#BAB XV

732 40 1
                                    

Sebulan sudah berlalu, hari kelabu yang ku jalani. Entahlah, padahal sudah satu bulan tapi aku belum terbiasa tanpa Ganendra disampingku kadang berpikir padahal sebelum ada dia, dulu aku baik baik saja.

Kelas 12 sudah selesai menjalankan UN dari tiga minggu lalu, aku gak tau sama sekali kabar Ganendra setelah itu karena memang jarang bertemu dan sekalinya bertemu aku buru-buru menghindar. Tapi aku yakin Ganendra baik saja tanpa aku.

Entah kebetulan atau apa, tapi kali ini aku berpas-pasan dengan Ganendra, dia sedang bicara dengan Pak Yono kesiswaan entah apa aku mencoba tidak peduli dan tanpa sengaja tatapan kami saling bertemu. Ya Tuhan, aku akhirnya dapat melihat bola mata yang sangat ku rindukan itu.

Namun buru-buru aku berbalik arah agar rinduku ini tidak semakin menyiksa. Siapa sangka Ganendra menyusulku dan sekarang sudah berjalan mensejajarkan langkahnya dengan langkahku. Aku merasa tidak karuan, gugup, rindu, sedih, bahagia, semuanya bercampur saat ini.

Aku menghentikan langkahku, aku harus mencaci Ganendra agar dia tidak terus disampingku dan membuat aku semakin merindukannya. Aku menatapnya tajam, "kenapa ikutin aku?"

"gak ikutin, ini jalanan kan untuk siapa aja,"
"harus disampingku?"
"sampingmu kosong, sayang kalau gak diisi"
"Ga, menjauh dariku" kataku lirih
"gabisa dan gamau wulan,"
"Kenapa?"
"Aku mencintaimu!"

sungguh aku senang mendengarnya, dan sangat ingin menangis haru. Cuma egoku ternyata lebih besar sampai membuatku menatap Ganendra tajam.

"untuk apa mencintai perempuan asing yang suka bawa sial?!"
"bahkan orang yang tidak pernah bertemu pun bisa saling jatuh cinta,wulan"

Aku diam, pernyataan Ganendra membungkam mulutku.

"Wulan.."

Aku diam,

"Wulan.."

Aku diam,

"Wulan Salsabilla.."
"Apa!"
"Aku mencintaimu,"
"Aku gak peduli! Jangan masuk kedalam duniaku lagi"
"Kalau ke hatimu, boleh?" Goda Ganendra
"Melucu?"
"Bertanya wulan, bukan melucu"
"Pokonya jangan dekat denganku lagi!"

Ganendra menatapku lekat, "apa ucapan Dara benar-benar buat kamu sakit hati?"

"gak. justru buat aku sadar,"
"kamu benar-benar ingin aku menjauh?"

Aku diam, aku benar benar tidak menyangka kalau pertanyaan itu akan keluar dari mulut seorang Gavin Ganendra.

"iya!" Kujawab dengan hatiku yang ragu
"Kalau aku gak mau?"
"aku gak peduli,"
"kalau gitu, kamu menjauh dan aku akan terus berusaha mengejarmu" aku membelalak
"jangan bodoh ganendra! jangan seperti seekor Anjing jangan menganggap aku seekor kucing."
"ucapanmu barusan itu seperti bukan wulan yang ku kenal,"
"Oh? Bagus. Aku kan memang cuma perempuan asing dan kita tidak saling kenal."

Aku buru-buru menjauh dari Ganendra, aku sakit hati dengan ucapanku sendiri. Sejak kapan aku menjadi seorang gadis yang bicara kasar? Bahkan kepada orang yang aku sayangi. Aku yakin setelah ini Ganendra akan sangat membenciku, dan semuanya benar benar berakhir dengan penuh kebencian.

Tanpa sadar air mataku mulai mengalir, tapi aku gak peduli. Aku berjalan saja terus yang penting Ganendra tidak lagi disampingku.

Terlalu sibuk berlari, aku justru membuat seseorang yang ada di depanku tertabrak olehku. Orang itu meringis kesakitan tapi untung tidak sampai jatuh, aku menoleh dan mendapati Kak Aldo, ku lihat Kak Aldo juga sepertinya terkejut melihatku.

"Wulan?"
"iya kak, maaf.." kataku lirih
"Lo nangis? Kenapa? siapa yang buat lo nangis?"

Aku menggeleng lemas, dan detik berikutnya air mataku lagi lagi mengalir, lebih deras dari sebelumnya. Semakin ditanya rasanya semakin menyiksa, ditanya siapa yang buat menangis, aku bingung harus jawab apa? Karena aku sendiri gak tau ini ulahku ulah Ganendra atau ulah Dara.

Kak Aldo menarikku kedalam dekapannya, aku langsung memeluk Kak Aldo erat. Aku benar benar butuh energi lebih saat ini,

"Lan, mungkin ini gak tepat, tapi lo harus tau kalau gua itu sayang sama lo. Gua sayang sama lo lebih dari sekedar adik kelas, Lan. Gua tau gua gak akan bisa ganti posisi Ganendra di hati lo dan gua juga gak ada niat untuk ganti posisi dia, tapi gua gak bisa liat lo nangis kayak gini, apa lagi lo nangis karena orang yang lo sayang. Jadi, jangan nangis lagi ya Lan, gua mohon"

Mendengar pernyataan Kak Aldo aku sangat terkejut, bagaimana bisa dia menyukaiku lebih dari adik kelas? Padahal aku yakin dia tidak punya perasaan apapun padaku, tapi malah ucapan Ganendra yang bilang dia punya perasaan untukku itu benar.

Kenapa bahas Ganendra lagi? Aku harus menghilangkan dia mulai saat ini, namanya tidak boleh lagi ditulis, namanya tidak boleh lagi disebut. Aku harus melupakannya, melupakan semua rasa yang aku punya sebelumnya.

Aku menjauhkan tubuhku dari kak Aldo, Kak Aldo langsung memegangi kedua pipiku sambil menghapus airmataku dengan ibu jarinya. Ia menatapaku lekat,

"Jangan nangis lagi,"
"iyaa.."
"Jangan nangisin orang yang bahkan dia gak tau kalau lo lagi nangisin dia,"
"iya aku tau kak, percuma kan?"

Seketika aku teringat pertemuan pertama aku dan Kak Aldo di rooftop kala itu. Kak Aldo melepaskan tangannya dari pipiku kemudian menggenggam lembut kedua tanganku.

"Jadi jangan buang airmata lo dengan sia-sia"
"iyaa.."
"gua sayang lo, gua gak minta jawaban, lo gak perlu bales perasaan gua, karena gua cuma mau lo izinin gua buat sayang sama lo, itu aja"

aku diam sebentar,

"iya ka, aku izinin, tapi aku gak janji bisa bales perasaan kak Aldo, sosok yang sempurna itu masih menghantui pikiran dan perasaanku kak,"
"gua tau, sosok itu sangat sempurna, dan sulit digantikan tapi gua ga berharap itu kok,"
"iyaa kak.."

***

Kak Aldo membawaku ke kedai roti yang ada di daerah BKR, bukan kedai Ganendra, kedai itu sudah lama lenyap, kedai ini lebih kecil dan terlihat baru dibangun. suasana kedai, harum roti yang baru di panggang, kaca yang menampilkan banyak pengendara diluar, benar benar membuatku kembali pada masa itu. Tapi dengan cepat aku hilangkan semua itu, aku harus melupakannya.

Kak Aldo datang membuat 2 piring crumpet dan 2 gelas es teh leci, ya tuhan, crumpet itu, aku tau itu namanya crumpet karena bentuknya sama, sama seperti pertama kali sosok sempurna itu membawaku ke kedainya. Sepertinya tiap detik diriku bersama sosok sempurna itu masih sangat melekat diotakku.

"dimakan wulan, lo tau ini namanya apa?"
"Crumpet?"
"Lho? Lo tau?"
"sosok itu yang kasih tau aku, waktu itu dia bawa aku ke kedai roti dia, terus itu roti pertama yang dia kasih tau sama aku kak,"
"eh? Sorry gua gak tau kalau kedai roti ngingetin lo sama--"
"Gapapa kak, ini cuma kedai"
"Yaudah, rotinya gua ganti aja kali ya?"
"Gausah kak, itu bahkan cuma roti, mereka gak salah"
"Y-yaudah, kalau gitu makan ya wulan, jangan sampe sakit,"

Aku senyum, kemudian menghabiskan sepiring crumpet yang diberi kak Aldo, rasanya menangis membuat energiku habis. Sambil makan kami juga bicara, membicarakan apa saja, kak Aldo terlihat berusaha untuk membuatku menjauhi pikiran pada sosok itu.

"liburan nanti mau kemana?" tanya kak Aldo
"gak ada rencana, paling random"
"jalan sama gua mau?"
"boleh,"
"Tapi paling pas pertengahan, awal libur mau istirahat"
"Hahahaa, iya gapapa, aku juga mau,"
"tapi janji beneran istirahatin otak, jangan malah nangis,"
"Iyaa kak aldo...." aku nyengir, walau sedikit dipaksa
"Nah, gitu dong, selalu ceria"
"ehehehe"

Kemudian kak Aldo mengantarku pulang, setelah sampai di depan gerbang aku turun dan memberikan helm yang ia pinjamkan.

"Mampir dulu kak?"
"Gak usah, kapan-kapan aja,"
"Okey,"
"Besok dateng pas ambil rapot?"
"Gamau, mau dirumah,"
"Takut ketemu sosok itu lagi?"
"Takut dimarahin kalau nilai jelek,"
"Hahahahha, lucu banget sih lo"
"serius, biar ibu sama abangku aja,"
"Hahaha yaudah, gua pamit ya?"
"Iya hati hati kak,"
"Lo yang hati hati, Lan"

Aku senyum tipis, kemudian kak Aldo mulai menyalakan mesin motornya dan melambai sebentar kepadaku lalu aku hanya bisa melihat punggungnya yang semakin menjauh. Setelah benar benar hilang, senyuman yang daritadi aku paksa itu juga memudar.

Aku harus melupakanmu,Ga. Aku tidak mau menggantungkan kebahagiaanku padamu.

GanendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang