MAAF, kalau kalian terbawa suasana atas perbincangan Brian denganku sebelumnya di telpon. Sungguh air mata yang aku keluarkan saat itu bukan air mata yang berasal dari obat tetes atau pun air dari langit yang jatuh ke pipiku. Itu benar-benar air mataku. Dan mengapa aku menangis? Karena aku merasakan kekecewaan yang nyata.
Akhir-akhir ini, semenjak Brian ada dalam telpon malam itu di Kota Surabaya. Semenjak aku terakhir pergi dengannya dan menyandar di bahunya, ia berubah. Aku tidak merasakan perubahan yang signifikan. Yang aku tahu, dia menjadi tak bertopik dan SJP (singkat, jelas, dan padat).
Aku benci memperpanjang topik. Ini karena August pernah melakukan hal yang sama seperti yang Brian lakukan saat ini.
Brian : haha
Clay : ah elah, haha mulu
Brian : gatau mau jawab
apaanClay : lo kenapa lg?
Brian : gue boleh gak,
ngomong sesuatu?Tak ada perubahan rasa, rasaku masih baik-baik saja. Karena aku masih ingat pasti, perbincangan ia beberapa waktu lalu hanyalah bercanda.
Clay : silahkan
Brian : lo tau kan, dekat
dengan orang, itu ada 3
tahap, suka, sayang,
lalu cintaClay : lalu?
Brian : aku sedang ada di
tahap suka dan selama
beberapa hari bahkan
minggu dan bisa terhitung
bulan, gue udah coba buat
ke tahap selanjutnya,
tapi gue gak bisaClay : maksud lo apaa?
Brian : gue mau kita
temenan gini aja, jangan
menjauh dan dekat pun
not for that wayClay : lo bercanda kan?
Brian : ini bukan seperti
bercandaan di telpon
waktu itu***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
TS [2] Choices
Short Story[Based on True Story] Clay dan August itu cocok. Tetapi yang mengerti Clay itu Devan. Bukan, Kak Alvan membuat Clay tak mengerti Devan lagi. Apalagi datang dan perginya Brian. Lantas siapa? Bukan mudah berpaling, tetapi keadaan yang membuat kita mem...