Terimakasih

1.7K 117 35
                                    

Epilog

Suran menatap tak percaya dengan apa yang ada dihadapannya, tubuh putra tengahnya yang beberapa hari ini tak bisa ia peluk sesuka hati, justru kembali dalam keadaan yang bagi Suran tak bisa ia terima sekalipun rengkuhan hangat suaminya dan air mata orang-orang yang mengantarkan kedatangan putranya itu seharusnya telah menjawab semuanya.

"joonie sayang... Kenapa tubuh mu dingin sekali nak ?." satu tetes air mata jatuh tak dapat diseka.

"yo-yoongi ambilkan selimut untuk adikmu nak, Yoongi-ah..." suara Suran yang keluar sama bergetarnya dengan jari jemarinya.

"yeobo, tolong ambilkan selimut untuk anakku, dia kedinginan... Yeobo."

Suran tak hentinya menangkup wajah sang putra yang sudah pucat pasi tak teraliri darah. Air matanya tak henti menglir, merasakan suhu tubuh Namjoon yang sangat dingin.

"yeobo..Tolong jangan seperti ini." Kepala ibu 3 anak itu menggeleng,  manakala sang suami menariknya dalam pelukan.

"Namjoon kita butuh aku, aku ibunya. Aku yang selama ini merawatnya, tapi kenapa wanita itu dengan tega melukai anakku. Katakan padaku, apa salah anakku ?! Hiks..hiks." hati ibu mana yang tak sakit kehilangan anaknya dengan cara seperti ini,

Suran meluruh dalam pelukan sang suami setelah lelah meronta, isakannya masih menyertai. Hatinya yang sedari tadi terhimpit amarah dan penyesalan tak kuat lagi ingin diluapkan. Namjoonnya telah pulang ke sisi Tuhan tanpa sempat ia lihat untuk terakhir kalinya, Namjoonnya telah damai dalam tidurnya tanpa sempat mendapat ucapan selamat tidur dan kecupan yang selama ini selalu Suran berikan.

Penolakan Suran akan rengkuhan Hoseok hanya bisa Jimin liat dalam kebisuannya. Tak jauh berbeda dengan Suran yang menolak sebuah kenyataan, Jimin berulang kali mengtakan pada dirinya sendiri bahwa laki-laki yang saat ini tengah tidur lelap itu bukanlah kakaknya yang kemarin hampir mati ditanganya. Namun sekuat apapun ia menyangkal, takdir sang kakak nyatanya sudah digariskan.

"kau pergi dengan membawa rasa penyesalanku yang belum sepenuhnya hilang Hyeong. Tidurlah ka, Istirahat lah dan tunggu kami sampai Tuhan mengijinkan kita untuk berkumpul bersama lagi. Namjoon Hyeongi.." Jimin.

*

*

Sepasang jendela mata itu terbuka, sinar terang dari lampu kamar yang pertama kali menyapa membuat Jungkook harus beberapa kali mengerjap guna menyesuaikan retinanya.

Pening dikepala tak bisa ia hindarkan saat dirinya mulai memposisikan tubuhnya untuk menyandar di headboard ranjang. Kelopak mata remaja itu juga ia rasakan berat, dan dahinya-

"panas.." Jungkook mengecek suhu tubunya, ternyata memang dia demam. Pantas saja badannya terasa panas dan manggigil diwaktu yang bersamaan.

"Namjoon Hyeong,.." Jungkook mengedarkan matanya kesegala penjuru kamar yang tidak ia tahu milik siapa,

"kenapa sepi sekali ? Dan ini kamar siapa..?." lama melamun dengan pikirannya sendiri yang masih rancu, Jungkook baru menyadari jika lengannya sudah tertancap jarum infus.

Matanya menatap bingung pada kantong infus yang menggantung di tiang samping tempat tidurnya.

Ceklekk  !

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Son Our Brother [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang