q. (Unable)

961 111 28
                                    

Dahyun masih tidak dapat menerima kenyataan tentang kejadian langsung yang ia lihat tadi, dengan langkah cepat dan tubuh sedikit bergetar ia masuk ke dalam rumah. Di ruang tengah, Jiwook dan Mingyu sedang duduk santai berdua. Dahyun tak banyak bicara ia hanya melewati begitu saja kedua kakaknya tanpa berniat menyapa, tentu hal itu membuat Mingyu keheranan.

"Dahyun!" panggil Mingyu, Dahyun langsung menghentikan langkahnya.

"Kenapa tidak ada seruan, 'Aku pulang'?" ucap Mingyu meniru kebiasaan Dahyun saat masuk ke rumah.

Dahyun melirik Jiwook yang sibuk dengan ponsel pribadi, bahkan seperti sengaja tidak mempedulikan kedatangannya. "Aku lupa," jawab Dahyun singkat.

"Mana mungkin kau lupa! Kau selalu melakukannya sejak kecil," koreksi Mingyu membuat Dahyun tersenyum paksa. "Aku lelah, Oppa, boleh aku langsung ke kamar?"

Mingyu tidak langsung menjawab, pasti ada kejadian yang membuat Dahyun bertingkah aneh malam ini. "Oh! Dahyun, tasmu kenapa kotor? Seperti ... terkena lumut?"

Dahyun segera mengecek kondisi ransel yang masih tergantung di pundak, ia melihat beberapa bercak lumut yang menempel. Itu pasti karena dia bersandar terlalu kuat di dinding gang saat bertemu dua pria tadi. "Ini ... k-karena aku menaruhnya di sembarang tempat," dusta Dahyun dengan terbata-bata.

"Benarkah?" tanya Jiwook menyela obrolan. "Jangan-jangan kau pergi ke suatu tempat bersama kekasihmu?" tuduh Jiwook membuat Dahyun mengernyit, bagaimana mungkin kakaknya berpikir sejauh itu.

"Katakan yang sejujurnya! Kenapa kau selalu berbohong!" paksa Jiwook, menatap Dahyun yang kini tersenyum miring.

"Apa gunanya aku berkata jujur, jika yang selalu benar adalah Rena sialan itu," tukas Dahyun tak dapat mengontrol emosi.

"Panggil dia Eonni, dia lebih tua darimu," pinta Jiwook mencoba meredam amarah. Mingyu hanya diam, ia bingung harus membela siapa.

"Hah, untuk apa? Jangankan memanggilnya Eonni, menyebut namanya saja mulutku langsung gatal, mungkin nama itu penuh dengan kuman," racau Dahyun merotasikan bola matanya malas, tidak ada yang perlu ditakuti bagi Dahyun, karena menurutnya Jiwook telah melewati batas kesadaran. "Ahjussi, jangan sampai membuatku memanggil namamu tanpa embel-embel persaudaraan!" tegas Dahyun.

"YAK, PARK DAHYUN. Kau semakin kurang ajar. Siapa yang telah meracuni otakmu?" sentak Jiwook geram.

"Hyeong, jangan membentak Dahyun!" bisik Mingyu mengingatkan.

"Jangan tanyakan siapa tapi tanyakan kenapa aku seperti ini!" ralat Dahyun melangkahkan kakinya untuk pergi ke kamar.

"Aku akan menanyakan pada Rena, siapa kekasihmu itu!" jerit Jiwook.

"Persetan!" dengus Dahyun tak acuh. "Padahal, aku berharap kau bertanya padaku dengan cemas, 'apa kau jatuh? Apa kau terluka? Apa ada yang sakit?'" lirih Dahyun suaranya sedikit bergetar. Mingyu sadar jika Dahyun berusaha menyembunyikan isak tangisnya.

"Dahyun, ganti pakaianmu, aku tadi membeli ayam goreng langganan kita sepulang kerja tadi," ujar Mingyu tidak ingin memperkeruh suasana. Dahyun hanya mengangguk tanpa membalikkan tubuhnya dan berjalan masuk ke dalam kamar.

***

Tengah malam, Hyunjin tidak dapat tidur, ia hanya memandang kotak obat pemberian Dahyun yang kini tergeletak di depannya. Ia sendiri tidak mengerti, apa yang sedang memenuhi pikirannya saat ini.

"Hyunjin-ah," panggil Bang Chan membuyarkan lamunan pria yang masih bertahan dengan luka memarnya. Tak peduli sesakit apa itu, ia seakan tidak merasakannya sama sekali.

Stupid Brothers || ᴷᴰᴴ.ˢᴷᶻ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang