"Ada saatnya lo bakal bosan dengan adanya sebuah perubahan." –Alvan-
~One Gift for Alvan~
...
Matahari mulai terbit. Langit tampak biru begitu juga awan tampak putih. Dari dalam kantin Universitas Bakti Mulya itu tampak Alvan melirik jam di tangannya, kantin yang tadinya sepi mulai tampak ramai, dipenuhi anak-anak kuliah pagi maupun anak kuliah siang yang tengah menikmati makanan dan Wi-Fi gratisnya.
"Kyaaa!! Kak Alvan!!!"
Kedua mata bundar itu membulat. Langkah kakinya yang baru saja keluar dari kantin terhenti seketika. Diteguknya ludah sejenak sambil menggenggam sebotol air mineral dan nasi bungkusnya.
"Kak Alvan!! Minta fotonya!"
Kedua alis tebal Alvan nyaris tersambung, memerhatikan lima orang mahasiswi semester satu yang berteriak histeris dari kejauhan. Mendadak bulir keringat dingin membasahi kemeja biru tuanya.
Penggemar? Oh ayolah! Ini masih pagi!
Ingin saja Alvan menghela napas panjang, kegiatan dua tahun lalu yang ia kira menyenangkan malah membuatnya kesal setengah mati. Jika ditanya apa maunya saat ini maka ia akan menjawab hanya ingin menikmati makanan dan minumannya dengan tenang.
Tapi rasanya mustahil.
Kelima cewek itu maju selangkah, membuat Alvan menggerakkan sebelah kakinya ke arah kiri selangkah. Perlahan-lahan para cewek itu mulai berlari, tanpa aba-aba lagi Alvan berlari kencang menghindari kelima makhluk menyeramkan yang berani mengusiknya.
📚📚📚
Nasib buruk selalu datang, tanpa diundang, dan tanpa meminta izin kepada pemiliknya. Begitulah yang dirasakan seorang Via Valentika sekarang. Gadis berambut hitam sepinggang itu memerhatikan rak-rak buku di sekelilingnya dengan panik.
Bukannya ia kehilangan buku atau benda lainnya. Percayalah ini jauh lebih buruk dibandingkan kehilangan buku.
Dirinya sekarang sedang ter-kun-ci di dalam perpustakaan ini!
"Lima menit lagi," gumam Via, cewek itu menggigit bibir bawah seraya menatap jam tangannya.
Inilah akibatnya jika mahasiswi terlalu rajin. Perpustakaan ini memang sudah terbuka pada pukul enam tadi, tapi karena penjaganya mendadak dipanggil untuk rapat dan alih-alih takut ada barang yang hilang, maka pintu perpustakaan dikunci dari luar.
Menyebalkan. Bolehkah seorang Via mengutuk sekarang?
Sebentar lagi ada kelas yang harus ia masuki dan apabila terlambat maka sudah dipastikan hari ini dirinya akan mendapat tiga kesialan.
Keluar, tidak mengisi absen, dan ketinggalan materi pelajaran.
Brak! Brak! Brak!
"Buka," lirihnya kelelahan, mengedor-ngedor pintu perpustakaan dari dalam. Berharap semoga ada orang di luar sana yang berniat membantunya.
📚📚📚
Akhirnya!
Alvan menarik napas terengah-engah, wajahnya tampak memucat seketika, sesekali mengelap bulir keringat di dahinya. Sejenak ia menyandarkan punggungnya ke dinding lalu melirik kiri kanannya.
Bagus. Penggemar buasnya itu sudah lari entah kemana dan ia sudah bisa makan dengan tenang sekarang.
Alvan menyilangkan kakinya duduk di atas lantai, perlahan ia tersenyum puas sambil membuka bungkus makanannya. Biarlah ia seperti gelandangan sekarang, duduk dimana saja yang penting tanpa ada gangguan.
Brak! Brak! Brak!
Menyebalkan!
Alvan menoleh, memerhatikan depan pintu perpustakaan. Aneh, padahal pintu di gembok dari luar, tapi kenapa seperti ada bunyi dari dalam sana? Apa ada arwah penasaran yang ikut-ikutan ingin menjadi penggemarnya?
Alvan mengangkat kedua bahunya. Terserahlah, ia hanya ingin makan sekarang.
Belum sempat memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya, lagi-lagi pintu dikedor dengan kencang dari dalam. Alvan mendesis, meletakkan sendok plastiknya dengan kesal.
"Woi bising! Gue mau makan! Kalau mau minta foto nanti aja!" teriak Alvan, lalu meneguk sebotol air mineralnya.
"Tolong! Aku terkunci dari dalam!"
Dahi Alvan mengernyit, kepalanya ia miringkan sejenak, memerhatikan pintu itu dengan penasaran. Suara cewek. "Lo manusia?"
"Iya!" jawab dari dalam.
"Lo tunggu aja sampai pintunya kebuka!" suruh Alvan, kembali makan dengan tenang. Siapapun orang yang ada di dalam sana, bagi Alvan terlalu berlebihan, hanya terkunci bukan berarti tidak bisa keluar, pintunya tidak perlu dikedor seperti itu kan?
"Sebentar lagi aku ada kelas!"
"Gue juga," jawab Alvan.
"Nanti terlambat!"
Alvan berdecak, mengacak rambutnya dengan kesal. Tak berapa lama, tampak pria paruh baya berjalan menuju perpustakaan membawa kunci ditangannya. Alvan menelan makanannya susah payah. "Ada yang terkurung di dalam tuh pak."
Pria itu menoleh ke belakang, mengangguk.
Pintu perpustakaan terbuka, mata Alvan mengerjap seketika, seseorang keluar dari sana, cewek itu tersenyum lega seraya memegang buku-buku di tangannya. Entah terdengar aneh atau tidak yang pasti ia barusan mendengar cewek itu mengucapkan terimakasih kepada bapak penjaga perpustakaaan.
Alvan mengernyit. Terimakasih? Jadi siapa yang salah sekarang? Kenapa cewek itu harus berterimakasih?
Cewek itu menoleh, memerhatikan Alvan yang berada tak jauh darinya. "Alvan. Kamu Alvan kan?"
Alvan mengangguk, mengerjapkan mata tidak percaya. "Lo..."
___
AN. Haloooo
Udah lama enggak nyapa. Welcome to ATSFN series. ^^/
Yang kangen Alvan ayo merapatttt...
Kalau di cerita ATSFN aku biasa nyiksa Alvin nya, kalau di One Gift for Alvan ini aku nyiksa Alvannya #hahaha
Revisi nanti ya, tunggu complete.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATSFN SERIES : One Gift for Alvan
Ficción General"Kenapa ada warna hitam dibalik warna putih? Kenapa ada kata buruk dibalik kata baik?" Itulah yang menjadi pertanyaan seorang Alvaranda Manathan sekarang. Dirinya yang dulu selalu hidup tanpa beban kini malah berubah menjadi sebaliknya. Semua kesen...