8 : : Night

1.1K 115 6
                                    

Jika ditanya kapan seorang Alvaranda pulang, maka dengan lantang ia akan menjawab malam.

Tidak terlalu larut, hanya saja pada saat jam orang-orang mulai membersihkan diri untuk menuju ke alam mimpi.

Dengan malas, cowok berkemeja biru itu menyusuri ruang tengah. diperhatikan setiap sudut rumah. Sepi. Benar-benar sepi.

Pukul sebelas, sepertinya kedua orang di rumah ini sudah terlelap di alam mimpinya.

Seandainya Alvin ada di rumah ini pasti ada yang menemaninya sekarang.

Alvan menghembus napas panjang, diambilnya sebungkus roti dan sekotak susu dari kulkas lalu membawanya ke dalam kamar.

Gelap, berantakkan...

Perlahan kedua sudut bibir cowok itu terangkat, sinis. Duduk dimeja belajar seraya menikmati makanan dan minumannya dengan pelan, lalu menelannya susah payah.

Percayalah selama setahun belakangan ini dirinya hampir merasa gila. Baik pikiran maupun hatinya sama sekali tidak bisa ia rasakan dengan benar. Tak ada sesuatu hal yang membuatnya senang, dirinya jatuh sedalam-dalamnya tanpa menemukan titik terang.

Ia terluka, begitu besar luka yang ia dapatkan, memang bukan secara fisik tapi secara batin yang dapat menghancurkan mental dan akal sehatnya.

Seorang Alvan yang begitu positif kini menjadi sebaliknya, tatapan yang dulunya selalu tampak bersemangat kini terasa kosong, jika pun ada mungkin hanya tatapan sayu.

Kedua mata bundar Alvan terpejam sejenak, dihirupkan napas sebanyak-banyaknya hingga oksigen memenuhi seluruh rongga dadanya.

Ia butuh seseorang, seseorang yang menguatkannya, yang sabar menghadapi sikap kekanak-kanakannya, dan terakhir...

Satu hal penting dalam hidupnya...

Ia ingin berteman dengan manusia, bukan debu yang menyerupai layaknya manusia

🎁🎁🎁

Satu hal yang menemani Via disaat sendiri adalah pikiran, dengan berpikir sebelun tidur sama sekali tidak membuatnya kesepian, bermain dengan pikiran dan berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan untuk diri sendiri benar-benar menyenangkan.

Yah... mungkin hanya pertanyaan sederhana. Seperti siapa orang yang berhasil ia buat senyum, apa saja kegiatan yang ia lakukan hari ini, dan bagaimana-cara-membahagiakan-diri-sendiri. 

Cewek yang sudah merebahkan diri di tempat tidur cream-nya itu tersenyum sejenak, direbahkannya kedua tangan sesekali tersenyum senang memperhatikan langit-langit kamar berwarna putih.

Alvan. Entahlah mendadak aaja pikirannya tertuju kepada cowok itu, mungkin bukan bayangan seorang Alvan yang sedang menjalani hidup di kampus, melainkan seorang Alvaranda Manathan yang dulunya begitu antusias mengikuti lomba cerdas cermat untuk mewakili sekolah.

Kini ia benar-benar memahami kenapa seseorang mengatakan masa SMA adalah masa yang paling menakjubkan.

Karena dimasa itu seseorang yang tengah mengalami masa remaja akan merasa terlindungi, apa yang ada dipikiran benar-benar hanya belajar, lagipula di masa itu sahabat-sahabat yang ditemukan benar-benar hebat.

Tertawa sepuasnya hingga lupa bagaimana cara untuk terluka berada di masa itu. Jika dibilang untuk memikirkan beban hidup mungkin masih minim, segala hal yang kita lakukan masih menjadi tanggungjawab orangtua dan guru.

Sedangkan sekarang?

