9 : : Down

1.2K 116 20
                                    

Tak ada orang yang baik-baik saja setelah dikecewakan, begitu pula tak ada orang yang ingin jatuh di dalam lubang kegelapan yang sama untuk kesekian kalinya.

Via menghembus napas panjang, cewek dengan celana jeans dan kemeja kotak-kotak biru kebanggaannya itu memejamkan mata, tak lupa pula satu khas ciri anak band yang paling sluit dihilangkan.

Hobi mengenakan kaos oblong di balik kemeja.

Kedua kaki dengan balutan sepatu putih itu terayun, duduk di atas pondok kayu kesukaannya, sesekali pandangannya ia edarkan, memperhatikan buku-buku yang menarik perhatiannya.

Nihil, tak ada buku yang menarik perhatiannya saat ini. Dirinya yang sekarang hanya ingin berpikir, bergelut dengan hati, dan ingin rasanya untuk menyadarkan Alvan bahwa cowok itu tidak sendiri.

Kecewa dan kesepian.

Seperti dua rasa sakit yang dikemas menjadi satu. Via memejamkan mata, semakin mengayunkan kakinya cepat sibuk dalam pikirannya.

Entahlah, dulu ia sangat menyenangi hari minggu. Hari minggu layaknya surga dunia bagi dirinya, dimana setengah hari ia dapat terbebas dari tugas, duduk di pondok kayu tanpa harus berpura-pura menjadi dewasa terhadap orang-orang disekitarnya.

Ketika beranjak dewasa, banyak hal menyenangkan sekaligus menyakitkan yang didapat. Menyenangkannya adalah ketika kita dapat bergerak bebas, menemukan jati diri, dan mengeksplor pikiran serta berusaha menemukan inovasi.

Sementara hal memyakitkannya?

Ya, semakin dewasa, semakin banyak masalah yang dihadapi, semakin sulit menemukan irang-orang yang dapat dipercayai apalagi yang bernama sahabat sejati.

Dan Via yakin, Alvan tengah terjebak dalam situasi terakhir tersebut.

"Kak Via!!"

Kedua alis Via terangkat, mendadak saja kedua sudut bibirnya terangkat puas begitu memperhatikan kesepuluh anak kecil itu. Tampak begitu ceria dan Via yakin, siapapun yang melihat anak-anak ini pasti akan ikutan senang dan melupakan setiap rasa sakitnya.

Mungkin anak-anak ini benar, ia harus mengajak Alvan ke sini juga.

"Woi tante!"

Suara bass Adam terdengar dari kejauhan, cowok berjaket biru itu tengah membawa sekardus buku, lalu di samping Adam ada Nial yang tengah membawakan dua kantong besar berisi makanan seraya menuntun anak-anak itu berjalan.

Via melipatkan tangan ke atas dada, kesal. "Tante tante, aku gorok kalian."

"Sok seram lo," bantah Adam. Meletakkan kardus ke dalam pondok lalu duduk menyeka keringat di dahinya.

"Tumben lo udah sampai? Lo kan biasanya ngaret, apalagi habis bangun tidur," tanya Adam setengah menggerutu, pasalnya tempo lalu Via pernah janjian untuk pergi melihat band kesukaan Adam, dan sayangnya, karena telat, cowok itu hanya bisa menikmati lagu di bagian akhir saja.

"Ya dong!" Jawab Via, mengayunkan kakinya cepat, menyipitkan mata dengan senang. "Belajar jadi istri yang baik, bangun pagi, siapkan sarapan..."

Tak jauh dari Via, Nial menoleh. Perlahan cowok yang tengah mengeluarkan kotak-kotak makanan dari kantong plastik itu tersenyum, memperhatikan Via penuh arti.

Makanan berhasil disusun rapi. Cowok berkemeja merah maroon itu menepuk tangan, berusaha mengalihkan pandangan anak-anak yang tengah bermain kegirangan di sana.

Nial membungkukkan tubuh, memperhatikan kesepuluh anak itu. "Makanan siap!! Dan sekarang saatnya..."

"Serbuu!!" jawab anak-anak itu serempak, mengangkat sebelah lengannya tinggi-tinggi, lalu berlari memasuki pondok, duduk di posisi masing-masing.

ATSFN SERIES : One Gift for AlvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang