11 : : CONFUSED

879 69 36
                                    

Jika saja mencintai semudah mengucap kata mencintai, mungkin hasilnya takkan sesakit ini.

~One Gift for Alvan

...

Alvan enggak pernah tahu harus berapa lama terjebak di dalam hal menyebalkan seperti ini.

Diam-diam cowok berwajah tirus itu menghela napas panjang, memejamkan mta, berharap tingkat sabarnya sungguh cukup kuat untuk menghadapi situasi seperti ini. Anak-anak, teman sekampus, sudah cukup menyebalkan

Setelah ini apalagi? Apalagi hal yang mengganggunya?

Sudahlah, yang pasti begitu banyak. Jika disusun di dalam sebuah daftar mungkin akan ada banyak hal yang begitu menyebalkan dan dalam seumur hidup Alvan tak pernah yakin bahwa dirinya akan dapat tersenyum seperti semula. 

"Yey! Kita makan ayam!" 

Kepala Alvan yang dari tadi tertunduk malas kini terpaksa terangkat begitu mendengar suara berisik di depannya. Entah berapa anak yang ada di sana yang pasti sudah cukup menganggunya. Mereka berlari, tampak begitu ceria menuju suatu restoran yang menjual berbagai macam makanan ayam tepung. 

"Sabar! Ah! Jangan lari-lari!" 

Kedua mata bundar Alvan melirik kali ini tertuju pada gadis yang benar-benar bukan tampak seperti seorang gadis. Tidak seperti sahabatnya dulu ketika sekolah, tidak seperti Veny yang begitu lembut dan manis, tidak pula seperti Olive yang terlihat cantik meskipun bisa berubah menjadi galak dalam waktu yang bersamaan. 

Suara tawa dari kanan Alvan terdengar. Adam, cowok yang tidak pernah diam itu kini berjalan santai, sambil meletakkan sebelah tangan ke dalam saku celananya. "Biarin aja Vi, mereka lagi senang juga." 

Via menoleh, wajah yang tampaknya hanya dipoles dengan sedikit bedak bayi itu menoleh, tubuhnya agak sedikit merunduk berusaha mengatur jalannya anak-anak kecil itu. "Nanti kalau mereka pencar susah kita nyarinya." 

"Aman, gue percaya sama mereka."

Kini, diam-diam Alvan melirik ke arah kiri. Nial. Dan Alvan yakin sifatnya dengan cowok itu hanya berbeda tipis, terlihat begitu datar, seolah memendam setiap masalah dengan bertingkah seperti biasa yah... meskipun tidak biasa juga apabila dilihat oleh orang normal yang terlihat begitu bahagia lainnya. 

Merasa diperhatikan, mata bulat sayu itu melirik Alvan dengan tajam. "Ngapa lo?"

"Enggak," jawab Alvan datar, meletakkan kedua tangan di dalam saku celana. Susah payah dirinya menggerakkan kedua kaki untuk mengikuti langkah ketiga orang ini. Entahlah, terkadang Alvan menyesali, seandainya saja dirinya diam di toko buku dengan waktu yang jauh lebih lama lagi mungkin dirinya tidak akan terjebak dalam pertemanan ketiga orang ini.

Sungguh menyulitkan. 

Via yang cerewet, Adam yang ceria, dan Nial yang sok dewasa. Sudah dapat dipastikan hidup Alvan akan berada di dalam masalah cukup besar bila bergabung dengan makhluk-makhluk ini jauh lebih lama. 

"Yash! Udah kakak pesankan!" 

Kedua mata Via menyipit senang, seraya duduk di kursi panjang resto, gadis itu menyatukan kedua tangan sambil memerhatikan anak-anak itu dengan penasaran. "Jadi, gimana mainnya tadi?"

"Seru!" jawab anak-anak itu serempak. Alvan yang duduk tak jauh dari Via hanya bisa mengernyit. Adam dan Nial sudah diduga mengikuti ekspresi Via yang tak kalah senang. Bermain dengan anak-anak, makan bersama mereka, seraya bersikap senang seperti itu bukannya terlalu berlebihan? 

Anak perempuan dengan kepangan dua pada rambutnya itu berbicara, menepuk punggung tangan Via dengan semangat. "Kak, tadi kan Kayla mau main yang mandi bola itu kan kak, masa' Kayla di lemparin bola sama Rian kak. Kan sakit kak." 

ATSFN SERIES : One Gift for AlvanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang