Ujian nasional telah usai, baik untuk siswa SMA maupun siswa SMP. Begitu pula dengan Angga dan Dira, mereka telah menyelesaikan ujian mereka.
Semakin hari kondisi Angga semakin memburuk, seperti hari ini ia terlihat lemas dan juga sangat pucat. Hal ini membuat bunda yang tidak tahu perihal penyakit Angga khawatir. "Angga kamu kok pucet? Kamu sakit?" tanya bunda.
"Angga cuma pusing kok bun, jadi bunda nggak usah khawatir." jawab Angga.
"Tapi, nak. Kamu pucet banget lo. Kita ke rumah sakit aja yuk, buat ngecek kondisi kamu. Bunda perhatikan akhir-akhir ini kamu kelihatan kurang sehat."
"Angga nggak apa-apa, bun. Angga cuma kurang tidur aja, gara-gara Angga fokus belajar."
"Beneran kamu nggak apa-apa? Nanti kalau kondisi kamu tidak kunjung membaik kamu ngomong sama bunda, ya. Kita ke rumah sakit."
"Iya bun. Bunda nggak usah khawatir."
***
"Karin, bunda kemana?" tanya Angga.
"Bunda lagi belanja, tadi bunda mau bangunin kakak minta diantar ke pasar. Eh, kakak tidurnya pules banget, jadi bunda nggak tega bangunin." jelas Karin panjang lebar.
"Oh... Kalo Dira?"
"Biasalah kak, pergi sama temennya."
"Rin, kakak mau keluar, ada janji sama Yuda."
"Mau kemana kak?" tanya Karin.
"Kasih tau nggak ya?"
"Iih, kakak! Kasih tau dong kak!"
"Kepo. Daa Karin, Assalamu'alaikum." ucap Angga sambil berlalu meninggalkan Karin.
"Wa'alaikumsalam, bukannya jawab malah kabur." omel Karin.
Sebenarnya Angga tidak memiliki janji dengan Yuda, hanya saja ia sangat ingin bertemu dengan Yuda.
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit akhirnya ia sampai di depan rumah Yuda. Tanpa basa-basi ia langsung mengetuk pintu, "Assalamu'alaikum."
Tok..tok..tok..
"Wa'alaikumsalam." jawab Yuda sambil membuka pintu, "Angga? Tumben lo nggak ngasih tahu gue dulu kalo mau ke rumah."
"Emang nggak boleh? Gue bosen di rumah, nggak tahu kenapa tiba-tiba ingin ke rumah lo." jawab Angga.
"Kok lo pucet banget, Ngga? Lo belum cuci darah?" tanya Yuda khawatir, karena muka Angga terlihat lebih pucat dari biasanya.
"Bukannya belum, tapi gue gue memutuskan untuk nggak cuci darah sejak satu setengah bulan yang lalu. Gue kasihan sama bunda kalo harus ngeluarin biaya buat gue cuci darah. Mau cuci darah atau nggak gue tetap bakalan mati dalam waktu dekat, Yud." ucap Angga panjang lebar, ia sudah pasrah dengan penyakitnya.
"Lo kok jadi pesimis gini sih, Ngga? Lo itu harus bertahan demi keluarga lo! Lo nggak kasihan melihat bunda sama adik-adik lo berduka untuk yang kedua kalinya gara-gara ditinggalkan oleh orang yang mereka sayangi? Nggak kan!" Yuda geram dengan sikap Angga, sehingga tanpa ia sadari nada bicaranya sedikit meninggi.
"Cepat atau lambat gue juga bakal mati, Yud. Jadi percuma aja gue cuci darah." jawab Angga dengan suara yang lemah.
"Lo emang keras kepala, Ngga." jawab Yuda singkat dengan suara yang sedikit lebih rendah dari sebelumnya.
"Yud, lo mau nggak anterin gue buat nyari jas. Tiga hari lagi kan kita sudah wisuda." pinta Angga.
"Hmm, gue ambil jaket dulu."
***
Hari ini adalah hari di mana siswa-siswi kelas 12 SMA Nusantara diwisuda. Begitu juga Angga. Namun di hari yang ia nanti-nantikan ini, ia merasa tidak bersemangat.
Acara wisuda akan dimulai pukul 8.30 dan kini sudah pukul 8.00, Angga belum juga menampakkkan batang hidungnya. Hal ini membuat bunda sedikit cemas, jarena tidak biasanya Angga seperti ini, "Angga, ini udah hampir jam 8, cepetan turun! Kamu nggak mau kan telat datang ke acara wisuda?"
"Enggak lah bun, ini Angga juga sudah siap. Ayo bun kita berangkat!" jawab Angga sambil berjalan menuruni tangga.
"Eh, tunggu-tunggu! Kok kak Angga pucet. Kak Angga sakit?" tanya Karin yang baru saja sampai di ruang keluarga.
"Nggak, kakak baik-baik saja kok. Tadi malam itu kakak cuma nggak bisa tidur, kakak deg-degan banget menantikan hari ini." alibi Angga.
"Beneran? Kalo kurang tidur kan biasanya ada lingkaran hitam di bawah mata, kalo ini nggak. Mata kakak terlihat sayu, dan juga bibir kakak putih banget." sangkal Karin.
"Ehm, bun kita segera berangkat yuk! Entar telat lagi, tuh Dira juga udah nunggu." ucap Angga mengalihkan pembicaraan.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 20 menit, akhirnya Angga dan keluarganya sampai di gedung tempat acara wisuda berlangsung.
Tak menunggu lama acara pun dimulai. Tak terasa, acara demi acara pun telah berlalu. Kini saatnya pengumuman kelulusan dibacakan. Semua siswa-siswi beserta keluarga yang hadir dalam acara tersebut menunggu dengan harap-harap cemas, begitu juga Angga dan Yuda.
"Yud, perasaan gue dari semalem kok nggak enak ya. Gue takut kalo hasil ujian gue buruk." ucap Angga.
"Lo harus positif thinking, Ngga. Gue yakin nilai lo nggak bakalan mengecewakan." ucap Yuda menenangkan, padahal ia juga merasa khawatir akan nilainya.
".... dari 350 siswa-siswi SMA Nusantara yang telah melaksanakan ujian nasional tahun ini dinyatakan lulus 100%." ucap kepala sekolah dengan suara yang menggelegar di seluruh penjuru ruangan. Semua pihak yang hadir di ruangan tersebut pun bertepuk tangan dengan meriah, "Dan siswa dengan nilai tertinggi se-SMA Nusantara diraih oleh...... ananda Anggara Putra..."
Mendengar namanya disebut sebagai peraih nilai tertinggi Angga merasa terharu, ia tidak pernah membayangkan ia akan meraih nilai UN tertinggi di sekolahnya. "Kepada ananda Anggara Putra, kami persilahkan untuk naik ke atas panggung." ucap sang MC.
"Ini beneran Yud? Gue bener-bener nggak nyangka. Ini bukan mimpi kan?" tanya Angga meyakinkan dirinya sendiri.
"Lebay lo, Ngga. Udah cepetan naik, udah ditunggu itu." ucap Yuda, sambil mendorong tubuh Angga agar segera berdiri.
"Argh..." erang Angga. Tiba-tiba saja rasa sakit di pinggangnya kembali terasa, bersama itu kepalanya juga terasa pusing. Namun ia berusaha untuk menahan rasa sakit yang ia rasakan.
"Ngga, lo kenapa? Pinggang lo sakit lagi? Lo kuat kan buat jalan ke atas panggung?" tanya Yuda bertubi-tubi. Ia khawatir akan kondisi Angga. Mengingat Angga sudah tidak pernah lagi melakukan cuci darah yang membuat kondisinya semakin memburuk.
"Gue baik-baik aja kok, gue masih kuat, lo nggak usah khawatir." ucap Angga meyakinkan Yuda.
Sesampainya di atas panggung, rasa sakit di pinggangnya semakin menjadi-jadi, begitu pula rasa pusing yang ia tahan sejak tadi pagi. Belum sempat ia mengucapkan sepatah katapun tubuh Angga pun roboh.
Melihat Angga terjatuh dan tidak sadarkan diri, membuat segenap hadirin terkejut. Begitu pula dengan keluarga Angga, spontan mereka berlari menghampiri Angga. Di sisa kesadarannya, Angga mendengar bunda beserta kedua adiknya mendekat sambil memanggil namanya dengan penuh rasa khawatir.
Tak kama kemudian kesadaran Angga menghilang sepenuhnya.
#tobecontinue
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home ✔
Fiksi RemajaKeluarga adalah tempat di mana seseorang mendapatkan perlindungan, kenyamanan, serta kasih sayang. Keluarga juga merupakan tempat di mana seseorang berbagi suka dan duka. Namun bagaimana jika salah seorang anggota berusaha memecah belah keluarganya...