Selamat membaca.. 😘😘
🎊
Sepanjang perjalanan dari halte bus menuju pelataran sekolah, tak ada satupun suara yang keluar dari kedua belah bibir 2 remaja tampan pemilik senyum menawan dibawah payung merah itu.
Kedua pemuda berbeda tinggi badan ini memang dikenal tak ahli memulai percakapan lebih dulu pada orang asing, alhasil seperti inilah keadaan mereka saling bisu dengan backsong suara merdu dari gemericik air hujan yang menjadi senandung pengantar langkah kaki keduanya, ibarat sebuah lagu yang mengiringi sepasang kekasih menuju altar tempat pengucapan janji suci sehidup semati. Yahh, kira-kira seperti itulah mereka,
Pemuda yang lebih tinggi itu memang memiliki sikap luar yang terkenal dingin dan tak banyak bicara pada orang lain atau orang asing yang baru ditemuinya namun dia memiliki sisi lain yang hanya adiknya, ayah ibunya dan beberapa orang terdekat saja yang tahu hangatnya sikap yang dimiliki pemuda bercoat abu-abunya itu. Bahkan ia menyandang predikat Brother material didalam lingkungannya terlepas dari kurang normalnya keadaan kaki dan sikap dingin yang ia pertontonkan diluar rumahnya.
Jika pemuda tinggi yang berjalan bersisian dengan remaja manis diselabahnya memiliki sikap yang dikatakan dingin diluar namun hangat didalam maka remaja manis itu sejujurnya merupakan anak yang ceria dan murah senyum. Namun sangat amat disayangkan dua sifat remaja manis yang sangat membantu membawa aura positif itu terkubur dalam bersama luka dan perasaan rindu pada sang kakak yang masih menjadi teka teki keberadaannya sampai saat ini hingga sikap acuh dengan temperamental tinggi lebih mendominasi dirinya sekarang ini.
Berbeda dengan perasaan rindu teramat dalam tak terukur untuk sang kakak maka perasaan luka yang teramat sakit pada hatinya adalah untuk sepasang pasutri yang darah dan air susunya mengalir dalam tubuh remaja manis itu. Pasangan pasutri yang tidak lain adalah orang tua kandung dari remaja manis itu sendiri dengan terangnya menunjukkan sikap penolakan mereka atas kehadiran si sulung setelah menghilangnya sosok anak pertama dari kediaman mereka. Terlebih fakta menyakitkan bahwa sang ibu sangat membenci keadaan si sulung yang tidak seperti si bungsu.
Miris memang, menyadari keadaan bisa merubah sikap seseorang menjadi 180 derajat berbeda dari sebelumnya.
Hujan yang diperkirakan akan awet hingga petang menggusur tahta sang raja siang namun nyatanya perlahan mulai melunak hingga kini debit air yang jatuh tak lagi sebesar biji jagung dan tak menutup kemungkinan tak sampai tengah hari maka langit akan kembali cerah dengan tambahan hiasan pelangi di sebagainya atap bumi, mungkin.
Kedua pasang langkah berbeda ritme telah sampai pada tujuan, koridor sekolah cukup terasa ramai mengingat tidak sedikit warga sekolah selain dua laki-laki itu yang saling wara wiri menuju kelas masing-masing.
"terimakasih," cicit remaja manis yang masih sibuk dengan hipotesanya sendiri.
"sama-sama, kalau begitu aku pergi."
Tanpa ingin membuang waktu lebih banyak lagi pemuda tinggi yang kini menenteng payung merah ditangan kanannya langsung meninggalkan remaja manis yang masih setia memperhatikan bagaimana punggung itu perlahan menjauh dari pandangan mata.
Tak memperdulikan detik waktu yang terus berjalan, remaja manis itu masih terpaku pada sosok yang baru saja menghilang dibalik ujung koridor lantai dasar yang manjadi pijakan sementara sepasang kakinya.
Jangan berfikiran bahwa remaja manis ini gay atau penyuka sesama jenis hanya karna merasakan perasaan aneh dalam hatinya untuk seseorang yang langkah kaki basahnya tercetak jelas disepanjang koridor yang dilewati.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Son Our Brother [END]
FanficOriginal cover by @naomyarmy Cast : Jungkook ( B ) NamJoon ( T ) Yoon-Gi ( S )