Diri sendirilah yang bertanggungjawab atas apa yang dilakukan, baik yang disengaja maupun tidak, tidak ada yang peduli. Alih-alih lagi jika kita berbuat hal yang negatif, bukannya mendapatkan teguran ataupun cara untuk memperbaikinya, melainkan cacian, umpatan dan pandangan-pandangan tidak enak dari sekeliling masyarakat.

Via membalikkan badan, meraih hp di samping ranjang lalu memainkannya. 

"Alvaranda..." gumammnya pelan, seraya membuka salah satu media sosialnya, iseng-iseng untuk mengetahui aktivitas cowok itu. Mendadak kedua sudut bibirnya terangkat, lalu melihat nama yang tertera di akun instagramnya drngan cerah.

Tidak banyak yang di post seorang Alvaranda Manathan, hanya sedikit dan bisa dihitung dengan jari.

Foto paling bawah, dimana kelima orang tampaknya tengah duduk berjajar dtampaknh para lelaki memang diwajibkan mengenakan jas, dan khusus untuk perempuan mengenakan kebaya.

Alvan terlihat duduk di tengah, cowok dengan jas hitam, kemeja putih, dan dasi biru gelapnya itu, tampak tersenyum seperti biasa, kedua lesung pipitnya tampak begitu dalam menunjukkan raut bahagia di matanya.

Sungguh berbeda dari yang sekarang.

Aku pernah sendiri, dan pada akhirnya seseorang mendatangiku dengan nama sahabat, menemani, hingga akhirnya aku menjadi dewasa dan terlindungi.
@mahendra.acra, @venysha.ditya, @alvinandomanathan, @oliveakhaerisha_

Via mengerjap sejenak, lalu foto yang akhir-akhir ini baru saja di pos, tak ada foto pemilik akun tersebut hanya ada foto pemandangan, entah langit biru atau tenangnya air danau yang tertera di sana.

Pada akhirnya setiap manusia akan hidup dalam kesendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada akhirnya setiap manusia akan hidup dalam kesendirian.

Mendadak Via menahan napas membaca satu kalimat yang tertera di sana. Entahlah, seperti ada perasaan yang mengganjal di dalam hatinya, sedikit terasa sakit?

Via mengerti apa maksud dari foto dan caption tersebut. Dirinya sudah benar-benar hafal perasaan semacam apa ini. Luas dan sendiri. Menandakan sebuah ketakutan dalam nuansa diri yang bernama kesepian.

Mungkin secara fisik Alvan terlihat baik-baik saja, namun dari segi batin?

Via berani bertaruh, cowok itu pasti tidak pernah merasakan baik-baik saja hingga saat ini. Memang ada sebagian orang yang dapat menikmati sebuah rasa yang bernama kesendirian, namun tak ada seorangpun yang bertahan dalam kelamnya ruang kesepian.

Apalagi bila ditambah dengan kenangan-kenangan masa lalu yang sama sekali sulit terwujudkan.

Via memejamkan mata sejenak, menarik napas lalu mengetik pesan kepada pemilik akun tersebut.

Alvan?
Kamu on?
Kamu mau jadi teman aku?

Balas dipesan dengan cepat, membuat Via membulatkan mata membaca ketikan dari seberang. Satu kalimat singkat dari Alvan, mungkin bagi penggemar Alvan sudah cukup puas dengan jawaban tersebut. Mungkin bisa jadi mereka kegirangan dan berteriak layaknya para ibu melihat diskon belanjaan besar-besaran.

Namun bagi Via...

G. Mksh.

Via mematikan hp. Menarik selimut tebal, berusaha memancing rasa kantuk yang menderanya.

Via sadar, dirinya memang banyak keinginan, namun untuk saat ini, dimulai dari detik ini, ada satu harapan besar yang muncul dalam tekadnya.

Ia ingin berteman dengan seorang Alvaranda Manathan dan melindungi hati lelaki itu.

...

Publish 21.02.18




ATSFN SERIES : One Gift for AlvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang