Hari ini ulang tahunmu dan seharusnya kita merayakannya bersama. Tapi, aku tahu-sekeras bagaimanapun aku berteriak selamat ulang tahun-tetap saja kau tidak akan bisa mendengarnya sampai kapan pun.
Aku masih ingat tentang kenangan ulang tahunmu beberapa tahun yang lalu. Aku tidak pernah kehilangan kesempatan untuk tidak menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun.
Kau dengan wajah bantalmu yang begitu lucu, kini di hujani dengan tepung yang telah tercampur dengan telur yang lengket, tentunya sangat busuk. Orang-orang di sekitarmu menertawakan mu. Kau dengan ekspresi yang kesal langsung menghapus adonan itu dari wajahmu.
"Sekarang tiup lilinnya, tukang pemarah!" Tukasku.
Kau menghela nafas, detik selanjutnya kau menutup mata lalu mengucapkan doa yang menurutku begitu panjang. Perlahan kau membuka matamu kemudian meniupnya, berharap harapanmu segera menembus awan dan menjadi kenyataan.
"Suapan pertama untuk Ibu,"
Kau menyuapi kue itu kepada bidadari yang sangat berarti bagimu. Selanjutnya, untuk ayah dan juga adikmu. Semuanya bersorak senang.
"Kenapa kau tidak menyuapi sahabat cantikmu itu?" Kata Ayahmu, aku tersipu malu mendengarnya.
Kau mendengus, "Aku tidak sudi menyuapi kue kepada gadis bodoh sepertinya,"
Ibumu langsung melayangkan cubitan kecil di pinggangmu membuatmu meringis.
"Baiklah, baiklah akan ku suapi," Katamu.
"Buka mulutmu gadis ceroboh, makannya sedikit saja nanti aku tidak kebagian,"
Aku mendengus kesal sambil membuka mulutku paksa.
***
Hari itu menunjukkan jam satu dini hari. Kita masih menatap bintang yang indah di atas sana, kau sudah sepenuhnya berubah tentunya sudah tak menjijikan lagi seperti tadi. Kau telah bersih dan wangi.
Aku tak tahu firasat apa yang mendatangiku malam itu hingga aku bertanya seperti itu.
"Kau tidak akan pernah berubahkan?" Tanyaku tiba-tiba.
Dahimu berkerut, "Berubah? Apa maksudmu?"
Aku menghela nafas berat, "Katamu kau menyukai seorang gadis, ku harap kau tidak akan berubah gara-gara gadis itu,"
"Aku masih belum paham," Kau menggaruk tengkukmu dengan rasa sedikit tidak nyaman.
"Maksudku, jika suatu saat nanti kau telah resmi menjadi kekasihnya, tolong bersikaplah hal yang sama denganku, jangan pernah berubah, aku tak akan pernah marah, aku akan menghargai perasaanmu, lagi pula-"
"Dia tak akan pernah menjadi kekasihku," Potongmu tiba-tiba.
Aku menoleh, "Kenapa tidak? Bukankah kau menyukainya?"
Kau terlihat tersenyum tipis lalu ikut menoleh menatapku, "Ya, aku menyukainya, sangat menyukainya, tapi sayang ia tak akan pernah membalas perasaanku, aku tahu itu,"
Aku mendengus, "Bagaimana bisa tahu? mencoba saja kau belum!"
Lagi-lagi kau tersenyum miris, "Untuk apa mencoba? jika kita tahu endingnya akan seperti apa,"
Aku kembali memalingkan wajah menatap ribuan bahkan milyaran bintang yang ada di langit.
"Baiklah, jika itu keputusanmu,"
Aku menutup mata sejenak, lalu membukanya "Kau...tidak akan pernah berubahkan?"
Mungkin hari itu kau menoleh ke arahku dengan sorot mata yang menyedihkan, tetapi aku tak pernah menyadari hal itu.
"Jika menyangkut soal perubahan, aku tak bisa berjanji padamu, because everything always be change-dan kita tidak bisa mencegah hal itu,"
Ya, aku tahu hal itu-tapi, aku rasanya sulit berada dalam jarak yang jauh denganmu karena kau terbiasa mengajariku untuk selalu berada di sisimu.
"Tapi, akan ku usahakan untuk tidak pernah berubah," Itu katamu saat melihat air wajahku yang mendadak tak bersahabat.
Aku masih tidak merubah ekspresiku, aku tidak bisa membayangkan bagaimana hariku selanjutnya tanpamu. Mungkin aku akan selalu bersikap ceroboh dan merugikan orang lain.
Kau merengkuhku dalam dekapan hangatmu, "Hey, jangan cemberut begitu nanti kau tidak jadi cantik lagi,"
Aku sedikit menerjap mendengar ucapannya, "Cantik? apa aku tidak salah dengar? biasanya kau akan memangilku dengan dua kata, kalau bukan jelek-ya bodoh, menyebalkan!"
Kau terkekeh kecil, hari itu kau benar-benar hangat, "Aku bosan menghinamu, mungkin hari ini sedikit memuji dapat membuat hatimu senang,"
Aku membalas pelukanmu, pelukan terakhir yang mungkin akan selalu ku rindukan hingga hari ini.
"Berjanjilah, jangan pernah meninggalkanku,"
"Kenapa?"
"Karena hidup tanpamu itu berat-aku tidak bisa membayangkan akan ada berapa banyak orang yang aku rugikan karena sikap cerobohku,"
Kau menghela nafas lalu mengacak rambutku, "Syukurlah, akhirnya kau sadar juga,"
Aku mencubit pingangmu, sedangkan kau meringis sambil tertawa kecil. Hari itu benar-benar indah, sebelum hari esok menjemputnya dengan kenyataan pahit.
"Aku membencimu!"
"Aku juga akan merindukanmu,"
"Maksudmu?"
"Ah, tidak, aku hanya ingin berkata aku sangat menyayangi sahabatku,"
Kau tersenyum, untuk pertama kalinya matamu sehangat itu. Andai waktu bisa di putar, aku akan berhenti di titik itu saja. Melihat tawamu yang mungkin kini tak bisa lagi aku lihat. Karena hari berikutnya setelah hari ulang tahunmu semuanya mendadak berubah. Seolah mimpi buruk yang membawaku terjebak di dalamnya tanpa mampu kembali ke dunia nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
sweet lies
Short Story❝i don't wanna hurt you either. this is the only way we can be. so, again i-do it again because i have no choice.❞ so, i tell her sweet lies. [ c o m p l e t e ] 07/03/18