"15"

20.9K 856 2
                                    


Ujian nasional tinggal menghitung hari, Angga mempersiapkan yang terbaik agar ia dapat memperoleh num yang memuaskan. Dan mungkin ini adalah ujian terakhir yang akan ia hadapi, jadi ia menjadikan nilai ujian ini sebagai persembahan terakhir untuk keluarganya.

Sebaliknya Dira acuh dengan ujian yang akan ia hadapi, toh meskipun ia tidak belajar ia akan tetap memperoleh nilai yang baik, pikir Dira. Ia akan memanfaatkan teman-temannya untuk membantunya mengerjakan soal-soal ujian.

"Dira belum pulang?" tanya bunda.

"Belum bun, mungkin sebentar lagi dia pulang. Bunda yang sabar ya menghadapi Dira yang sekarang." ucap Karin, ia kasihan melihat bundanya yang sering begadang hanya untuk menanti kepulangan Dira. Dira tidak peduli apakah itu bunda atau kakaknya, ia akan tetap melawan nasehat keluarganya dan ia lebih mementingkan egonya. "Itu bun, Dira udah di depan pagar, bunda tunggu saja di sini biar Karin yang bukakan pintu."

Setelah Karin membukakan pintu untuk Dira, Dira malah tidak menghiraukan Karin, ia langsung masuk begutu saja, "Dira, kamu baru pulang nak? Kamu nggak belajar? Sebentar lagi kan kamu menghadapi ujian jadi persiapkan dirimu dengan baik. Kamu mau luluskan?" tanya bunda ketika Dira sampai di hadapannya.

"Mau belajar atau nggak sama aja bun, Dira pasti lulus kok. Bunda tenang aja. Ehm, bun, Dira ngantuk mau tidur, selamat malam bunda."

"Kamu nggak boleh meremehkan gitu Dira, lihat kakak kamu, Angga, dia mempersiapkan dirinya dengan baik. Sedangkan kamu, kamu itu perempuan, nak, jangan suka keluyuran malam-malam, nggak baik." tutur bunda.

"Sudah lah, bun. Jangan banding-bandingkan aku dengan kak Angga. Aku nggak suka dibanding-bandingkan."

Mendengar keributan di luar Angga yang masih setia dengan buku-bukunya menghentikan aktivitasnya untuk melihat apa yang terjadi. Setelah keluar dari kamarnya, ia melihat Dira sedang adu mulut dengan bunda. "DIRA STOP! Kamu boleh membentak aku sama Karin, tapi jangan sekali-kali kamu membentak bunda! Apa kamu lupa, kalau bunda yang telah melahirkan kamu? Kamu itu berhutang nyawa sama bunda, jadi jangan membuat pengorbanan bunda sia-sia." selah mengatakan itu dengan penuh emosi, tiba-tiba rasa sakit di pinggang Angga kembali terasa, mungkin ia kini tidak boleh terlalu lelah.

"Kak Angga nggak usah ikut campur!" bentak Dira.

Sedangkan Karin ia berdiri mematung di depan pintu, ia tidak menyangka Dira akan berani membentak bunda. Ia tidak bisa berkata apa-apa, setetes demi setetes air mengalir dari kelopak matanya.

"Cukup! Kalian berdua masuk ke kamar kalian masing-masing." perintah bunda dengan suara yang bergetar.

Setelah Dira dan Angga tidak terlihat, bunda menangis sejadi-jadinya. Ia tidak tahu akhirnya akan seperti ini setelah ia kembali ke Indonesia.

Melihat bunda menangis tersedu-sedu, Karin menghampiri dan memeluk bundanya. Ia berusaha menenangkan bundanya meskipun ia sendiri juga terluka, "Bunda yang sabar ya menghadapi Dira, ia tidak bisa dinasehati dengan kekerasan bun. Semakin dia kita paksa, dia akan semakin tidak terkendali."

"Karin maafin bunda, gara-gara bunda ninggalin kalian, situasinya jadi seperti ini, hikss."

"Bunda nggak salah, bunda pergi juga demi kita, bun. Bunda nggak usah nyalahin diri bunda."

"Terima kasih Karin, karena kamu sudah mengerti posisi bunda, bunda janji nggak akan ninggalin kalian lagi."

#tobecontinue

Broken Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang