mau dijadikan sasaran kemarahan Yudhistira sendirian saja.

Dita: Guys, pulang sekarang. Aku bawa oleh-oleh kepiting jumbo saos padang. Kalo kalian gak pulang dalam waktu 1 jam aku habisin sendirian.

Pesan telah diterima dengan centang dua, Dita memberengut. Tapi ia bertaruh, sebentar lagi duo rusuh itu pasti datang dalam waktu kurang dari 1 jam. Lalu ia memasak nasi goreng sederhana dengan telur ceplok, rasanya Dita ingin menaruh garam 10 sendok pada nasi gorengnya. Untung otak warasnya mencegah melakukan tindakan tolol itu. Dita membayangkan kemarahan Yudhistira setelahnya karena makan nasi goreng rasa garam.

Dita meletakkan dua piring nasi goreng dia atas meja pantry yang juga berfungsi sebagai meja makan. Ia melihat ponselnya lagi, masih belum ada pesan balasan dari si kembar. Kemudian pintu kamar utama terbuka, Yudhistira dengan gaya tidak pedulinya berjalan menuju pantry hanya dengan mengenakan celana pendek selutut.

Dita memutar matanya sebal.

Iye, aku tahu badan kamu oke, Mas. Tapi gak usah deh keliaran pamer-pamer otot six pack mu itu!

"Wah, sudah selesai masaknya?"

Yudhistira mendudukkan bokongnya pada kursi tinggi, keningnya berkerut melihat masakan hasil karya Dita.

"Telor ceplok apa ini, Chloe? Gosong di pinggir-pinggirnya."

"Ahahaha... makan saja, Mas. Enak yang begitu, garing di luar, lembut di dalam." Dita berseloroh sambil menirukan slogan wafer terkenal

"Bukan seleraku, seharusnya setengah matang sedikit kuning telurnya."

Kalo gitu masak sendiri, jangan nyuruh-nyuruh orang.

Dita hanya tersenyum manis dan mengerjapkan matanya, padahal di dalam hati ia dongkol setengah mati.

Satu suap dimasukkan ke dalam mulut Yudhistira, Dita memperhatikan Yudhistira lekat-lekat dan wajah tampan itu kembali mengernyit. Yudhisitira terlihat mengunyah setengah hati dengan cepat-cepat menelan dan menggelontornya dengan air putih.

"Bumbu apa sih yang kamu gunakan?"

"Bumbu instant, Mas," jawab Dita datar, sudah mulai muak dengan tingkah Yudhistira.

"Pantas rasanya nggak keruan, micin semua. Nggak salah memang kalo kamu kadang suka lemot, Chloe." Pungkas Yudhitira, ia menyenderkan tubuh atletisnya pada kursi, menatap Dita dengan pandangan mengejek.

"Jadi, gak mau dihabisin nih?" Dita melirik piring Yudhistira, sedikit sakit hati. Ia sudah bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan tapi laki-laki itu malah tidak menghargai sedikitpun usahanya.

Yudhistira menggeleng lalu sambil bersandar ia kembali menceramahi Dita.

"Kenapa malam tadi kamu tidur di kamarku? Kamu kan punya kamar sendiri?"

Dita diam, ia tidak bisa menjawab. Sebab ia tidak bisa tidur di kamarnya sendiri karena kamarnya sama sekali tidak bisa ditiduri. Senyum dingin terpasang di wajah Yudhistira, laki-laki itu sudah bisa menebak alasannya. Dengan cepat Yudhistira meloncat dari kursinya dan berjalan menuju kamar Dita.

My Perfect Polar BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang