Part 20a

13.6K 2.5K 195
                                    

If you've got somethin' to tell me
Don't keep it inside
Let it be heard
(If Your Heart's not in it, Westlife)

Dengan menggunakan aplikasi google maps, Yudhistira dan Dita akhirnya sampai di rumah pamannya Citra yang terletak di daerah Cipayung Jakarta Timur. Rumah itu tidak mewah tapi sangat asri, rimbun dengan tanaman dan pepohonan yang tumbuh di halaman yang luas. Dita tahu, Citra juga berasal dari kelas masyarakat yang setara dengan Yudhistira.

Ketika mereka menekan tombol bel yang berada di depan pagar tembok, seorang pria membuka dan mempersilahkan mobil mereka masuk ke dalam halaman yang memang seperti kebun kecil itu. Dengan sabar, Dita dan Yudhistira menunggu Citra di teras dan tak lama kemudian gadis berhijab itu muncul dengan senyumnya yang ramah.

"Assalamualaikum, Mas Yudhis dan Dita. Nunggu aku lama nggak, nih?" tanya Citra dengan bersahabat. Ia segera merangkul Dita dan mengucapkan salam dengan telapak tangan ditangkupkan di depan dada pada Yudhistira.

"Waalaikumsalam. Nggak, kok." Yudhistira tersenyum, ia suka melihat Citra yang enerjik. Sebetulnya kalau ia pikir-pikir, Citra mirip dengan Dita.

"Ayo, masuk. Om dan Tante sedang keluar kota, jadi di rumah cuma ada supir dan mbok yang bantu-bantu masak. " Citra membuka tangannya lebar pada pintu ruang tamu yang terbuka pada Yudhistira, memberi tanda agar laki-laki itu masuk ke rumah dan ia membimibing Dita dengan merangkul bahu gadis itu hangat.

"Mau minum apa?" tawar Citra, lalu Yudhistira dan Dita menjawab bersamaan cukup air putih saja. Citra terkekeh lalu ia masuk ke dalam dan tak lama kemudian muncul dengan baki yang berisi air putih dan beberapa jus kotak serta kudapan manis dan asin.

"Wah, ngerepotin kamu, Cit," ujar Yudhistira, ia mencatat bahwa Citra adalah perempuan yang menghargai tamunya. Satu nilai plus untuk gadis itu.

Citra melambaikan tangannya, merasa Yudhistira berlebihan dan ia mempersilahkan mereka untuk makan dan minum apa yang ia sediakan.

"Wah, bolu lapis." Dita menaikkan alisnya dan segera mencomot sepotong kue dari piring. Ia merasakan lezatnya kue itu dan memejamkan matanya. Yudhistira sampai terkekeh melihat ekspresi Dita.

Kue yang enak.. dibuat dengan sangat ahli.

"Mbak Citra, kamu memasaknya dengan otang atau pakai gerabah dengan kayu bakar di atas dan dibawahnya?"

"Otang?" Citra mengerjap bingung.

"Oven tangkring." Dita nyengir, ia menyadari mungkin yang ia duga tadi salah bahwa kue ini buatan Citra.

"Ehm, aku nggak terlalu pintar masak. Kue itu aku beli dari toko kue di mall." Citra membalas cengiran Dita dengan cengiran juga.

"Oh, I see. Sebenarnya memang zaman now ini nggak bisa masak nggak masalah. Toh warung, resto dan toko kue juga banyak." Dita berseloroh, ia sebetulnya merasa tidak enak dengan bertingkah sok pintar bagai chef kawakan.

Citra mengangguk kuat-kuat, ia setuju dengan pendapat Dita. Lalu kedua gadis itu mulai mengobrol tentang makanan kesukaan mereka dan topik obrolan mereka mulai melebar ke mana-mana.

Yudhistira hanya menyimak pembicaraan Dita dan Citra, sekali-kali apabila Dita atau Citra meminta pendapatnya ia menimpali dengan singkat. Dari pemicaraan mereka, Yudhistira mengumpulkan info tentang Citra. Laki-laki itu menunduk, menyembunyikan senyumnya. Ternyata Citra tidak mirip dengan Dita, mungkin secara fisik sama tetapi mereka tetap dua orang yang berbeda.

Citra tidak bisa memasak, Dita bisa. Citra senang membaca buku motivasi diri, Dita tidak. Citra bisa memanah, Dita mahir berenang. Citra....

Apa yang kamu pikirkan, Yudhistira? Membandingkan seorang perempuan yang kamu niatkan menjadi istri dengan sepupu yang sudah seperti adik kandungmu sendiri?

My Perfect Polar BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang